7 Tradisi Muslim di Dunia dalam Menyambut Ramadan

Kegembiraan menyambut datangnya bulan Ramadan bukan saja dirasakan oleh umat Islam di Indonesia, tapi juga di berbagai negara. Umat Islam di dunia terdiri dari berbagai suku bangsa. Umat Islam memiliki tradisi yang khas dalam menyambut bulan Ramadan sesuai dengan budaya di negaranya masing-masing.

Berikut adalah tujuh kebiasaan yang dilakukan untuk menyambut bulan Ramadan di tujuh negara, yang dihimpun detikcom dari berbagai sumber, Rabu (18/7/2012).

1. Austria
Terdapat sekitar 400,000 Muslim di Austria atau sekitar 4 persen dari 8 juta total penduduk negara itu. Agama Islam secara resmi diakui di Austria sejak 1912 dan menjadi agama kedua terbesar setelah Katolik. Sebagaimana tradisi di negeri Islam lainnya, Muslim di Austria menyambut kehadiran bulan Ramadan dengan penuh suka cita. Mereka menjalankan ibadah shalat tarawih di lima puluh masjid di Wina dan kota-kota Austria lainnya. Umat Islam Austria juga kerap datang ke masjid secara teratur untuk mendengarkan kajian agama tentang hukum Islam, tafsir al-Qur’an dan ilmu pengetahuan lain.

Di Wina juga terdapat sebuah Islamic Center yang didirikan dan dibiayai oleh negara-negara Muslim. Islamic Center ini merupakan pusat informasi dan dakwah Islam. Selain menggelar solat tarawih, Islamic Center ini juga menyediakan hidangan sahur dan buka puasa sepanjang bulan Ramadan.

Menjelang bulan suci Ramadhan, Muslim di Austria biasanya menggelar kampanye pengumpulan paket lebaran untuk keluarga miskin dan hadiah lebaran untuk anak-anak yatim piatu di Palestina. Kampanye ini dikordinir oleh organisasi kemanusiaan Palestina yang ada di Austria. Kampanye yang diberi nama Feeding Fasting Palestinians ini mendapat sambutan positif dari Muslim Austria. Mereka berlomba-lomba menginfakkan hartanya. Untuk menyebarluaskan kampanye bantuan bagi warga Palestina ini, warga Muslim Austria menggunakan berbagai cara, seperti penyebaran poster, pemasangan iklan dan jasa pos. Semua bantuan dikirimkan melalui lembaga-lembaga sosial yang beroperasi di wilayah Palestina.

Untuk menentukan jatuhnya awal bulan Ramadhan, Muslim Austria sepakat mengikuti Arab Saudi. Sebelumnya, selama bertahun-tahun, warga Muslim yang berasal dari berbagai etnis, seperti Mesir, Suriah dan Turki tersebut, berbeda-beda dalam menentukan jatuhnya awal bulan Ramadhan, disesuaikan dengan negara asalnya masing-masing.

2. Swedia
Masalah utama yang dihadapi kaum Muslimin Swedia dalam menyambut Ramadan adalah masalah hilal. Umat Islam Swedia berbeda pendapat dalam menentukan jatuhnya awal Ramadan karena keterbatasan lembaga atau organisasi Islam yang menjadi rujukan. Memang terdapat Islamic Center di Swedia, namun tidak dapat menjangkau seluruh umat Islam yang tersebar di berbagai wilayah. Lagi pula, media-media di Swedia tidak memberikan bantuan menyebarluaskan tentang kedatangan bulan Ramadan. Walau demikian, kaum Muslimin di Swedia kebanyakan mengikuti Arab Saudi dalam menentukan awal bulan Ramadan dan Idul Fitri.

Ada suatu perbedaan besar antara cara merayakan Ramadan di negara-negara Skandinavia dan negara-negara Eropa yang lainnya terkait dengan jumlah umat Islam. Walau mereka menjadi minoritas di Swedia, namun Ramadan membentuk suasana spiritual berbeda yang dinanti-nanti kehadirannya dari tahun ke tahun. Begitu mengetahui munculnya hilal, umat Islam Swedia akan saling memberi selamat satu dengan lainnya. Mereka melaksanakan salat tarawih berjamaah di masjid-masjid terdekat. Apabila tidak ada masjid, mereka salat di tempat-tempat yang mereka sewa sementara.

3. Mesir
Di Mesir terdapat sebuah meriam tua yang digunakan sebagai penanda bulan puasa. Tiap waktu imsak dan buka puasa, meriam ini disulut hingga mengeluarkan bunyi dentuman yang keras. Meriam yang diberi nama Hajjah Fatimah ini adalah warisan dari Muhammad Ali Pasha, yang menurut cerita, adalah putri Ustman Khos Qadam, penguasa Dinasti Usmani. Walau meriam itu telah diganti, namanya tetap tak berubah. Meriam ini biasanya ditempatkan di dataran tinggi Moqattam dekat Citadel. Empat orang ditugaskan untuk menjaganya dan menyulutnya untuk membangunkan orang makan sahur atau mengingatkan waktu berbuka puasa.

Di Mesir juga terdapat tradisi Ramadan yang disebut Maidah Rahman atau hidangan kasih-sayang. Maidah Rahman adalah hidangan makanan gratis bagi orang yang berpuasa. Tak hanya takjil, tapi juga makanan berbuka lainnya. Menunya pun bermacam-macam bahkan ada yang sekelas hotel berbintang. Program ini merata di seluruh negeri Mesir dan berlangsung selama bulan puasa.

4. Liberia
Total penduduk Liberia sebanyak 4 juta jiwa, dimana 15 persen-nya adalah Muslim. Selama bulan Ramadan, umat Islam di Liberia berhenti mendengarkan musik. Bagi mereka, orang yang mendengarkan musik selama Ramadhan dianggap berdosa dan menyimpang dari ruh bulan yang diberkati ini.

Ketika hilal telah tampak pertanda masuknya bulan Ramadan, orang-orang Liberia mulai memainkan alat-alat musik dari kayu selama beberapa jam. Radio-radio lokal juga menyiarkan program-program keagamaan yang bermanfaat bagi umat Islam.

Di Liberia, orang yang biasanya membangunkan kaum Muslimin untuk makan sahur disebut Papali. Papali memulai tugasnya tiga jam sebelum fajar dan berhenti sebentar di tiap rumah, untuk membangunkan penghuninya agar makan sahur. Biasanya dalam melakukan pekerjaannya ini, Papali menyanyikan lagu-lagu relijius lokal (sejenis nasyid) dan kalimah syahadat.

5. Mauritania
Pada awal Ramadan, Muslim Mauritania terutama yang muda, bergegas menuju masjid untuk melaksanakan salat tarawih. Usai salat, biasanya kaum muslimin mendengarkan khutbah dan ceramah dari ustadz dan imam-imam. Setelah shalat tarawih, mereka saling berkunjung satu sama lain dan meminum teh hijau, minuman khas di Mauritania.

Sepanjang malam Ramadhan, televisi maupun radio lokal juga menyiarkan langsung shalat tarawih dari Makkah dan Madinah. Solidaritas dan uhkhuwah islamiyah biasanya muncul dan tersebar di seantero negeri selama bulan suci

6. Bangladesh
Suasana Ramadan di Bangladesh sangat berbeda. Umat Islam, lebih banyak memanfaatkan waktu bulan puasa untuk memperbanyak membaca buku agama. Sudah menjadi tradisi di Bangladesh, tiap tahun dibuka pameran buku di bulan Ramadan. Jadilah bulan Ramadan bagi Muslim di negeri pecahan India itu sebagai bulan membaca buku.

Pameran buku berlangsung sejak hari pertama hingga pengujung Ramadan. Biasanya lokasi pameran di Masjid Bait Al-Mukarram di ibukota Bangladesh, Daka. Sejak mulai diberlakukan tahun 1982, pameran buku ini dilakukan atas kerjasama antar berbagai lembaga Islam di Bangladesh dan juga Menteri Urusan Agama.

Para penerbit buku terbiasa menyediakan serangkaian kitab baru dalam pameran satu bulan berikut harga diskon untuk memancing animo pembeli. Panitia pameran kadang menyediakan sejumlah buku gratis pada jam-jam tertentu di waktu pagi atau sore. Dalam pameran Ramadan ini, pengunjung yang datang tidak hanya dari umat Islam saja, yang non-Muslim pun ikut memadati ruang pameran.

7. China
Dengan kian dekatnya Ramadan, imam-imam lokal di Cina mulai memberi tahu orang-orang tentang pentingnya mengkaji Alquran dan sunnah, terutama yang berhubungan dengan puasa dan akhlak. Muslim Cina terbiasa shalat tarawih 20 rakaat. Setiap habis dua rakaat mereka biasanya berseru, “Wahai, Zat (Allah) yang mengubah hati dan penglihatan, yang menciptakan siang malam, teguhkan iman kami dalam kebenaran.”

Beragam aktivitas keislaman diselenggarakan di masjid-masjid Cina seperti kajian tafsir Alquran sebelum tarawih dan memburu malam lailatul qadr. Penganan tambahan seperti teh, gula-gula dan kurma disajikan di tiap rumah sebagai pembeda bulan penuh berkah ini dengan hari-hari biasa. Begitu menjelag hari raya Idul Fitri, kaum Muslimin Cina juga diselimuti kebahagiaan dan saling berucap selamat hari raya.

Komentar