Salah satu rukun iman yang harus diyakini oleh setiap muslim adalah
iman kepada para rasul, terutama Rasulullah saw. Bukti utama beriman
kepada Rasulullah saw. adalah ittiba’ (mengikuti Rasulullah saw.).
Orang-orang yang melakukan ittiba’ kepada Rasulullah saw. akan meraih
banyak nata-ij[1]
(manfaat dan buah positif), di antaranya: mahabbatullah (cinta dari
Allah), rahmatullah (kasih sayang-Nya), hidayatullah (petunjuk
dari-Nya), mushahabatul akhyar fil jannah (bersama orang-orang pilihan
di surga), asy-syafa’ah (mendapatkan syafaat dari Rasulullah saw.),
nadharatul wajhi (muka yang bersinar dan berseri di surga), mujawaratu
ar-rasul (menjadi tetangga Rasulullah saw. di surga), ‘izzatun-nafsi
(meperoleh kemuliaan jiwa di dunia dan akhirat), al-falah (kemenangan
dan keberuntungan). Semua itu jelas merupakan as-sa’adah (kebahagiaan)
hakiki di dunia maupun di akhirat.
Ittiba’ adalah bukti keimanan
Bukti
keimanan kepada Rasulullah saw. yang paling utama adalah mengikuti
beliau dalam segala sisi kehidupannya, selalu mentaati beliau dalam
setiap perintah dan larangan yang beliau sampaikan. Sebab, mengikuti
dan mentaati Rasulullah saw. adalah bukti ketaatan kita kepada Allah
swt., dan mengikuti sunnah Rasulullah saw. adalah bukti kongkret
mengikuti Al-Qur’an.
“Barangsiapa
yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan
barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak
mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.” (An-Nisa: 80)
Barangsiapa
mengaku mentaati Allah swt. namun tidak mau ittiba’ Rasulullah saw.,
maka ketaatannya itu tidak sah menurut Al-Qur’an; dan Rasulullah saw.
berlepas diri dari orang tersebut. Dan siapapun yang mengaku
melaksanakan Al-Qur’an namun tidak ittiba’ dengan sunnah Rasulullah
saw., maka pengakuannya hanyalah pengakuan palsu belaka.
Sebagai
contoh, untuk dapat melaksanakan shalat dengan sempurna kita
memerlukan hadits Rasulullah saw. karena Al-Qur’an hanya memerintahkan
kita mendirikan shalat tanpa menjelaskan rincian tata cara shalat.
Bahwa shalat diawali dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam
merupakan penjelasan yang kita temukan dalam hadits Rasulullah saw.,
tidak dalam Al-Qur’an. Begitu pula dengan rincian pelaksanaan zakat,
shaum (puasa), haji, dan ibadah-ibadah lain. Intinya, fungsi hadits
Rasulullah saw. adalah menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an atau dengan
bahasa lain kita tidak akan bisa mengamalkan Al-Qur’an tanpa mengikuti
sunnah Rasulullah saw.
“Dan
Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an agar kamu menerangkan pada umat
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka
memikirkan.” (An-Nahl: 44)
Salah seorang ulama besar, Fudhail bin ‘Iyadh, ketika menjelaskan makna “Ahsanu ‘amala” dalam surat Al-Mulk ayat 2 berkata,
أَحْسَنُ
عَمَلاً : أَخْلَصُهُ وَأَصْوَبُهُ. قَالَ: فَإِنَّ العَمَلَ إِذَا
كَانَ خَالِصاً وَلَمْ يَكُنْ صَوَاباً لَمْ يُقْبَلْ، وَإِذَا كَانَ
صَوَاباً وَلَمْ يَكُنْ خَالِصاً لَمْ يُقْبَلْ، حَتَّى يَكُوْنَ
خَالِصاً صَوَاباً، وَالْخَالِصُ أَنْ يَكُوْنَ لِلهِ، وَالصَّوَابُ أَنْ
يَكُوْنَ عَلَى السُّنَّةِ.
“Yang
dimaksud dengan ahsanu’ amala (amal yang terbaik) adalah yang paling
ikhlas dan paling benar. Karena sebuah amal jika dilakukan dengan
ikhlas tapi tidak benar, maka amal itu tidak diterima oleh Allah.
Begitu pula sebaliknya, jika amal itu benar tapi tidak ikhlas, juga
ditolak oleh Allah swt. Baru diterima jika memenuhi kedua syarat
tersebut (ikhlas dan benar). Yang dimaksud dengan ikhlas adalah semata
karena Allah, sedangkan yang dimaksud dengan benar adalah mengikuti
sunnah Rasulullah.” (Dikutip oleh Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa vol
18/hlm 250).
عَنْ أَبِي مُوسَى قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((مَثَلِي وَمَثَلُ
مَا بَعَثَنِي اللَّهُ كَمَثَلِ رَجُلٍ أَتَى قَوْمًا فَقَالَ رَأَيْتُ
الْجَيْشَ بِعَيْنَيَّ وَإِنِّي أَنَا النَّذِيرُ الْعُرْيَانُ فَالنَّجَا
النَّجَاءَ فَأَطَاعَتْهُ طَائِفَةٌ فَأَدْلَجُوا عَلَى مَهَلِهِمْ
فَنَجَوْا وَكَذَّبَتْهُ طَائِفَةٌ فَصَبَّحَهُمْ الْجَيْشُ
فَاجْتَاحَهُمْ)). (رواه البخاري).
Dari
Abu Musa r.a. berkata, Rasulullah saw telah bersabda, “Perumpamaanku
dan perumpamaan risalah yang diberikan Allah kepadaku seperti seorang
laki-laki yang mendatangi suatu kaum lalu ia berkata, ‘Aku telah
melihat pasukan tentara dengan kedua mataku, kuperingatkan kalian
dengan sungguh-sungguh! Segeralah cari selamat (dari keganasan
mereka)!’ Lalu sebagian mereka mentaatinya sehingga mereka segera
menghindar dari pasukan kejam itu hingga selamat, sedangkan yang lain
mendustakannya hingga pasukan itu menemui mereka dan meluluhlantakkan
mereka.” (Bukhari)
Kita
dapat merasakan dari hadits shahih di atas betapa Rasulullah saw. amat
ingin menyelamatkan kita dari bencana dunia dan akhirat dengan syariat
dan dakwah yang ia bawa, karena syariat Islam adalah penyelamat bagi
kita dari kehinaan dunia dan penderitaan di akhirat.
Buah Ittiba’
Berikut ini adalah buah ittiba’ kepada Rasulullah saw.:
1. Mahabbatullah
Natijah
(buah) dari ittiba’ kita kepada Rasulullah saw. jika kita lakukan
dengan benar adalah mahabbatullah (cinta dari Allah swt) sekaligus
maghfirah (ampunan)Nya.
Katakanlah
(hai Muhammad), “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah
aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.” (Ali Imran:
31)
Cinta kepada Allah
swt. yang dibuktikan dengan ittiba’ kepada Rasulullah saw. akan
melahirkan buah manis berupa cinta Allah swt. Allah swt. memerintahkan
kita mengikuti Rasulullah saw., dan setiap perintah Allah swt. apabila
kita laksanakan dengan ikhlas dan benar pasti akan mendatangkan cinta
dari-Nya. Ketika Allah telah mencintai hamba-Nya, maka segala
kekurangan dan dosa yang terjadi akan mudah diampuni oleh Allah swt.
2. Rahmatullah
Orang-orang
yang mentaati Rasulullah saw. dengan mengikuti sunnah beliau akan
memperolah rahmat dari Allah swt. Karena orang-orang yang mencontoh
Rasulullah saw. pastilah orang-orang yang berbuat baik atau ihsan
(ingat makna ahsanu ‘amala menurut Fudhail bin ‘Iyadh di atas), dan
orang-orang yang berbuat ihsan amat dekat dengan rahmat Allah swt.
“Dan
orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka
(adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain, mereka menyuruh
(mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan
shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya.
Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (At-Taubah: 71)
“Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (Al-A’raf: 56).
3. Hidayatullah
«إِنَّ
لِكُلِّ عَمَلٍ شِرَّةً، وَلِكُلِّ شِرَّةٍ فَتْرَةً، فَمَنْ كَانَتْ
فَتْرَتُهُ إِلَى سُنَّتِيْ فَقَدِ اهْتَدَى، وَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ
إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ فَقَدْ هَلَكَ» (رواه ابن خزيمة في صحيحه وأحمد في
مسنده والبيهقي في الشعب والطبراني وأبو نعيم).
Rasulullah
saw. bersabda, “Sesungguhnya setiap amal itu mempunyai puncak
semangat, dan setiap semangat memiliki titik jemu (lesu). Maka
barangsiapa kelesuannya tetap dalam sunnahku berarti ia telah mendapat
petunjuk (dari Allah), dan barangsiapa kelesuannya tidak dalam
sunnahku berarti ia celaka. (HR. Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya, Ahmad
dalam Musnadnya, Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman, At-Thabarani dan Abu
Nu’aim).
Hadits di atas
menegaskan bahwa tetap berada dalam sunnah Rasulullah saw. dalam segala
keadaan akan mendatangkan tambahan petunjuk dari Allah swt. Oleh
karenanya, orang-orang yang beriman selalu berusaha mengikuti sunnah
Rasulullah saw. ketika sedang bersemangat atau sedang lesu (kurang
semangat). Ia tidak membiarkan dirinya hanyut dan terbawa bisikan setan
sehingga membuatnya jauh dari hidayah Allah swt.
4. Mushahabatul Akhyar fil Jannah
“Dan
barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan
bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah,
yaitu nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan
orang-orang saleh. Dan mereka Itulah teman yang sebaik-baiknya.”
(An-Nisa: 69).
Orang yang
ittiba’ kepada Rasulullah saw. akan dikumpulkan bersama orang-orang
pilihan di surga nanti, yaitu para nabi, orang-orang yang shiddiq,
syuhada, dan shalihin.
As-Syafaah
قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ:
“اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ
الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ
مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِى وَعَدْتَهُ”، حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِى يَوْمَ
الْقِيَامَةِ » (رواه البخاري).
Rasulullah
saw. bersabda, “Barangsiapa berdoa ketika mendengar panggilan adzan:
‘Ya Allah Rabb seruan yang sempurna ini, dan shalat yang ditegakkan,
berikanlah kepada Nabi Muhammad wasilah dan keutamaan, bangkitkan dia
dengan kedudukan mulia yang telah Engkau janjikan kepadanya’, maka akan
mendapat syafaatku di hari kiamat.” (Bukhari).
Hadits
di atas menunjukkan keutamaan doa setelah adzan. Ia juga
mengisyaratkan bahwa mengikuti perintah dan arahan Rasulullah saw.
adalah sesuatu yang membuat kita berhak mendapatkan syafaat dari
beliau. Logikanya, jika mentaati satu perintah Rasulullah saw. saja
yakni membaca doa setelah adzan, akan membuat pembacanya berhak
mendapatkan syafaat beliau, apalagi dengan mengikuti dan mentaati
sunnah beliau secara keseluruhan, maka orang itu lebih berhak untuk
mendapatkan syafaat beliau.
5. Nadharatul Wajhi
Salah
satu bentuk ittiba’ Rasulullah saw. adalah mendengarkan, mempelajari,
menghafal, dan memahami hadits Rasulullah saw., kemudian
menyampaikannya kepada orang lain. Orang yang mempelajari hadits
Rasulullah saw., menghafal kemudian menyampaikannya apa adanya tanpa
menambah atau mengurangi, maka Allah akan membuat wajahnya berseri dan
bersinar.
« نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ
مِنَّا حَدِيثًا فَحَفِظَهُ حَتَّى يُبَلِّغَهُ غَيْرَهُ فَرُبَّ حَامِلِ
فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ وَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ لَيْسَ
بِفَقِيهٍ » (رواه الترمذي).
Rasulullah
saw. bersabda, “Semoga Allah menyinari (wajah) seseorang yang
mendengar hadits dari kami, lalu ia hafal sehingga ia menyampaikannya
kepada orang lain. Boleh jadi seorang pembawa fiqih menyampaikan
(ilmunya) kepada orang yang lebih paham. Dan boleh jadi pembawa fiqih
bukanlah seorang yang faqih.” (Tirmidzi).
Hadits
di atas mendorong kita untuk selalu bersemangat mempelajari,
memahami, dan menghapal hadits Rasulullah saw, kemudian menyampaikan
teks hadits itu apa adanya dengan penuh amanah tanpa menambah atau
mengurangi sedikitpun. Jika kita itu kita lakukan kita berhak
mendapatkan wajah yang bersinar di hari kiamat nanti. Hadits di atas
juga menyatakan bahwa mungkin saja orang yang disampaikan kepadanya
suatu ilmu kemudian ia lebih paham daripada yang menyampaikan. Atau
bahkan bisa jadi yang menyampaikan sebuah riwayat tidak memahami
riwayat tersebut, sedangkan yang disampaikan justru memahaminya dengan
baik.
6. Mujawaratur Rasul
Orang
yang mencintai Rasulullah saw., maka ia akan berusaha sekuat tenaga
untuk ittiba’ kepada Rasulullah saw. dengan mengikuti sunnah beliau.
Maka orang ini akan bersama Rasulullah saw di surga, seperti sabda
beliau:
((وَمَنْ أَحْيَا سُنَّتِى فَقَدْ أَحَبَّنِى وَمَنْ أَحَبَّنِى كَانَ مَعِى فِى الْجَنَّةِ)) (رواه الترمذي والطبراني في الأوسط)
“Barangsiapa
menghidupkan sunnahku, berarti ia mencintaiku; dan barangsiapa
mencintaiku, maka ia bersamaku di surga.” (Tirmidzi dan Thabarani di
Al-Mu’jam Al-Awsath).
7. Izzatun Nafsi
Orang
yang mengikuti Rasulullah saw. dengan ikhlas semata-mata karena
mencintai Allah dan Rasul-Nya, akan meraih kemuliaan dan kekuatan jiwa
dihadapan Allah swt. Betapa tidak? Ia telah mendapatkan kecintaan,
ampunan, rahmat, hidayah, dan berbagai anugrah lain dari Allah swt.
Dengan itu semua terangkatlah dirinya menuju tempat yang tinggi dan
mulia, ia tidak lagi peduli dengan kemuliaan di mata manusia selama ia
mulia di sisi Allah.
Ingatlah,
kemuliaan itu terletak pada mengikuti Allah Al-‘Aziz (yang memiliki
Izzah atau keperkasaan) dan mengikuti Rasul-Nya. “Padahal ‘izzah itu
hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi
orang-orang munafik itu tiada mengetahui.” (Al-Munafiqun: 8).
8. Al-Falah
“Maka
orang-orang yang beriman kepadanya (Muhammad saw), memuliakannya,
menolongnya, dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya
(Al-Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Al-A’raf:
157)
Keberuntungan pasti
akan diperoleh oleh mereka yang selalu ittiba’ kepada Rasulullah saw.
dengan beriman kepadanya, memuliakannya, menolong (ajaran)nya, dan
selalu mengikuti cahaya Al-Qur’an.
9. Kebahagiaan hakiki di dunia dan akhirat
Tak
dapat diragukan lagi bahwa orang yang mendapatkan semua nataij dari
mengikuti Rasulullah saw. di atas adalah orang-orang yang pasti
berbahagia hidupnya dengan kebahagiaan hakiki di dunia maupun di
akhirat.
“Barangsiapa yang
mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan
beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang
baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan
pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (An-Nahl:
97)
Kalau sudah begitu, siapa yang gak mau. Makanya, buruan deh ittiba’ kepada Rasulullah saw.!
—
Catatan Kaki:
[1] Kata Nata-ij adalah bentuk jamak (plural) dari natijah yang artinya hasil (buah) dari sebuah proses yang diusahakan.
Komentar
Posting Komentar