Tausyiah Habib Munzir Al Musawa - Keutamaan Puasa Asyura

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ : مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَتَحَرَّى، صِيَامَ يَوْمٍ، فَضَّلَهُ عَلَى غَيْرِهِ، إِلَّا هَذَا الْيَوْمَ، يَوْمَ عَاشُورَاءَ، وَهَذَا الشَّهْرَ، يَعْنِي شَهْرَ رَمَضَانَ.
(صحيح البخاري)

Dari Abdullah bin Abbas ra berlata: “tiada kulihat Nabi SAW berusaha keras dalam suatu hari yang diutamakannya dari puasa dihari lainnya, kecuali hari Asyura (10 Muharram), dan bulan ramadhan” (Shahih Bukhari)


Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

حَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ اْلجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا بِعَبْدِهِ اْلمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ نَادَانَا لَبَّيْكَ يَا مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبـَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِي جَمَعَنَا فِي هَذَا الْمَجْمَعِ اْلكَرِيْمِ وَفِي هَذَا الشَّهْرِ اْلعَظِيْمِ وَفِي الْجَلْسَةِ الْعَظِيْمَةِ نَوَّرَ اللهُ قُلُوْبَنَا وَإِيَّاكُمْ بِنُوْرِ مَحَبَّةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَخِدْمَةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَاْلعَمَلِ بِشَرِيْعَةِ وَسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.

Limpahan puji kehadirat Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Luhur, Yang Maha Membuka jiwa-jiwa hamba untuk mencintai hal yang terluhur dari segala sesuatu yang luhur di sisi Allah subhanahu wata’ala, sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka semulia-mulia kehidupan adalah kehidupan yang dipenuhi dengan pengorbanan untuk pembenahan dakwah sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dan seluhur-luhur kehidupan adalah kehidupan para penerus cita-cita sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka adalah pelita di barat dan timur, yang merupakan rahasia rahmat Ilahi yang mewarisi kebahagiaan dan kemuliaan, sehingga seseorang yang mendekat kepada mereka akan semakin terang benderang jiwanya, semakin diberi kemudahan dan diangkat segala kesulitannya oleh Allah subhanahu wata’ala, karena mereka dekat dengan pelita penyambung rahmatan lil’alamin, sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, yang telah bersabda :

أُتِيتُ بِمَفَاتِيحِ خَزَائِنِ الْأَرْضِ حَتَّى وُضِعَتْ فِي يَدِي. قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ فَذَهَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنْتُمْ تَنْتَقِلُونَهَا

“Diberikan kepadaku kunci-kunci pendaman bumi (anugerah-anugerah Allah) hingga diletakkan ditanganku”, Abu Hurairah Ra berkata : “kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat, dan kalianlah yang akan mewarisinya”

Maka terwariskanlah cahaya kebahagiaan dunia dan akhirat serta seluruh kenikmatan kepada ummat sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dan seluruh kenikmatan adalah bagian dari rahmat Allah subhanahu wata’ala. Semua kenikmatan itu Allah bagikan kepada seluruh makhlukNya yang beriman atau pun yang tidak beriman, keapda makhlukNya yang akan melewati kehidupan yang abadi, atau makhlukNya yang hanya akan hidup dalam kehidupan yang fana. Sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala:
وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ
( الأعراف : 156 )
“ Dan rahmatKu (Allah) meliputi segala sesuatu”. ( QS. Al A’raf : 156 )

Maka semua benda yang akan berakhir masanya dan tidak berlanjut pada kehidupan yang kekal pun akan mendapatkan bagian dari rahmat Allah subhanahu wata’ala. Dan rahmat Allah subhanahu wata’ala telah dikenalkan kepada kita, yaitu sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Sehingga tersebar dan terpancarlah darinya cahaya rahmat Ilahi yang memunculkan seluruh rahmat Allah yang ada. Disebutkan dalam riwayat Shahih Al Bukhari bahwa Allah subhanahu wata’ala menciptakan satu rahmat untuk disebarkan ke bumi, sehingga seluruh bentuk dari rahmat Allah yang ada di muka bumi ini berlanjut hingga akhir zaman. Dan masih tersisa 99 rahmat Allah subhanahu wata’ala yang masih akan diberikan kepada hamba-hambaNya yang beriman kelak dalam kehidupan di surga.

Hadirin yang dimuliakan Allah
Saat ini kita berada di bulan yang agung yaitu bulan Muharram, di mana begitu banyak anugerah dan peristiwa-peristiwa agung yang terjadi di bulan ini. Diantaranya yang disebutkan dalam kitab tafsir At Tahriir Wa At Tanwiir, bahwa datangnya pasukan Abrahah yang menunggangi gajah untuk menghancurkan Ka’bah adalah di bulan Muharram, maka di bulan Muharram itulah terjadinya kehancuran pasukan Abrahah dan Allah menyelamatkan Ka’bah dari serangan pasukan Abrahah, sebab dalam waktu dekat yaitu 2 bulan setelahnya adalah bulan Rabi’ Al Awwal, yaitu bulan kelahiran sang pembawa rahmat sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, sehingga di tahun itu disebut dengan Tahun Gajah. Begitu juga diantara para nabi dan rasul beserta umat-umat mereka banyak yang mendapatkan anugerah dan kenikmatan berupa petolongan dan keselamatan dari Allah subhanahu wata’ala di bulan Muharram. Sebagaimana nabi Nuh As selamat dari musibah banjir dan mendaratkan perahunya di hari ‘Asyuraa, tanggal 10 Muharram. Demikian juga selamatnya Nabi Musa As dari kejaran Fir’aun dan terbelahnya lautan hingga menenggelamkan Fir’aun dan pengikutnya juga terjadi pada hari ‘Asyuraa. Dan disebutkan bahwa api Namrud yang membakar nabi Ibrahim As yang kemudian Allah menjadikan api itu sejuk atas nabi Ibrahim, hal itu juga terjadi pada bulan Muharram. Di bulan Muharram ini adalah bulan kelahiran nabi Ibrahim As, dan kelahiran nabi Isa As, kelahiran nabi Shalih As. Kemudian pada bulan Muharram ini juga Allah subhanahu wata’ala menyelamatkan dan mengeluarkan nabi Yunus dari dalam perut ikan Paus. Begitu juga terdapat pendapat yang mengatakan bahwa di bulan Muharram Allah subhanahu wata’ala mempertemukan nabi Yusuf As dengan ayahnya nabi Ya’qub As setelah sekian lama berpisah sebagaimana yang dikisahkan dalam surat Yusuf, adpun pendapat lain mengatakan bahwa kejadian tersebut terjadi pada hari ‘Asyuraa. Kemudian Allah subhanahu wata’ala memberikan kekuasaan kepada nabi Sulaiman pada bulan Muharram, dan Allah menerima tobat nabi Daud As di bulan Muharram. Juga disebutkan dalam riwayat yang tsiqah bahwa Allah subhanahu wata’ala mengangkat nabi Isa As ke langit pada bulan Muharram. Dan Allah subhanahu wata’ala menurunkan nabi Adam As dan sayyidah Hawwa’ ke bumi di bulan Muharram. Dalam salah satu riwayat dijelaskan bahwa sayyidah Hawwa’ diturunkan ke bumi yaitu di pantai yang saat ini dikenal dengan nama Jeddah, maka sayyidah Hawwa’ duduk di tepi pantai kemudian malaikat memberinya pakaian dari surga, lalu ia diperintah untuk pergi menuju tanah haram hingga sampailah sayyidah Hawwa ke tanah haram (Makkah Al Mukarramah) dari arah sebelah timur, kemudian malaikat memerintahnya untuk duduk di atas sebuah bukit, maka bukit tersebut dikenal dengan nama bukit Marwah, yang berasal dari kata Mar’ah yang artinya adalah wanita. Kemudian nabi Adam As diturunkan ke bumi lalu diperintah untuk menuju tanah haram dari arah sebelah barat, dan setelah sampai di tanah haram ia diperintah untuk duduk di atas di atas sebuah bukit, kemudian malaikat berkata : “Marhaban bika ya shafiyallah (selamat datang wahai pilihan Allah)”, sehingga bukit itu dikenal dengan nama bukit Shafa. Dan nabi Adam As diajari oleh Allah subhanahu wata’ala untuk membangun bumi, dengan bercocok tanam, berkebun, atau berternak dan lainnya, karena jika nabi Adam As tidak mengetahui hal itu dan tidak mengajarkan kepada keturunannya maka kelak bumi tidak akan ada yang memakmurkannya, maka nabi Adam As pun mulai bercocok tanam, dan berternak, hingga ketika tiba musim dingin ia membuat pakaian penghangat dari kulit domba, kemudian ia memberikannya satu pakaian kepada sayyidah Hawwa’ lalu ia pun menangis dan berkata : “Sungguh aku merindukan pakaian penghangat yang terbuat dari sutera lembut yang ada di surga, pakaian kulit domba ini sangat kasar dan menyakitkan kulit”, maka nabi Adam As berkata : “Inilah pakaian kita di muka bumi”. Dan di bulan Muharram pula kota Madinah dibuka untuk hijrahnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan kaum muslimin. Maka ketika itu mulailah para sahabat hijrah ke Madinah Al Munawwarah sebelum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yang kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berhijrah pada bulan Rabi’ Al Awwal. Adapun perhitungan bulan Hijriyah diawali dengan bulan Muharram sebab perputaran bulan yang dalam masa setahun kembali pada porosnya itu diawali dari bulan Muharram.

Al Imam Ibn Abbas Radhiyallahu ‘anhuma juga menjelaskan dalam tafsir Ibn Abbas bahwa makna firman Allah “ وَاْلفَجْرِ ” dalam surat Al Fajr adalah waktu Fajar hari pertama bulan Muharram. Kemudian dalam tasfir Al Imam At Thanthawi menjelaskan makna dari ayat selanjutnya " وَلَيَالٍ عَشْرٍ" yang dimaksud adalah malam-malam 10 hari pertama bulan Muharram. Maka hal ini menunjukkan bahwa 10 hari pertama bulan Muharram memiliki kemuliaan yang sangat besar. Dan Al Imam Qulyubi menjelaskan di dalam hasyiyahnya bahwa tidak ada bulan yang lebih mulia daripada bulan Muharram kecuali bulan Ramadhan. 

Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ
(رواه مسلم )
“ Sebaik-baik puasa setelah puasa Ramadhan adalah puasa di bulan Allah Muharram”

Sebagian pendapat Ulama’ mengatakan bahwa puasa pada bulan Muharram yang dimaksud adalah puasa hari ‘Asyuraa (10 Muharram). Sebagaimana riwayat sayyidina Ibn Abbas Ra yang berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak begitu memperhatikan puasa di hari tertentu kecuali puasa di hari ‘Asyura dan di bulan Ramadhan. Hal ini menunjukkan bahwa puasa di bulan Ramadhan dan hari ‘Asyuraa sangat diperhatikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, puasa di bulan Ramadhan sudah pasti sangat diperhatikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam karena merupakan puasa wajib, akan tetapi Rasulullah shallalahu ‘alaihi wasallam juga sangat memperhatikan puasa di hari ‘Asyuraa, yang merupakan puasa sunnah. Namun Al Imam As Syafii berkata akan kesunnahan berpuasa sehari sebelum tanggal 10 Muharram atau sesudahnya, agar tidak menyerupai kaum Yahudi yang juga berpuasa pada tanggal 10 Muharram, sebagaimana riwayat sayyidina Ibn Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
خَالِفُوا الْيَهُودَ صُومُوا يَوْمًا قَبْلَهُ أَوْ يَوْمًا بَعْدَهُ

“Selisihilah kaum Yahudi, berpuasalah sehari sebelumnya (‘Asyuraa) atau sehari sesudahnya”

Dan dalam riwayat yang lain sayyidina Abdullah Ibn Abbas Ra berkata 
:
حِينَ صَامَ عَلَيْهِ الصَّلاةُ والسَّلَامُ يَوْمَ عَاشُورَاءَ ، قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ إنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى ، فَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلاةُ والسَّلَامُ : فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إنْ شَاءَ اللَّهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ ، فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّيَ عَلَيْهِ الصَّلاةُ والسَّلَامُ

“Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam puasa di hari ‘asyuraa, para sahabat berkata : “wahai Rasulullah, hari itu adalah hari yang diagungkan oleh kaum Yahudi dan Nasrani, kemudian Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam berkata : “Jika demikian di tahun yang akan datang insyaallah kita berpuasa di hari ke 9 Muharram”, dan belum tiba tahun yang akan datang namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat”.

Hari ‘Asyuraa ini juga merupakan hari kasih dalam anggota keluarga dengan dengan bersilaturrahmi, menebar kasih sayang, atau dengan meluaskan nafkah untuk keluarga. Disebutkan bahwa di malam ‘Asyura sayyidina Umar bin Khattab Ra mengundang para sahabat dan menjamu mereka dengan hidangan-hidangan khusus. Dan hari ‘Asyura juga disebut sebagai hari santunan bagi anak-anak yatim, sebagaimana ’asyura adalah adalah hari kasih antara anggota keluarga, sehingga anak-anak yatim yang tidak mempunyai keluarga sudah selayaknyalah kaum muslimin yang menyantuni mengasihi dan menyenangkan mereka. Disebutkan juga dalam riwayat bahwa perang Khaibar terjadi pada tahun bulan Muharram tahun ke 7 H. Sebagian riwayat menyebutkan bahwa perang Khaibar diawali pada bulan Dzulhijjah, dan berlangsung hingga bulan Muharram dan Safar. Sebagaimana di Khaibar adalah benteng kaum Yahudi yang berjumlah sangat banyak, sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan kaum muslimin memerangi benteng-benteng tersebut hingga benteng yang terakhir. Hal ini berawal ketika pimpinan kaum munafik yaitu Abdullah bin Ubay bin Salul setelah mendapati kekuatan Quraisy melemah untuk melawan kaum muslimin, maka Abdullah bin Salul mencari kekuatan yang dapat membantu mereka menghancuran Islam, mereka adalah orang-orang Yahudi yang memiliki banyak benteng Khaibar yang berada di sekitar Madinah, dimana jika orang Yahudi telah sepakat untuk menghancurkan Islam maka musuh-musuh Islam dari kabilah-kabilah yang lain dapat mengepung kaum muslimin dari segala penjuru. Dan ketika kabar sampai kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa orang-orang Yahudi Khaibar telah bersekutu dengan musuh-musuh Islam untuk memerangi kaum muslimin dari segala penjuru benteng Khaibar. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintah untuk menulis surat kepada kaum Yahudi, dan diantara isi dari surat tersebut adalah : 

Bismillahirrahmanirrahim, dari Muhammad Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam ) kepada kaum Yahudi, kalian telah mengetahui di dalam kitab kalian (Taurat) disebutkan firman Allah subhanahu wata’ala : 

مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآَزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
( الفتح : 29 )

“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersamanya keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kalian melihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada wajah mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besar dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati orang-orang yang menanamnya karena Allah ingin menjadikan orang-orang kafir marah (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal baik di antara mereka pengampunan dan pahala yang besar”. ( QS. Al Fath : 29 )

Sebagian Ulama’ menafsirkan makna ayat -أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ - maksudnya adalah keras keinginan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan kaum muslimin untuk mengislamkan orang-orang kafir, bukan keinginan yang kuat atau kekerasan untuk membunuh mereka. Sebab jika keinginan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah membunuh atau membinasakan orang-orang kafir, maka hal itu cukuplah hanya dengan meminta dan berdoa kepada Allah subhanahu wata’ala untuk memusnahkan mereka semua, seperti yang terjadi di masa nabi Nuh As atas doa nabi Nuh As sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala :

وَقَالَ نُوحٌ رَبِّ لَا تَذَرْ عَلَى الْأَرْضِ مِنَ الْكَافِرِينَ دَيَّارًا
( نوح : 26 )
“ Nuh berkata: "Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi”. ( QS. Nuh : 26 )

Namun hingga saat ini masih banyak orang-orang kafir di muka bumi, maka ayat tadi menunjukkan bahwa sifat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan kaum muslimin terhadap orang-orang kafir sangat keras dan kuat adalah keinginannya untuk mengislamkan mereka, dan bukan dengan kekerasan namun dengan kelembutan dan kasih sayang. Sebagaimana disebutkan dalam ayat selanjutnya - رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ- saling berkasih sayang diantara mereka. Mereka semua mencari keridhaan Allah subhanahu wata’ala dan hal itu tampak dari bekas-bekas sujud, namun yang dimaksud bekas sujud bukanlah bekas hitam di dahi, sebagaimana tidak ada satu riwayatpun yang menyebutkan bahwa Rasullah shallallahu ‘alaihi wasallam memilki tanda hitam di dahi sebagai bekas sujud, padahal beliau adalah pemimpin ahli sujud, akan tetapi bekas sujud yang dimaksud adalah cahaya sujud yang terpancar dalam diri mereka yang tidak akan hilang dan sirna baik di dunia atau di akhirat, wajah mereka cerah di dunia dan di akhirat kelak jauh lebih cerah. Dan hal itu ( Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah utusan Allah yang sangat berkasih sayang) juga disebutkan di dalam kitab Taurat dan kitab Injil, sehingga orang-orang yang tidak mendustakan maka mereka akan beriman, sedangkan mereka yang mendustakan akan tetap dalam kekukufuran. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata dengan suara yang lantang :

اللَّهُ أَكْبَرُ خَرِبَتْ خَيْبَرُ إِنَّا إِذَا نَزَلْنَا بِسَاحَةِ قَوْمٍ فَسَاءَ صَبَاحُ الْمُنذَرِينَ

“Allahu Akbar hancurlah Khaibar, sungguh jika kami turun di halaman kaum (Yahudi), maka buruklah pagi hari yang akan dialami oleh orang-orang yang diberi peringatan”

Kemudian di pagi harinya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar bersama kaum muslimin menuju Khaibar. Demikian indahnya politik peperangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang selalu memilih waktu perang di pagi hari, dan tidak mau menyerang pada malam atau sore hari, sebab di pagi hari orang-orang masih dalam keadaan segar bugar. Berbeda dengan politik kita, yang mana akan mencari atau memilih waktu ketika musuh-musuh dalam keadaan lemah atau belum siap. Kemudian penduduk benteng Khaibar berkata : “Muhammad dan pasukannya telah datang“, maka ketika itu mulai lah benteng Khaibar satu per satu dihancurkan hingga sampai pada benteng terakhir yang terkuat, dimana di benteng itulah terpendam seluruh harta dan sandang pangan kaum Yahudi. Maka ketika itu panji peperangan diberikan kepada sayyidina Abu Bakr As Shiddiq Ra namun di hari itu benteng tersebut belum bisa ditembus. Dan di hari kedua panji peperangan diberikan kepada sayyidina Umar bin Khattab Ra, namun di hari itu benteng pun belum bisa ditembus. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata : “Esok panji ini akan kuserahkan kepada seseorang yang mencintai Allah dan RasulNya”. Ketika pagi menjelang semua sahabat berharap untuk dipanggil oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan diberikan panji kepadanya. Sehingga diantara para sahabat berkata : “Belum pernah kami mengharapkan kepemimpinan kecuali di hari tersebut”, karena para sahabat tidak mengharapkan kepemimpinan sebab khawatir atas dirinya tidak dapat memikul amanah dan tangggungjawab tersebut, namun karena disaat itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata bahwa pemimpin yang membawa panji itu adalah seseorang yang mencintai Allah dan RasulNya, maka semua sahabat mengharapakn hal itu. Keesokan harinya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menanyakan dan mencari sayyidina Ali bin Abi Thalib, lantas para sahabat berkata bahwa sayyidina Ali bin Abi Thalib sedang terkena penyakit mata, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memanggilnya dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam meniup kedua matanya hingga sembuhlah ia dari sakit mata, lalu diberikanlah panji peperangan itu kepada sayyidina Ali bin Abi Thalib Kw. Maka ketika itu sayyidina Ali bin Abi Thalib maju untuk menyerang benteng Khaibar dan menorobos derasnya deru panah yang diarahkan kepadanya, hingga ia sampai di depan benteng Khaibar dan menancapkan bendera perang di samping benteng Khaibar, kemudian ia menjebol benteng Khaibar dengan tangannya dan meluluhkan kaum Yahudi yang berada di dalamnya. Diriwayatkan dalam sirah Ibn Hisyam bahwa di saat itu tujuh orang tidak mampu mengangkat runtuhan atau potongan dari benteng tersebut, dan dalam riwayat lainnya juga disebutkan walau dengan jumlah 40 orang pun runtuhan dari benteng tersebut tidak belum bisa terangkat, namun sayyidina Ali bin Abi Thalib mampu mengangkat dengan satu tangannya berkat doa sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka di saat semua benteng Khaibar telah dikuasai oleh kaum muslimin. Sehingga diantara orang-orang Yahudi ada yang meminta keselamatan kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan mereka pun pergi menjauh dari Madinah, sedangkan diantara mereka ada yang menetap di Madinah namun dengan membayar Jizyah, yaitu semisal pajak yang harus dibayar oleh orang kafir yang bukan wanita, anak-anak, fuqara’ atau orang gila yaitu sebanyak 2 Dinar dalam setiap tahunnya. Musuh-musuh Islam banyak mempermasalahkan masalah jizyah yang diharuskan kepada orang-orang kafir, padahal zakat bagi orang kafir hanya ada satu macam, sedangkan zakat yang harus dibayar oleh kaum muslimin terdapat 7 macam zakat . Jadi zakat yang diwajibkan kepada orang kafir jauh lebih ringan daripada zakat yang diwajibkan kepada umat Islam. Disebutkan dalam sirah Ibn Hisyam, ketika terjadi perang Tabuk dan raja Yohana membayar jizyah untuk kerajaannya maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menulis surat yang berbunyi bahwa barangsiapa yang telah membayar jizyah, maka ia telah aman dengan jaminan Muhammad rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam baik di darat atau di lautan. Demikian cara yang sangat indah di dalam ajaran Islam dari bimbingan sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan perang Khaibar mengingatkan kita pada satu kejadian dimana ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dijamu dengan berbagai macam hidangan yang telah matang, dan ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam akan mengambil bagian dari makanan tersebut, maka makanan-makanan yang telah dimasak, dipanggang atau dibakar itu bersuara dan berkata : “Wahai Rasulullah, aku telah dibubuhi racun maka janganlah engkau memakanku”. Hingga makanan yang sudah dimasak pun masih diberi izin oleh Allah subhanahu wata’ala untuk berbicara kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam demi menjaga beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dari kejahatan musuh-musuh beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Demikian besar dan hebatnya cinta makhluk-makhluk Allah subhanahu wata’ala kepada sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

Hadirin yang dimuliakan Allah
Rahasia bulan Muharram berpuncak pada semakin kuatnya kita membangun cinta kita kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yang dengan hal itu Allah subhanahu wata’ala akan membukakan pintu anugerahNya seluas-luasnya. Ya Allah di bulan Muharram Engkau telah menyelamatkan para nabi dan rasul, di bulan Muharram Engkau pertemukan nabi Adam dan sayyidah Hawwa’ di muka bumi, di bulan Muharram Engkau selamatkan nabi Nuh As dan ummatnya, di bulan Muharram Engkau selamatkan nabi Yunus As, di bulan Muharram Engkau selamatkan nabi Ibrahim As, di bulan Muharram Engkau selamatkan nabi Musa As dan kaumnya, di bulan Muharram Engkau terima tobat nabi Daud As, di bulan Muharram Engkau berikan kerajaan kepada nabi Sulaiman, di bulan Muharram Engkau persatukan nabi Ya’qub As dan nabi Yusuf As, di bulan Muharram Engkau buka Madinah Al Munawwarah untuk kaum muslimin berhijrah, di bulan Muharram pula Engkau berikan kepada kami kemuliaan puasa ‘asyuraa yang menghapus dosa setahun yang lalu (HR. Muslim). Maka kita berdoa demi kemuliaan bulan Muharram, semoga Allah subhanahu wata’ala melimpahkan kepada kita anugerah-anugerah agung, sebagaimana anugerah yang diberikan kepada para nabi dan rasul serta umat-umat sebelum kita. Ya Allah mereka semua telah menikmati dan melewati anugerah-anugerah itu, namun Engkau Yang Maha memberi dan membagikan kemuliaan di bulan Muharram masih tetap ada, maka kami memanggil namaMu Yang Maha Luhur untuk Engkau jawab doa dna munajat kami.

فَقُوْلُوْا جَمِيْعًا
Ucapkanlah bersama-sama

َياالله...يَاالله... ياَالله.. ياَرَحْمَن يَارَحِيْم ...لاَإلهَ إلَّاالله...لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ اْلعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ...لاَ إِلهَ إِلَّا الله رَبُّ اْلعَرْشِ اْلعَظِيْمِ...لاَ إِلهَ إلَّا اللهُ رَبُّ السَّموَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ اْلعَرْشِ اْلكَرِيْمِ...مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ،كَلِمَةٌ حَقٌّ عَلَيْهَا نَحْيَا وَعَلَيْهَا نَمُوتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنَ اْلأمِنِيْنَ

Komentar