Asy-Syahid Syaikh Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy, Imam Besar Abad Ini


Selalu ada rasa pedih menusuk hati, jika mendengar kabar wafatnya seorang ulama. Kehilangan seorang ulama, bukan hanya kehilangan sebuah jiwa. Tetapi, peristiwa itu bisa menjadi salah satu sebab dicabutnya ilmu dari muka bumi ini.  Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنْ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا

“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu sekaligus dari para hamba, akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan diwafatkannya para ulama, sehingga apabila ulama tidak tersisa lagi, orang-orang akan mengambil pemimpin-pemimpin (agama) yang bodoh, mereka ditanyai lalu berfatwa dengan tanpa ilmu, mereka sesat dan menyesatkan”. (HR Bukhari dan Muslim).

Ya, karena mereka itulah sejatinya para pewaris nabi. Al ‘ulama waratsatul anbiya! Karena merekalah, kita mendapatkan terang benderangnya jalan keselamatan selama di dunia. Dari Abu Darda r.a., dia berkata: ”Sesungguhnya Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda,  siapa yang menempuh jalan yang di sana ia mencari ilmu Allah mudahkan jalan ke surga-Nya. Sesungguhnya malaikat  meletakkan sayap-sayapnya sebagai tanda dukungannya kepada pencari ilmu. Sesungguhnya mahkluk Allah yang ada di langit  dan di bumi, hingga ikan paus di laut pun memanjatkan ampunan bagi pencari ilmu. Sesungguhnya keutamaan seorang berpengetahuan atas seorang tukang ibadah seperti keutamaan bulan atas seluruh benda bercahaya di langit. Sesungguhnya ulama itu para pewaris para nabi dan para nabi itu tidak mewarisi (uang) dinar dirham mereka hanya mewariskan ilmu siapa  yang mengambil ilmu ulama dia telah mendapat bagian yang banyak” (HR Ibnu Majah). 

Siapa Beliau ?
Syaikh Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy adalah salah satu ulama terpandang, yang sering menjadi ikon ulama suni sedunia yang bermazhab Syafi’i. Beliau memiliki nama lengkap Muhammad Sa’id ibn Mula Ramadhan ibn Umar al-Buthy. Beliau lahir pada tahun 1929 di Desa Jilka, Pulau Buthan (Ibnu Umar), sebuah kampung yang terletak di bagian utara perbatasan antara Turki dan Irak. Ia  berasal dari suku Kurdi, yang hidup da­lam berbagai tekanan kekuasaan Arab Irak selama berabad-abad, dari sebuah keluarga yang cerdas dan taat beragama. Putera dari Syekh Mula Ramadhan, seorang ulama besar di Turki. Usai peristiwa kudeta Kemal Attatruk, Sa’id ikut keluarganya pindah ke Syiria. Guru pertama baginya adalah ayahnya sendiri. Ayahnya pula yang memulai menanamkan pendidikan yang bermanfaat dan membesarkannya dengan wawasan keilmuan yang tinggi. Dengan segala kecerdasannya, Sa’id sendiri haus akan ilmu dan memiliki ingatan yang mengagumkan.

Bersama ayahnya, Syaikh Mula Ramadhan, dan anggota keluarganya yang lain, Al Buthi hijrah ke Damaskus pada saat umurnya baru empat tahun. Ayahnya adalah sosok yang amat dikaguminya. Pendidikan sang ayah sangat mem­be­kas dalam sisi kehidupan intelektual­nya. Ayahnya memang dikenal sebagai seorang ulama besar di Damaskus. Bu­kan saja pandai mengajar murid-murid dan masyarakat di kota Damaskus, Syaikh Mula juga sosok ayah yang pe­nuh perhatian dan tanggung jawab bagi pendidikan anak-anaknya.
Dalam karyanya yang mengupas biografi kehidupan sang ayah,Al Fiqh Al Kamilah li Hayah Asy Syaikh Mula Al Buthi Min Wiladatihi Ila Wafatihi, Syaikh Al Buthi mengurai awal perkembangan Syaikh Mula dari masa kanak-kanak hingga masa remaja saat turut berpe­rang dalam Perang Dunia Pertama. Ke­mudian menceritakan pernikahan ayah­nya, berangkat haji, hingga alasan ber­hijrah ke Damaskus, yang di kemudian hari menjadi awal kehidupan baru bagi keluarga asal Kurdi itu.

 

Masih dalam karyanya ini, Al Buthi menceritakan kesibukan ayahnya dalam belajar dan mengajar, menjadi imam dan berdakwah, pola pendidikan yang dite­rapkannya bagi anak-anaknya, ibadah dan kezuhudannya, kecintaannya ke­pada orang-orang shalih yang masih hi­dup maupun yang telah wafat, hubungan baik ayahnya dengan para ulama Da­maskus di masa itu, seperti Syaikh Abu Al Khayr Al Madani, Syaikh Badruddin Al Hasani, Syaikh Ibrahim Al Gha­layayni, Syaikh Hasan Jabnakah, dan lainnya, yang menjadi mata rantai tabarruk bagi Al Buthi. Begitu besarnya atsar (pengaruh) dan kecintaan sang ayah, hingga Al Buthi begitu terpacu untuk menulis karyanya tersebut.
 

Dari Damaskus ke Kairo 
Muhammad Sa’id Ramadhan Al Buthi muda me­nyelesaikan pendidikan menengahnya di Institut At Tawjih Al Islami di Damas­kus. Kemudian pada tahun 1953 ia me­ninggalkan Damaskus untuk menuju Me­sir demi melanjutkan studinya di Univer­sitas Al Azhar. Dalam tempo dua tahun, ia berhasil menyelesaikan pendidikan sarjana S1 di bidang syari’ah. Pada ta­hun berikutnya di universitas yang sama, ia mengambil kuliah di Fakultas Bahasa Arab hingga lulus dalam waktu yang cu­kup singkat dengan sangat memuaskan dan mendapat izin mengajar bahasa Arab.
 

Kemahiran Al Buthi dalam bahasa Arab tak diragukan. Sekalipun bahasa ini adalah bahasa ibu orang-orang Arab seperti dirinya, sebagaimana bahasa-bahasa terkemuka dalam khazanah per­adaban dunia, ada orang-orang yang me­mang dikenal kepakarannya dalam bidang bahasa, dan Al Buthi adalah sa­lah satunya yang menguasai bahasa ibu­nya tersebut. Di samping itu, kecende­rungan kepada bahasa dan budaya mem­buatnya senang untuk menekuni ba­hasa selain bahasa Arab, seperti ba­hasa Turki, Kurdi, bahkan bahasa Ing­gris.
 

Selulusnya dari Al Azhar, Al Buthi kembali ke Damaskus. Ia pun diminta untuk membantu mengajar di Fakultas Syari’ah pada tahun 1960, hingga ber­turut-turut menduduki jabatan struktural, dimulai dari pengajar tetap, menjadi wa­kil dekan, hingga menjadi dekan di fakul­tas tersebut pada tahun 1960.
 

Lantaran keluasan pengetahuannya, ia dipercaya untuk memimpin sebuah lembaga penelitian theologi dan agama-agama di universitas bergengsi di Timur Tengah itu.
 

Tak lama kemudian, Al Buthi diutus pimpinan rektorat kampusnya untuk melanjutkan program doktoral bidang ushul syari’ah di Al Azhar hingga lulus dan berhak mendapatkan gelar doktor di bidang ilmu-ilmu syari’ah.
 

Aktivitasnya sangat padat. Ia aktif mengikuti berbagai seminar dan konfe­rensi tingkat dunia di berbagai negara di Timur Tengah, Amerika, maupun Eropa. Hingga saat ini ia masih menjabat salah seorang anggota di lembaga pene­li­tian kebudayaan Islam Kerajaan Yordania, anggota Majelis Tinggi Pena­sihat Yayasan Thabah Abu Dhabi, dan anggota di Majelis Tinggi Senat di Universitas Oxford Inggris.
 

Dan tahun 2012 lalu, beliau menjadi ketua Ikatan Ulama Bilad Asy Syam.
 

Penulis yang Sangat Produktif  
Syaikh Al Buthi adalah seorang penulis yang sangat produktif. Karyanya menca­pai lebih dari 60 buah, meliputi bidang syari’ah, sastra, filsafat, sosial, masalah-masalah kebudayaan, dan lain-lain. Be­berapa karyanya yang dapat disebutkan di sini, antara lain:
* Al Mar‘ah Bayn Thughyan An Nizham Al Gharbiyy wa Latha‘if At Tasyri’ Ar Rabbaniyy
* Al Islam wa Al ‘Ashr
* Awrubah min At Tiqniyyah ila Ar Ruhaniyyah: Musykilah Al Jisr Al Maqthu’
* Barnamij Dirasah Qur‘aniyyah
* Syakhshiyyat Istawqafatni
* Syarh wa Tahlil Al Hikam Al ‘Atha‘iyah
* Kubra Al Yaqiniyyat Al Kauniyyah
* Hadzihi Musy­ki­latuhum
* Wa Hadzihi Musykilatuna
* Kalimat fi Munasabat
* Musyawarat Ijtima’iyyah min Hishad Al Internet
* Ma’a An Nas Musyawarat wa Fatawa
* Manhaj Al Hadharah Al Insaniyyah fi Al Qur‘an
* Hadza Ma Qultuhu Amama Ba’dh Ar Ru‘asa‘ wa Al Muluk
* Yughalithunaka Idz Yaqulun
* Min Al Fikr wa Al Qalb
* La Ya‘tihi Al Bathil
* Fiqh As Sirah
* Al Hubb fi Al Qur‘an wa Dawr Al Hubb fi Hayah Al Insan
* Al Islam Maladz Kull Al Muj­tama’at Al Insaniyyah
* Azh Zhullamiyyun wa An Nuraniyyun
* Muhadharat Fil Fiqhil Muqharin Ma’a Muqaddimati Fi Bayani Asbabi Ikhtilafi Al Fuqaha’ Wa Ahammiyyati Dirasatil Fiqhil Muqarin
* Al Islam Maladz Kulli Mujtama’at Insaniyyah; Limadza Wa Kaifa?
* Al Jihad Fil Islam; Kaifa Nafhamuhu? Wa Kaifa Numarisuhu?
* Salafiyyah; Marhalah Zamaniyyah Mubarakah La Madzhab Islami
* Al ‘Uqhubat Islamiyyah; wa ‘Aqduhu At Tanaqhudhu bainaha Wa baina Ma Yusamma bi Thabi’ihal ‘Ashri
* Hurriyatul Insan Fi Dhilli ‘Ubudiyyahatihi Lillah
* Difa’ ‘An Islam Wa Tarikh
* Al Islam Wa ‘Asru; Tahaddiyat Wa ‘Afaq
* Al Aqidah Al Islamiyyah wa Al Fikr al Mu’asirah
* Al La Madzhabiyyah Akhtaru Bid’atin Tuhaddidu as Syari’ah Al Islamiyyah
* Al Mazdhab al Iqtishady Baina Syuyu’iyyah Wal Islam
* Dhawabitu Al Maslahat Fi As Syariah al Islamiyyah
* Fi Sabilillahi Wa Al Haq
* Hiwar Haula Musykilati Hadhariyyah
* Mabahitsul Kitab Wa As Sunnah min ‘Ilmi Ushulil Fiqhi
* Mamuzain, Qishatu Hubbub Nabati Fi Al Ardhi wa Aina’u fi As Sama’, Mutarjamah
* Manhaj Al ‘Audah Ilal Islam
* Masalatu Tahdidi an Nashli Wiqayatn wa ‘Ilajan
* Min Al fikri wa Al Qalbi
* Min Rawaiyl Qur’an
* Naqdul Auhami Al Maddiyah Al Jadaliyah
* Tajribatut Tarbiyah Al Islamiyyah Fi Mizan Al Bahts
* Al Insan Wa Adatullahi Fi Al Ardli
* Al islamu Wa Muskilatus sabab
* Bathinul Ismi al Khatar Fi Hayatl Muslimin
* Hakadza Fal Nad’u al Islam
* Ila Kulli Fatatin Tu’minu Billah
* Man Huwa Sayyidu al Qadri fi Hayatil Insan
* Minal Mas’ul ‘An Takhallufi Al Muslimin
* Min Asrari Al Manhaj Al Islami

 

Gaya bahasa Al Buthi istimewa dan menarik. Tulisannya proporsional de­ngan tema-tema yang diusungnya. Tu­lisannya tidak melenceng dan keluar dari akar permasalahan dan kaya akan sum­ber-sumber rujukan, terutama dari sum­ber-sumber rujukan yang juga diambil lawan-lawan debatnya.
 

Akan tetapi bahasanya terkadang ti­dak bisa dipahami dengan mudah oleh ka­langan bukan pelajar, disebabkan un­sur falsafah dan manthiq, yang memang ke­ahliannya. Oleh karena itu, majelis dan ha­laqah yang diasuhnya di berbagai tempat di keramaian kota Damaskus menjadi sarana untuk memahami karya-karyanya. Walau demikian, sebagaimana di­tuturkan pecinta Al Buthi, di samping mam­pu membedah logika, kata-kata Al Buthi juga sangat menyentuh, sehingga mampu membuat pembacanya berurai air mata.
 

Di Indonesia, karyanya yang paling banyak digemari adalah Fiqh As Sirah. Kitab ini mengupas tentang faidah-faidah yang  dapat dipetik dari perjalanan kehidupan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, utamanya dari sisi dakwah dan mendirikan peradaban Islam.
 

Bahkan, karena kitab ini sering dijadikan rujukan oleh aktivis Ikhwanul Muslimin, banyak yang menyangka bahwa beliau adalah tokoh Ikhwan, padahal bukan. Dan beliau sendiri pernah berselisih pendapat dengan Ikhwan. Selain itu banyak juga yang menyangka bahwa beliau adalah menantu Syaikh Hasan Al Banna, pendiri Ikhwanul Muslimin, karena kebetulan namanya mirip dengan Ustadz Sa’id Ramadhan yang pernah tinggal di Suriah dan meninggal 1995.
 

Pembela Madzhab yang Empat  
Syaikh Muhammad Sa’id Ramadhan Al Buthi mengasuh halaqah pengajian di masjid Damaskus dan beberapa masjid lainnya di seputar kota Damaskus, yang diasuhnya hampir tiap hari. Majelis yang diampunya selalu dihadiri ribuan ja­ma’ah, laki-laki dan perempuan. Selain mengajar di berbagai hala­qah, ia juga aktif menulis di berbagai me­dia massa tentang tema-tema keislaman dan hukum yang pelik, di antaranya ber­bagai pertanyaan yang diajukan kepada­nya oleh para pembaca. Ia juga menga­suh acara-acara dialog keislaman di be­berapa stasiun televisi dan radio di Timur Tengah, seperti di Iqra‘ Channel dan Ar Risalah Channel.
 

Dalam hal pemikiran, Al Buthi diang­gap sebagai tokoh ulama  Ahlus Sunnah  wal Jama’ah yang gencar membela kon­sep-konsep Madzhab yang Empat dan aqidah Asy’ariyah, Maturidiyah, Al Gha­zali, dan lain-lain. Karena itulah beliau pernah berselisih dengan Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani. Ber­bekal pengetahuannya yang amat men­dalam dan diakui berbagai pihak, ia me­re­dam berbagai permasalahan yang tim­bul dengan fatwa-fatwanya yang ber­ta­bur hujjah dari sumber yang sama yang dijadikan dalil para lawan debatnya. Ujar­an-ujaran Al Buthi juga menyejuk­kan bagi yang benar-benar ingin mema­hami pemikirannya.
 

Al Buthi bukan hanya seorang yang pandai di bidang syari’ah dan bahasa, ia juga dikenal sebagai ulama Sunni yang multidisipliner. Ia dikenal alim da­lam ilmu filsafat dan aqidah, hafizh Qur’an, mengua­sai ulumul Qur’an dan ulu­mul hadits de­ngan cermat. Sewaktu-waktu ia melaku­kan kritik atas pemikiran filsafat materia­lisme Barat, di sisi lain ia juga melakukan pembelaan atas ajaran dan pemikiran madzhab fiqih dan aqidah Ahlus Sunnah.
 

Di era 1990-an, Al Buthi telah me­nam­pakkan intelektualitasnya dengan menggunakan sarana media informasi, seperti televisi dan radio. Ini demi meng­usung pemikiran-pemikirannya yang ta­wassuth(menengah) di tengah gerakan-gerakan Islam yang bermunculan.
 

Sayangnya, kedekatannya dengan penguasa politik Suriah saat itu, Hafizh Al Assad, menjadi bumbu tak sedap di ka­langan pemerhati politik. Namun kede­kat­annya itu juga menjadi siasat politik Suriah dalam menyokong perjuangan Hamas (Harakah Al Muqawamah Al Islamiyah) dalam menghadapi aneksasi Israel, sekalipun beberapa pandangan­nya bertolak belakang dengan gerakan-gerakan semacam itu.
 

Tokoh Sufi Kontemporer  
Syaikh Al Buthi juga dikenal sebagai tokoh tasawuf kontemporer. Di Masjid Al Buthi, Damaskus, setiap Jumat bakda Ashar, Syaikh Al Buthi membahas kitab Ar Risalah Al-Qusyairiah yang disampaikan langsung olehnya.
 

Dalam tasawuf, Syaikh Al Buthi termasuk yang berada di posisi moderat. Ia berusaha menempatkan dirinya pada posisi yang paling tepat dalam menghadapi persoalan tasawuf, antara kelompok yang menolak dan kelompok yang berlebihan menerimanya.
 

Syaikh Al Buthi menerangkan bahwa istilah tasawuf adalah istilah yang tidak memiliki asal. Memang ada yang mengatakan bahwa Tasawuf berasal dari kata Shuuf (bulu domba), Ahlus Shuffah (penghuni Shuffah), Shafaa (jernih), Shaff (barisan) dan lain-lain. Namun teori-teori itu tidak ada yang tepat menurut beliau sebagaimana disebutkan oleh Imam Al-Qusyairi sendiri dalam kitabnya. Namun yang menjadi fokus pembahasan bukanlah itu, yaitu meributkan masalah nama atau istilah yang takkan pernah ada habisnya, karena setiap orang bisa membuat istilah sesuka hatinya. Yang menjadi fokus adalah substansinya. Oleh karena itu, ada sebuah ungkapan yang sudah sangat masyhur di kalangan para ulama dan santri, “La musyahata fil ishthilah (tidak perlu ribut karena membahas istilah).”
 

Banyak orang berbondong-bondong mengumandangkan genderang dan mengibarkan bendera perang terhadap apa yang disebut Tasawuf. Buku-buku ditulis, pengajian-pengajian digelar, perang opini dikobarkan. Semuanya dengan satu tujuan, memberangus Tasawuf dari muka bumi. Sementara itu, di sisi lain berbondong-bondong pula orang yang siap membela mati-matian Tasawuf. Padahal, banyak di antara mereka yang tidak mengerti dan tidak memahami apa hakikat dari istilah Tasawuf itu sendiri. Ironis.
 

Syaikh Al Buthi berkata, “Jika tasawuf yang kalian maksud itu adalah pelanggaran-pelanggaran terhadap syariat seperti ikhtilath (campur baur) laki-laki dengan perempuan dan lain-lain, maka aku akan berdiri bersama kalian dalam memerangi tasawuf. Namun jika yang kalian perangi adalah perkara-perkara yang memang berasal dari Islam seperti tazkiyatun nafs (penyucian jiwa), akhlak dan lain-lain, maka berhati-hatilah!”
 

Beliau juga sering mengulang-ulang perkataan ini, “Namailah sesuka kalian: tasawuf, tazkiyah, akhlak atau yang lainnya selama substansinya sama.”
 

Menurutnya  istilah tidaklah sedemikian penting dibandingkan dengan subtansinya selama dalam batas-batas yang bisa ditolerir. Syaikh Al-Buthi bahkan menegaskan dalam ceramahnya, “Saya sengaja berusaha sebisa mungkin untuk tidak menggunakan istilah tasawuf dalam kitab saya, Syarah Hikam Athaillah, demi menjaga perasaan saudara-saudara kami yang sudah termakan opini bahwa tasawuf bukanlah dari Islam.”
 

Revolusi Musim Semi Arab 
Pada saat prahara Revolusi Musim Semi Suriah 2011 hingga kini untuk menggulingkan pemerintahan Basyar Al Assad, secara mengejutkan ia mengambil sikap yang berseberangan dengan kelompok Islamis lainnya. Secara politis ia mendukung rezim Basyar Al Assad dan sekutunya Hizbullah Lebanon. Salah seorang murid beliau menjelaskan bahwa keputusan Syaikh Al Buthi tidak mendukung revolusi adalah karena ia tidak menyetujui cara-cara kekerasan atau perang yang dilakukan aktivis Islam dan mujahidin dari Ikhwanul Muslimin, Salafi, Al Qaidah, dan lainnya. Ia memandang bahwa revolusi berdarah memiliki mudharat yang lebih besar daripada menanggung kezhaliman rezim Basyar Al Assad.
 

Ia menyetujui perubahan rezim dan perbaikan pemerintahan Suriah yang dilakukan secara damai melalui reformasi dan bukan revolusi. Atas sikapnya tersebut ia mendapat kritikan tajam dari berbagai kalangan dan mendapat dukungan dari kalangan yang lain.
 

Kamis 22 Maret 2013 malam, seperti biasanya Syaikh Al Buthi mengisi kajian tafsir Al Quran pekanan di Masjid Al Iman, Mazra’a, Damaskus. Kajian ini dilaksanakan selepas shalat Maghrib. Namun, saat kajian berlangsung seorang pelaku bom bunuh diri meledakkan bom di tengah-tengah majelis ilmu yang sedang diampunya.
 

Dalam kejadian tersebut Syaikh Muhammad Sa’id Ramadhan Al Buthi meninggal dunia bersama 42muridnya, sedangkan 84 lainnya mengalami luka-luka, termasuk cucu Syaikh Al Buthi.
 

Menanggapi kematian Syaikh Al Buthi, salah satu rekannya dalam dunia tasawuf, Al Habib Ali Al Jufri mengabarkan keadaan beliau sebelumnya, “Aku telah meneleponnya dua minggu lalu dan beliau (Syaikh Al Buthi) berkata pada akhir perkataannya: ‘Tidak tinggal lagi umur bagiku melainkan beberapa hari yang boleh dihitung. Sesungguhnya aku sedang mencium bau surga dari belakangnya. Jangan lupa, wahai Saudaraku, untuk mendoakanku.’”
 

Beberapa hari sebelum kewafatannya, beliau juga berkata, “Setiap apa yang berlaku padaku atau yang menuduhku atas ijtihadku, maka aku harap ia tidak terlepas dari ganjaran ijtihad.” Maksud Syaikh Al Buthi adalah bahwa dalam ijtihad yang betul mendapat dua ganjaran dan yang tidak mendapat satu ganjaran, sebagaimana hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
 

Selain itu beredar kabar juga, bahwa Syaikh Al Buthi akhir-akhir ini mendoakan kehancuran rezim Syiah Nusairiyah yang dipimpin Basyar Al Assad, dan sedang dikawal ketat oleh pihak tentara.
 

Semoga Allah membalas segala kebaikan beliau dan mengampuni segala kesalahan beliau.
 
Tanggapan terhadap Wafatnya Asy-Syahid Al-Buthi, Imam Besar Abad Ini
INNAA LILLAAHI WA INNAA ILAIHI ROOJI'UUN... Pada hari Kamis 09 Jumadil Awwal 1434 H/ 21 Maret 2013 M, malam Jum'at, telah gugur menjadi SYAHID guru kami tercinta ASY-SYEIKH MUHAMMAD SA'ID RAMADHAN AL-BUTHI ASY-SYAFI'I AL-ASY'ARI bersama 23 muridnya saat usai ta'lim rutin di Masjid Jami' Al-Iman - Damascus - Syiria karena DIBOM di dalam Masjid. Entah siapa pelakunya???

Ya Robb, Engkau Maha Tahu siapa pelakunya, maka hancurkan mereka, karena telah membunuh salah seorang Ulama Besar yang menjadi Wali-Mu ... !!!
 
 Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI), Habib Muhammad Rizieq Syihab, menyesalkan kelompok yang telah menghina AL-BUTHI:

Ingat Hadits: "Udzkuruu Mahaasina Mautaakum" Jadi, tidak pantas kata HINAAN dilontarkan buat saudara muslim yang telah wafat, apalagi yang wafat adalah SYAHID seperti Al-Buthi. Al-Buthi Asy-Syafi'i Al-Asy'ari adalah ULAMA BESAR ASWAJA ABAD INI, dia SHOLEH serta ZUHUD. Siapa anda yang mau menghina Al-Buthi ?!!

Soal Al-Buthi tidak bergabung dengan MUJAHIDIN SYRIA, dia punya alasan sendiri yang wajib kita hormati, walau pun belum tentu kita sepakat, antara lain.
* Pertama, usia yang sudah lanjut.
* Kedua, Al-Buthi sibuk habiskan usia buat ilmu, belajar mengajar dan mangarang kitab.
* Ketiga, Mujahidin masih bergabung dengan barisan KAFIR dan LIBERAL serta memperoleh senjata dari AS dan sekutunya, sehingga beliau khawatir konflik Syria hanyalah permainan konspisari Asing.
* Keempat, Al-Buthi bukan satu-satunya Ulama Aswaja Syria yang tidak bergabung dengan Mujahidin.
* Kelima, Al-Buthi ulama yang berilmu mumpuni, sehingga berhak Ijtihad, jika benar ijtihadnya dapat dua pahala dan jika salah dapat satu pahala.
* Keenam, Al-Buthi punya perjanjian politik dengan Dinasti Al-Asad jauh sebelum ada pemeberontakam, dan beliau orang yang tidak suka khianat dengan janjinya.
* Ketujuh, perjanjian politik tersebut ketika itu telah berhasil menghindari pembantaian Aswaja yang sebelumnya sering terjadi.
* Kedelapan, perjanjian politik tersebut telah berhasil membebaskan Ulama Aswaja yang banyak dipenjara oleh Dinasti Al-Asad.
* Kesembilan, perjanjian tersebut telah menyelamatkan bangsa Kurdi dari kejaran militer Al-Asad.
* Kesepuluh, perjanjian tersebut telah berhasil mengizinkan Ulama Syria yang lari ke luar negeri untuk kembali seperti Syeikh Abdul Fatah Abu Ghuddah.
* Kesebelas, perjanjian tersebut telah berhasil memperkenankan Ulama luar Syria tampil di Syria untuk berda'wah, seperti Syeikh Yusuf Al-Qordhowi.
* Kedua belas, tidak ada satu pun Ulama Aswaja Syria yang menyalahkan, apalagi menghina Al-Buthi terhadap ijtihad politiknya, kecuali kelompok yang memang suka dan sering mengkafirkan muslim lain yang berbeda pendapat dengan dia.

Karenanya, Kami FPI membela MUJAHIDIN SYRIA melawan BASYAR AL-ASAD yang ZOLIM, tapi kami tetap harus jaga AKHLAQ terhadap ULAMA ASWAJA SYRIA yang tidak gabung dengan Mujahidin. Itu persoalan IJTIHAD POLITIK, mereka lebih tahu situasi negeri mereka daripada kita. Siapa pun PELAKU BOM BUNUH DIRI yang menggugurkan Al-Buthi dan 23 muridnya di DALAM MASJID, dan apa pun alasannya, maka hal tersebut tidak bisa dibenarkan.

ANDAIKATA MUJAHIDIN SYRIA yang melakukan itu, maka mereka yang salah jalan, bukan Al-Buthi. Semoga pelakunya bukan dari kalangan MUJAHIDIN sebagaimana PERNYATAAN RESMI yang dikeluarkan oleh Persatuan Ulama Syria yang dipimpin oleh Asy-Syeikh Muhammad Ali Ash-Shobuni sbb:


1. Kami mengutuk penyerangan sejumlah masjid, ulama dan warga sipil yang tidak bersalah. Kami juga mengutuk segala macam tindakan pembunuhan tanpa alasan yang jelas. Dan kami menolak semua tuduhan bahwa ini adalah tindakan para mujahidin yang telah mengabdikan dirinya untuk membela darah, kehormatan dan kesucian kaum muslimin.


2. Kami yakin bahwa tindakan seperti ini adalah perbuatan rezim Asad yang sering menyerang masjid-masjid, tempat-tempat ibadah dan membunuhi para ulama. Perbuatan seperti ini bukanlah suatu hal baru yang dilakukan rezim jahat dan para intelijennya yang licik.

Seperti diketahui dalam perjalanan bangsa Suriah, rezim Bashar Assad tidak segan-segan membunuh dan menyerang simbol-simbol penting setelah merasa bahwa hal itu sudah tidak berguna lagi, atau takut kalau mereka balik menyerang rezim, kemudian dengan berpura-pura, mereka mengucapkan bela sungkawa dan menyematkan pada orang-orang yang mereka bunuh sebagai syahid dan menggelar acara untuk memperingatinya.

Selain itu, ada tuduhan bahwa FPI membela Al-Buthi karena Ashobiyyah sama-sama bermadzhab Syafi'i dan Asy-'Ari. Terkait hal itu, Habib Muhammad Rizieq Syihab memberikan jawaban sebagai berikut:

Bahwa membela Ulama ASWAJA yang mati DIBUNUH secara ZHOLIM saat usai TA'LIM bersama para muridnya di dalam MASJID dengan BOM BUNUH DIRI itu bukan ASHOBIYYAH, karena itu membela yang benar.

Yang ASHOBIYYAH itu: membela Pelaku BOM BUNUH DIRI yang telah membunuh Ulama ASWAJA di dalam MASJID saat usai TA'LIM bersama para muridnya. Kok sudah salah dibela ???!!! Camkan !

Karenanya, bagi mereka yang tetap "NGOTOT" merendahkan Asy-Syahid Al-Buthi: Silakan tunjukan ULAMA ASWAJA SYRIA mana yang membenarkan PEMBUNUHAN AL-BUTHI ???!!! " Haat Burhaanakum in Kuntum Shoodiqiin"…

Bagi yang membenci Al-Buthi dengan FITNAH bahwa Al-Buthi ANTEK DINASTI AL-ASAD, takutlah kepada Allah SWT, karena Fitnah lebih berat dari pada pembunuhan. Jagalah lisan dan sikap anda di Indonesia yang mayoritas ASWAJA, karena di Indonesia Al-Buthi punya banyak murid dan pengikut. Jangan lagi undang polemik dan perpecahan!!!

Perlu dicatat, Al-Habib Ali Al-Jufri mengatakan: “Aku telah menelefonnya dua minggu sebelum kewafatannya dan beliau (Syeikh Dr. M. Said Ramadhan Al-Buthi) berkata pada akhir percakapan: “Tidak akan lama umurku melainkan beberapa hari lagi. Sesungguhnya aku sedang mencium bau surga dari belakangnya. Jangan lupa wahai saudaraku untuk mendoakan aku.”

Dan pada beberapa hari sebelum kewafatannya, Syekh Dr. M. Said Ramadhan Al-Buthi berkata: “Setiap apa yang berlaku padaku atau yang menuduhku daripada ijtihadku, maka aku harap ia tidak terlepas dari ganjaran ijtihad (yang ijtihadnya betul mendapat dua ganjaran dan yang keliru mendapat satu ganjaran).”

Selamat jalan Mujahid Sejati, surga menantimu !

Wallaahul Musta'aan 


SUMBER 1 SUMBER 2

Komentar