Rasulullah SAW adalah sosok yang senang
berolahraga. Beliau menganjurkan para sahabat berlatih memanah, dan
beliau sendiri adalah pemanah ulung. Beliau menganjurkan mereka berlatih
menunggang kuda, dan beliau sendiri penunggang kuda yang lihai. Beliau
menganjurkan mereka berenang, dan beliau perenang yang mahir.
Semua kecakapan dan kepiawaian fisik
Rasulullah SAW memang tidak dikenal luas. Beliau lebih terkenal dengan
sifat yang lebih mulia, lebih utama, lebih pantas, dan lebih dibutuhkan
umatnya – yaitu kasih sayang – sebagaimana firman Allah, “Dan tidaklah
Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”
Firman-Nya lagi, “Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari
kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaannmu, sangat
menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amal belas kasihan lagi
penyayang terhadap orang-orang mukmin”
Sifat kasih adalah sifat yang paling
nampak dalam diri Rasulullah SAW, padahal di balik sifat ini masih
tersimpan sejumlah sifat lain. Di balik akhlak beliau juga terdapat
akhlak lain. Beliau memiliki kecakapan dan kepiawaian yang beragam.
Beliau pemberani dan penunggang kuda ulung. Ali bin Abi Thalib RA Pernah
berkata, “Jika kami kepanasan dalam peperangan, kami segera mendekati
Rasulullah SAW”
Pembaca mungkin tidak lupa peristiwa yang terjadi saat Perang Hunain berkobar. Saat orang lari pontang panting, beliau tetap kukuh di atas keledainya seraya berteriak
lantang, “Aku adalah Nabi. Dan aku adalah Ibnu Abdul-Muthalib.” “Apakah kalian lari meninggalkan
Rasulullah SAW dalam perang Hunain?” tanya seseorang pada Al-Bara’ bin
Azib. “Benar, tapi Rasulullah SAW tidak melarikan diri. Sesungguhnya
orang-orang Hawazin adalah pemanah ulung. Saat kami berhadapan dengan
mereka, mereka berhasil memukul mundur hingga kami lari ponting-panting.
Namun Rasulullah SAW tidak lari. Sungguh, aku melihat beliau di atas
punggung keledainya yang berwarna putih, dan Abu Sufyan mengambil tali
kekang kuda beliau pada saat beliau berkata dengan lantang, “Aku adalah
Nabi. Aku adalah putra Abdul Muthalib.” (HR Bukhari)
Kisah di atas merupakan fakta yang menunjukkan keberanian dan keperkasaan Rasulullah SAW. Beliau menunggang keledai, padahal keledai adalah hewan yang tidak bisa
lari kencang. Orang tidak akan mampu menyelamatkan diri dengan
menunggangi keledai. Beliau juga berseru dengan lantang, “Aku adalah
seorang nabi dan tidak ada kedustaan. Aku adalah putra Abdul-Muthalib”
Dalam ungkapan ini yang dimaksud adalah diri beliau sendiri. Dapat
dibayangkan betapa beraninya Rasulullah SAW, di saat orang-orang yang berjuang membela
Tuhan dan membela dirinya gugur berjatuhan, saat pejuang yang berperang
di bawah naungan dan panji-panjinya syahid satu persatu. Sementara yang
lain berusaha menyelamatkan diri, beliau malah berteriak lantang ”Aku
adalah Muhammad! Aku adalah putra Abdullah! Aku adalah putra Abdul-
Muthalib!”
Dari peristiwa ini tak dapat diragukan
lagi bahwa beliau adalah sosok pemberani dengan kemampuan luar biasa.
Dari sini juga dapat ditarik kesimpulan bahwa beliau tidak butuh bantuan
dan pertolongan siapa pun setelah mendapat pertolongan dan penjagaan
Allah. Orang-orang yang berada di sekeliling beliau saat itu sebenamya
hanya mengambil manfaat darinya. Karena dengan memberi perlindungan dan
penjagaan diri Rasulullah SAW dari musuh yang mencoba mencelakai, mereka
akan memperoleh keutamaan dan pahala yang amat besar. Dalam sejumlah
kondisi, jelas bahwa Rasulullah SAW tidak membutuhkan mereka. Allah
memperkuat kenyataan ini dengan firman-Nya yang berbunyi, “Jikalau kamu
tidak menolongnya (Muhammad), maka sesungguhnya Allah telah menolongnya”
lewat ayat ini, Allah seakan ingin berkata, “Dia bukan tertolong karena
pedang kalian. Kalian jangan mengira bahwa kalau bukan karena kalian
kemenangan tidak akan diraih. Kalau bukan karena kalian Islam tidak akan
tersebar luas. Risalah tidak akan diketahui orang banyak.” Yang terjadi
sebenarnya adalah “Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammmad), maka
sesungguhnya Allah telah menolongnya.”
Meskipun demikian, mereka tetap bersama
Rasulullah SAW, berada di sebelah kanan, kiri, depan, dan belakang.
Mereka mengeluarkan segala daya dan kemampuan untuk menjaga Rasulullah
SAW. Sebaliknya, Rasulullah SAW juga tidak berat hati untuk
mengungkapkan rasa terima kasih dan mendoakan mereka. Rasulullah SAW
tidak pemah melupakan jasa-jasa mereka, karena memang Rasulullah SAW
adalah sosok yang senang memberi penghargaan atas kebajikan, dan orang
yang gigih memperjuangkannya. Beliau adalah sosok yang paling sempuma.
Para sahabat sendiri tahu bahwa
Rasulullah SAW sejatinya tidak membutuhkan bantuan dan perlindungan
mereka. Rasulullah SAW lakukan semua itu sebagai upaya melaksanakan
perintah Allah yaitu akhdzul asbab. Beliau adalah suri tauladan yang
mengajari manusia memberikan perlindungan. Di samping itu, akhdzul asbab
(menggunakan sebab) merupakan asas masyarakat lslam dan kebudayaan
islami. Kejayaan Islam tidak dibangun di atas pondasi mukjizat dan
kejadian-kejaidan aneh. Mukjizat dan kejadian aneh hanyalah bukti atas
kebenaran risalah dan hanya terjadi saat dibutuhkan. Namun islam jaya
bukan karena dibangun di atas mukjizat dan kejadian-kejadian. Islam
dibangun berdasarkan kaidah, asas, dan dasar yang jelas. Semua ini
merupakan bentuk akhdzul asbâb (menggunakan sebab). Demikianlah sikap
dan tingah laku Rasulullah SAW. Namun demikian, sesekali Allah SWT
memberikan dan memperlihatkan mukjizat yang sesuai pada kesempatan yang
cocok.
Walhasil, tampillah Rasulullah SAW.
sebagai sosok pemberani, pemanah ulung, dan penunggang kuda yang mahir.
Semua sifat ini terekam dalam sejarah dan diabadikan sejumlah hadis
sahih seperti yang akan kita lihat. Suatu ketika penduduk Madinah
dicekam rasa takut. Mereka mendengar suara gemuruh dari luar kota.
Mereka menyangka suara itu berasal dari musuh yang siap meyerang. Pada
saat seperti ini, Rasulullah SAW seharusnya berada di tengah-tengah
mereka sembari dilindung. Temyata kenyataannya tidaklah demikian,
Rasulullah SAW bergegas menunggang kuda liar tanpa pelana dan tali
kekang. Hanya orang yang memiliki kepandaian istimewa dalam menunggang
kuda yang mampu mengendalikan kuda dalam keadaan seperti itu. Beliau
bergegas menunggangi kuda itu dan memeriksa mengitari kota Madinah,
setelah yakin tidak ada musuh, beliau kembali lagi dengan cepat. “Beliau
kembali ke
tempat semula secepat kilat,” kata Anas bin Malik RA.
Anas bin Malik RA bercerita, Rasulullah
SAW. adalah orang yang paling baik, dermawan, dan berani. Pernah suatu
malam penduduk Madinah dikejutkan oleh suara yang kuat. Orang-orang
kemudian berangkat menuju ke arah suara tersebut lalu berjumpa
Rasulullah SAW, ketika itu beliau baru saja pulang dari tempat suara
tersebut. Beliau telah mendahului mereka pergi ke arah suara tersebut.
Pada waktu itu beliau menaiki kuda Abu Talhah. Di leher kuda itu,
terdapat sebilah pedang. Kemudian beliau bersabda, “Kamu tidak perlu
takut, kamu tidak perlu takut.”
Dalam hal berolahraga yang sarat nuansa
kepahlawanan dan keperkasaan Rasulullah SAW. juga menaruh perhatian
besar terhadap urusan-urusan gang sepele. Memberikan berita gembira saat berangkat berjihad mengontrol sendiri persiapan pasukan. memuji prajurit
yang satu dan menegur yang lain, menilai bahwa ini sudah baik dan ini
belum. mengatur taktik perang –kapan waktu untuk memanah, kapan waktu
untuk menyerbu dengan pedang, dan kapan waktu untuk bertahan. Siapa yang
mengatur pasukan dalam Perang Badr? Siapa yang mengatur pasukan dalam
Perang Uhud? Siapa yang mengatur pasukan dalam peperangan yang lain?
Siapa yang menyuruh melepaskan anak panah pada waktu yang tepat? Siapa
yang berkata, “Dalam jarak seperti ini bidikkan panah kalian. Kalau
mereka jauh, maka jangan gunakan panah, karena hal itu akan sia-sia.”
Pada saat itu, satu anak panah sanget berarti dan berharga bagi mereka.
Atas dasar itulah, beliau menyuruh untuk menyimpan busur panah selagi
musuh tidak dekat dan berada di luar jangkauan bidik.
Siapa yang membangkitkan semangat juang?
Beliau berseru, “Bangkitlah wahai Ali!” “Bangkitlah wahai Fulan!”
“Bangkitlah wahai Fulan!” Dialah Nabi Muhammad SAW. Karena menguasai
seni perang secara mendalam, maka jangan heran kalau Rasulullah SAW
sukses mengatur dan meramu strategi perang. Beliau tahu persis orang
yang pantas untuk posisi tertentu, orang yang layak berada di barisan
belakang melindungi beliau. Semua ini beliau tunjukkan dalam perang Badr
yang pecah pada 27 Ramadhan.
Ketika Uthbah bin Rabi’ah, Syaibah bin
Rabi’ah (saudaranya), dan Walid bin Uthbab (putranya) menghambur ke
depan menantang duel satu lawan satu, Rasulullah SAW segera
memerintahkan tiga orang pemuda Anshar meladeni tantangan itu. Mereka
adalah Abdurrahman bin Auf, Mu’adz bin Alharits, dan Abdullah bin
Rawahah. “Siapa kalian?” tanya tiga pendekar quraisy itu. “Kami adalah
ksatria Anshar,” jawab mereka. “Kami tidak ada urusan dengan kalian!”
serga merka. “Suruh tokoh-tokoh dari golongan kami tampil!” lanjutnya.
Mendengat pernyataan itu, Rasulullah SAW segera berseru, “Ubaidiah bin
Harits, Hamzah bin Abdul Muthalib dan kamu Ali bin Abi Thalib, bangkit
dan layani tantangan mereka!”
Ubaidah –yang paling tua—melawan Uthbah,
Hamzah melawan Syaibah, sedangkan Ali melawan Al-Walid bin Uthbab. Duel
satu lawan satu ini dimenangkan oleh semua perwira muslim. Walaupun
pada akhir perang tersebut, ubaidah bin Al-Harits syahid dalam keadaan
kaki tertebas. Saat itu ia menyitir sajak berikut:
Jika mereka memotong kedua kakiku, sunggu aku adalah seorang muslim
Aku berharap Allah menganugerahkan kehidupan mulia karenanya
Allah telah memakain baju terindah padaku
Baju Islam yang menutupi segla keburukan
Aku berharap Allah menganugerahkan kehidupan mulia karenanya
Allah telah memakain baju terindah padaku
Baju Islam yang menutupi segla keburukan
Para sahabat kemudian membawa dan
membaringkannya di dekat Rasulullah SAW, sejurus kemudian, beliau
memegang kaki Ubaidah dan menyentuhkan pipinya pada potongan kaki
tersebut. Melihat penghormatan itu , Uthbab berkata, “Rasulullah,
sekiranya Abu Thalib melihatku, dia pasti sadar bahwa aku lebih berhak
untuk berucap:
Aku menyerahkannya hingga aku terjungkal di sampingnya
Melupakan anak-anak dan juga sanak kerabat
Aku menyerahkannya hingga aku terjungkal di sampingnya
Melupakan anak-anak dan juga sanak kerabat
Selesai menyitir sajak di atas, Uthbab RA menghembuskan napasnya yang
terakhir. Rasulullah SAW berkata, “Aku bersaksi kau gugu8r secara
syahid.”
Rasulullah SAW senantiasa memberi
semangat para sahabat untuk berjuang, berjihda, bertempur dengan
kstaria. Demi mewujudkan semua itu , beliau mengadakan pertandingan
untuk mengetahui siapa yang berhak maju ke medan tempur dan siapa yang
tidak. Dari pertandingan itu juga akan diketahui siapa yang layak turut
berperang dan siapa yang belum.
Terjemahan dari buku Shilah Ar-Riyadhah bin Ad-Din wa Dauruha fi Tansyiati Asy-Syabab Al-Muslim karangan Habib Muhammad bin Alwi Al-Malaki Al-Hasani
Komentar
Posting Komentar