اَلْحَمْدُ ِلله الذي هذانا
لهذا و مَاكُنَّ لنهتَدِي لَوْلاَ ان هذانا الله و الصلاة و لاسلام على
سَيِّدِنَا رسولالله مُحَمَّدٍ بن عبدالله
وَ عَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ وَ مَنْ وَالاَه . اَمَّا بَعْدُ
Banyak
sekali sekarang ini fenomena di masyarakat yang mempergunjingkan
amalan-amalan seputar bulan Sya’ban, khususnya malam nisfu Sya’ban.
Seperti
biasa dengan gegabahnya mereka mengatakan Amalan Malam Nisfu Sya’ban
yang dilaksanakan Muslimin di tanah air tercinta ini seperti membaca
Surah Yasin setelah shalat maghrib pada malam nisfu sya’ban adalah
amalan BID’AH SESAT NERAKA (bagi yang mengamalkan hal bid’ah tersebut). Na’udzubillah min dzaalik.
Menghidupkan malam Nisfu Sya'ban tidak hanya dilakukan di Indonesia saja. Al Azhar sebagai
yayasan pendidikan tertua di Mesir bahkan di seluruh belahan dunia
selalu memperingati malam yang sangat mulia ini. Hal ini karena diyakini
pada malam tersebut Allah akan memberikan keputusan tentang nasib
seseorang selama setahun ke depan. Keutamaan malam nisfu Sya'ban
diterangkan secara jelas dalam kitab Ihya' Ulumuddin karangan Imam Al
Ghazali. Namun tetap saja mereka para anti madzhab menyalahkan jumhur
Umat Islam yang membuat acara nisfu sya’ban tersebut.
Sungguh memprihatinkan aksi mereka ini dalam memvonis BID’AH SESAT NERAKA kepada Muslimin yang melaksanakannya, seolah-olah HANYA merekalah yang mengikuti Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah, dan Muslimin yang lain (selain golongan mereka) adalah SALAH dan AHLI BID’AH.
Fenomena ini kian semakin meresahkan dilingkungan masyarakat Indonesia,
terlebih di Jakarta tercinta ini, mereka mendoktrin pemahaman-pemahaman
mereka ini kepada masyarakat awam dengan berbagai cara, terlebih pada
media internet yang mereka gunakan demi tersyiarnya pemahaman mereka
ini.
Sedikit ulasan kami mengenai keutamaan bulan Sya’ban :
Adapun
didalam sejarah kaum muslimin ada yang berpendapat bahwa pada saat itu
terjadi pemindahan kiblat kaum muslimin dari baitul maqdis kearah
masjidil haram, seperti yang diungkapkan Al Qurthubi didalam menafsirkan
firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
سَيَقُولُ
السُّفَهَاء مِنَ النَّاسِ مَا وَلاَّهُمْ عَن قِبْلَتِهِمُ الَّتِي
كَانُواْ عَلَيْهَا قُل لِّلّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ يَهْدِي مَن
يَشَاء إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ
Yang artinya : “Orang-orang yang kurang akalnya diantara manusia akan berkata : "Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang
dahulu mereka Telah berkiblat kepadanya ?" Katakanlah : "Kepunyaan
Allah-lah timur dan barat; dia memberi petunjuk kepada siapa yang
dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus". (QS. Al Baqarah : 142)
Al
Qurthubi mengatakan bahwa telah terjadi perbedaan waktu tentang
pemindahan kiblat setelah kedatangannya Shallallahu alaihi wa sallam ke
Madinah. Ada yang mengatakan bahwa pemindahan itu terjadi setelah 16
atau 17 bulan, sebagaimana disebutkan didalam (shahih) Bukhori.
Sedangkan Daruquthni meriwayatkan dari Al Barro yang mengatakan, ”Kami
melaksanakan shalat bersama Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam
setelah kedatangannya ke Madinah selama 16 bulan menghadap Baitul
Maqdis, lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala mengetahui keinginan Nabi-Nya,
maka turunlah firman-Nya, ”Sungguh kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit.”. Didalam riwayat ini disebutkan 16 bulan, tanpa ada keraguan tentangnya.
Imam
Malik meriwayatkan dari Yahya bin Said dari Said bin al Musayyib bahwa
pemindahan itu terjadi dua bulan sebelum peperangan badar. Ibrahim bin
Ishaq mengatakan bahwa itu terjadi di bulan Rajab tahun ke-2 H.
Abu
Hatim Al Bistiy mengatakan bahwa kaum muslimin melaksanakan shalat
menghadap Baitul Maqdis selama 17 bulan 3 hari. Kedatangan Rasul
Shallallahu alaihi wa sallam ke Madinah adalah pada hari senin, di malam
ke 12 dari bulan Rabi’ul Awal. Lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala
memerintahkannya untuk menghadap ke arah ka’bah pada hari selasa di
pertengahan bulan sya’ban. (Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an jilid I hal 554)
Karena letaknya yang mendekati bulan Ramadhan, bulan Sya’ban memiliki berbagai hal yang dapat memperkuat keimanan.
Umat
Islam dapat mulai mempersiapkan diri menjemput datangnya bulan termulia
dengan penuh suka cita dan pengharapan anugerah dari Allah Subhanahu wa
Ta’ala karena telah mulai merasakan suasana kemuliaan Ramadhan.
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
ذاكَ
شهر تغفل الناس فِيه عنه ، بين رجب ورمضان ، وهو شهر ترفع فيه الأعمال إلى
رب العالمين، وأحب أن يرفع عملي وأنا صائم -- حديث صحيح رواه أبو داود
النسائي
Yang artinya : ”Bulan Sya'ban adalah
bulan yang biasa dilupakan orang, karena letaknya antara bulan Rajab
dengan bulan Ramadan. Bulan Sya’ban adalah bulan diangkatnya amal-amal.
Karenanya, aku menginginkan pada saat diangkatnya amalku, aku dalam
keadaan sedang berpuasa.” (HR. Abu Dawud dan Nasa'i)
Imam
Bukhari dan Muslim meriwayatkan pengakuan Sayyidah Aisyah Radhiallahu
anha, bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tidak pernah
berpuasa (sunnah) lebih banyak daripada ketika bulan Sya’ban.
Periwayatan ini kemudian mendasari kemuliaan bulan Sya’ban di antara
bulan Rajab dan Ramadhan. Berikut riwayatnya :
مَا
رَأيْتُ رَسُوْلُ الله .صَ. : إسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍِ قَطُّ, إلاَّ
شَهْرَ رَمَضَانَ , وَمَا رَأيْتُهُ فِىْ شَهْرٍ كْثَـَرَ مِنْهُ صِيَامًا
فِي شَعْبَانَ
Didalam hadis lain di jelaskan mengenai keistimewaan bulan Sya’ban :
قال النبي صلى الله تعالى عليه وسلم :
رجبٌ شهر الله وشعبان شهري ، ورمضان شهر أمتي )) أخرجه في الجامع ))
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
“Rajab Bulan (Nya) Allah (Subanahu wa Ta’ala), Sya’ban Bulan-ku (Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam) dan Ramadhan Bulan Umat-ku (Shallallahu alaihi wa sallam)”
Hadis diatas Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menyatakan bahwa Bulan Sya’ban adalah bulan-ku(Shallallahu alaihi wa sallam), dari
hadist ini para Ulama menganjurkan umat Islam untuk memperbanyak
shalawat kepada Nabi Muhammad Shallahu a’laihi wa sallam di bulan
Sya’ban yang mulia ini.
Mengapa para Ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah menganjurkan umat Islam untuk banyak-banyak bershalawat kepada Rasulullah ?
Karena ada Hadist Rasulullah :
قال صلى الله عليه و سلم : "أولى الناس بي يوم القيامة أكثرهم علي صلاة" رواه الترمذي
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
“Manusia yang paling utama pada hari kiamat nanti adalah yang paling banyak bershalawat kepadaku”(Riwayat Turmudzi)
Hadits riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulallah Shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda:
لاَ يُؤْمِنُ أحَدُكُمْ حَتَّى اَكُونَ اَحَبَّ اِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَ وَلدِهِ وَ النَّاسِ اجْمَعِيْنَ
Yang artinya : “Tidak sempurna iman kamu sehingga aku lebih dicintainya daripada anak, ibu-bapa dan manusia seluruhnya.”
Karenanya,
pada bulan ini para Ulama menjelaskan agar Umat Islam saat ini
dianjurkan untuk memperbanyak berdzikir, bershawalat dan meminta ampunan
serta pertolongan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Pada bulan ini,
sungguh Allah banyak sekali menurunkan kebaikan-kebaikan berupa syafaat(pertolongan), maghfirah (ampunan), dan itqun min adzabin naar (pembebasan dari siksaan api neraka).
Malam Nishfu Sya’ban
Secara harfiyah istilah Nisfu Sya’ban berarti hari atau malam pertengahan bulan Sya'ban atau tanggal 15 Sya'ban.
قال
صلى الله تعالى عليه وسلم : (( خمس ليال لاتُرد فيهن الدعوة : أول ليلة من
رجب ، وليلة النصف من شعبان ، وليلة الجمعة ، وليلة الفطر ، وليلة النحر
)) أخرجه السيوطي رحمه الله تعالى في الجامع ، عن ابن عساكر ، عن أبي أمامة
رضي الله تعالى عنه
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
“ 5 (lima) Malam
(yang apabila kita berdo’a pada malam-malam tersebut maka) do’a
(tersebut) tidak di tolak, Awal Malam Bulan Rajab, Malam Nisfu Sya’ban,
Malam Jum’at, Malam Idul Fitri dan Malam Idul Adha”.
Imam
Ghazali mengistilahkan malam Nisfu Sya'ban sebagai malam yang penuh
dengan syafaat (pertolongan). Menurut Imam Al-Ghazali, pada malam ke-13
bulan Sya'ban Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan seperti tiga syafaat
kepada hambanya. Sedangkan pada malam ke-14, seluruh syafaat itu
diberikan secara penuh. Dengan demikian, pada malam ke-15, umat Islam
dapat memiliki banyak sekali kebaikan sebagai penutup catatan amalnya
selama satu tahun. Karena pada malam ke-15 bulan Sya’ban inilah, catatan
perbuatan manusia penghuni bumi akan dinaikkan ke hadapan Allah
Subhanahu wa Ta’ala.
Telah diriwayatkan Al Imam At Turmudzi didalam An-Nawadir dan oleh Imam Thabarani serta Ibnu Syahin dengan sanad Hasan (baik), berasal
dari Sayyidah ‘Aisyah Radhiallahu anha, yang menuturkan bahwa
Rasulallah Shallallahu alaihi wa sallam pernah menerangkan bahwa :
هَذِهِ
لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانِ يَغْفِرُ الله ُ المُسْتَغْفِرِيْنَ ,
وَ يَرْحَمُ المُسَْتَرْحِمِيْنَ وَ يُؤَخِّرُ أهْلَ الحِقدِ عَلَى
حِقْدِهِمْ
Yang artinya : “Pada malam
Nihfu Sya’ban ini Allah mengampuni orang-orang yang mohon ampunan dan
merahmati mereka yang mohon rahmat serta menangguhkan (akibat) kedengkian orang-orang yang dengki”.
Disekitar hadits terakhir diatas ini beredar sejumlah hadits lainnya yang memandang mustahab/baik kegiatan menghidupkan (ihya) pada
malam nishfu tersebut. Diantaranya hadits riwayat Ibnu Majah dari
Amirul Mukminin Sayyidina Ali Karramallahu wajhah Hadits riwayat Ibnu
Majah, Tirmidzi dan Ahmad dari Sayyidah Aisyah Radhiallahu anha, riwayat
Ibnu Majah dan Ahmad dari Abu Musa Radhiallahu anhu dan sebagainya.
Terkabulnya do’a yang dipanjatkan pada malam tersebut lebih besar
harapannya dan pada bulan itulah diangkatnya amalan-amalan kepada Allah
Rabbul ‘Alamin.
Ada hadits lagi yang dikemukakan juga oleh ulama yang diandalkan golongan pengingkar ini yaitu Syeikh Al Albani (dalam silsilah al-Ahadits al-Sahihah, No. 1144) yaitu : “Allah melihat kepada hamba-hamba Nya pada malam nisfu Sya’ban, maka Dia ampuni semua hamba-hamba Nya kecuali musyrik(orang yang syirik) dan yang bermusuh (orang benci membenci)”.
Adapun para Ulama di Indonesia menganjurkan untuk membaca Yasin sebanyak 3 (tiga) kali
dengan di niatkan segala kebaikan disetiap pembacaan tersebut, adapun
memilih surah Yasin yang dibaca pada malam nisfu sya’ban karena Surah
Yasin di dalam hadist dikatakan Rasulullah sebagai “Qalbul Qur’an”artinya
Jantungnya Al Qur’an, dan dihadist yang lain-pun dikatakan ‘Yaasin ma
Qurialah’ yang artinya Membaca Surah Yasin dengan diniatkan pembacanya. (Lihat Al Hayah Al Barzakhiyyah).
Sayyiduna
Ma’aqal ibn Yassaar Radhiallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah
Sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya : “Yasin adalah Qalbu
dari Al Quran. Tak seorang-pun yang membacanya dengan niat menginginkan
Akhirat melainkan Allah akan mengampuninya. Bacalah atas orang-orang
yang wafat di antaramu.” (Sunan Abu Dawud). Imam Hakim mengklasifikasikan hadits ini sebagai Sahih(Autentik), di Mustadrak Al Haakim Juz 1, halaman 565, lihat juga At Targhiib Juz 2 halaman 376.
Sayyiduna
Juned ibn Abdullah Radhiallahu anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah
Sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya : “Barangsiapa
membaca Surah Yasin pada malam hari dengan niat mencari ridha Allah,
dosa-dosanya akan diampuni.”
(Muwattha’ Imam Malik).
Imam ibn Hibban mengklasifikasikan hadits ini sebagai Sahih, lihat Sahih ibn Hibban Juz 6 halaman 312,( lihat juga At-Targhiib juz 2 halaman 377).
Riwayat
serupa oleh Sayyiduna Abu Hurairah Radhiallahu anhu juga telah dicatat
oleh Imam Abu Ya’ala dalam Musnad beliau dan Hafiz ibn Katsir telah
mengklasifikasikan rantai periwayatnya (Sanad)sebagai “Baik” (Hasan), (lihat Tafsir Ibn Katsir Juz 3 halaman 570).
Dari
itu semua maka para Ulama mengemukakan hujjah tersebut sesuai dengan Al
Qur’an dan Sunnah Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka dengan
membaca Surah Yasin tersebut berarti kita juga menghidupkan bacaan Al
Qur’an dalam kehidupan kita dan pada salah satu malam yang begitu mulia
yaitu malam nisfu sya’ban.
Para ulama menyatakan bahwa
Nisfu Sya'ban juga dinamakan sebagai malam pengampunan atau malam
maghfirah, karena pada malam itu Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan
pengampunan kepada seluruh penduduk bumi, terutama kepada hamba-Nya yang
saleh.
Seluruh Muslimin berkumpul bersama-sama Muslimin
didalam Masjid dengan membaca Al Qur’an, berdzikir dan bersholawat pada
malam nisfu sya’ban selepas shalat maghrib hingga isya’ bukankah
demikian itu amalan yang SHOLEH ?? atau justru mereka akan mengingkarinya ??
Apakah amalan membaca Al Qur’an selepas magrib hingga isya’ dimalam nisfu sya’ban adalah BID’AH SESAT dan masuk NERAKA ???? dan hanya mereka para pengingkar yang masuk kedalam surge ?? inilah yang harus diluruskan dan kita fahami.
Berikut
aksi mereka para anti madzhab, anti maulid, anti tahlil dan yang
mengaku-ngaku sendiri sebagai salafy dalam meresahkan umat Islam yang
awam dengan doktrin-doktrin PENDANGKALAN AKIDAHdan PEMAHAMAN akan
Syariah Islam yang sepintas tampak ilmiah namun sebenarnya penuh dengan
pemutar balikan fakta dan pemenggalan-pemenggalan dalil.
Inilah beberapa aksi mereka para anti madzhab yang gencar memaksakan pemahaman mereka kepada masyarakat awam di dunia maya (internet) :
- 1. Menghidupkan Malam Nishfu Sya’ban dengan Shalat dan Do’a (?)
Sebagian
ulama negeri Syam ada yang menganjurkan untuk menghidupkan atau
memeriahkan malam tersebut dengan berkumpul ramai-ramai di masjid.
Landasan mereka sebenarnya adalah dari berita Bani Isroil (berita
Isroiliyat). Sedangkan mayoritas ulama berpendapat bahwa berkumpul di
masjid pada malam Nishfu Sya’ban
–dengan
shalat, berdo’a atau membaca berbagai kisah- untuk menghidupkan malam
tersebut adalah sesuatu yang terlarang. Mereka berpendapat bahwa
menghidupkan malam Nishfu Sya’ban dengan berkumpul di masjid rutin
setiap tahunnya adalah suatu amalan yang tidak ada tuntunannya
(baca:bid’ah).
Jawab :
- Masya Allah mereka mengatakan landasan ulama Negeri Syam pada malam Nisfu Sya’ban adalah “dari berita Bani Isroil (berita Isroiliyat)”, rupanya
hanya mereka saja para anti madzhab yang lebih mengerti akan Al Qur’an
dan Hadist. Disini tampak jelas bagaimana beraninya mereka mem-FITNAH dan meremehkan para Ulama.
- Mereka katakan “Sedangkan mayoritas ulama berpendapat bahwa berkumpul di masjid pada malam Nishfu Sya’ban –dengan
shalat, berdo’a atau membaca berbagai kisah- untuk menghidupkan malam
tersebut adalah sesuatu yang terlarang. Mereka berpendapat bahwa
menghidupkan malam Nishfu Sya’ban dengan berkumpul di masjid rutin
setiap tahunnya adalah suatu amalan yang tidak
ada-tuntunannya-(baca:bid’ah).
Disini mereka kembali merusak pemikiran Muslimin dengan mengatakan “Mayoritas Ulama”, sadarkah
kita ?? Mayoritas Ulama yang mereka maksud adalah ulama-ulama mereka
yang anti madzhab, anti maulid, anti tahlil, anti nisfu sya’ban, disini
mereka mengecoh pemahaman kita akan Ulama. Mereka berharap kelak kita
mengikuti Ulama-ulama dengan pemahaman mereka dan meninggalkan
Ulama-ulama kita yang telah jelas berpegang kepada Al Qur’an dah Hadist
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan berazaskan Akidah Ahlus
Sunnah wal Jama’ah sesuai dengan para Imam Madzhab. (Imam Abu Hanifah, Imam Maliki, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hambal).
- Kemudian mereka katakan “menghidupkan
malam Nishfu Sya’ban dengan berkumpul di masjid rutin setiap tahunnya
adalah suatu amalan yang tidak ada-tuntunannya-(baca:bid’ah)”, Astaghfirullah,
mereka katakan berkumpul pada malam nisfu Sya’ban tidak ada
tuntunannya, lantas bagaimana dengan orang-orang yang pada malam itu
berkumpul di Mall, tertawa-tawa, menonton TV atau bahkan bagaimana
dengan orang-orang yang pada malam Nisfu Sya’ban itu justru MENGHUJAT Umat
Islam yang sedang membaca Surah Yasin bersama-sama dengan penuh harapan
ampunan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan hujatan BID’AH SESAT NERAKA, apakah dengan MENGHUJAT Umat
Islam di berbagai belahan Dunia yang menghidupkan malam nisfu sya’ban
ada tuntunan-nya dari Nabi ? Tanpa disadari mereka telah mendangkalkan
pemahaman mereka sendiri akan syariah.
- Ternyata mereka (para anti madzhab) lebih merasa kebakaran jenggot apabila
melihat Umat Islam berkumpul selepas shalat magrib hingga isya dengan
membaca Al Qur’an, Istighfar, Shalawat Nabi dan Do’a ketimbang dengan
maraknya kemaksiatan pada malam itu selepas magrib hingga isya, mereka
tidak pusing dengan diskotik, hiburan malam maupun TV yang menayangkan
acara-acara non muslim yang sangat melecehkan Islam, dan mereka juga
tidak peduli dengan orang-orang yang sibuk dengan pekerjaannya sehingga
lalai dan meninggalkan shalat magrib dan isya’ pada malam nisfu sya’ban
itu ketimbang berkumpulnya umat Islam pada malam itu untuk menghidupkan
malam nisfu sya’ban. Justru mereka GERAM melihat
muslimin memakmurkan masjid, mushallah, majlis ta’lim dalam mengajak
umat Islam untuk lebih dekat kepada Allah dan Rasul-Nya.
- 2. Namun bagaimanakah jika menghidupkan malam Nishfu Sya’ban dengan shalat di rumah dan khusus untuk dirinya sendiri atau mungkin dilakukan dengan jama’ah tertentu (tanpa terang-terangan, pen)? Sebagian ulama tidak melarang hal ini.Sumber : http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/serba-serbi-bulan-syaban-01.html
Jawab :
- Aneh bin ajaib, mereka katakan “atau mungkin dilakukan dengan jama’ah tertentu (tanpa terang-terangan, pen)? Sebagian ulama tidak melarang hal ini”. Mereka ini pintar atau sudah kelewat pintar ? sejak kapan berjama’ah itu tidak dikatakan “terang-terangan” ??namanya
saja berjama’ah pastinya sudah dipenuhi muslimin, contoh saja di sebuah
masjid pada malam nisfu sya’ban membuat jama’ah tertentu (sesuai dengan maksud mereka) sampai dengan 10 kelompokjama’ah tertentu,
masing kelompok berisi 10 orang, kemudian mereka melakukan dengan
membaca surah Yasin pada masing-masing kelompok jama’ah tersebut secara
berbarengan sesama kelompok-kelompok jama’ah di dalam masjid, lalu
apakah ini dikatakan tidak bid’ah ?? Jika mereka bilang ini tidak bid’ah lalu
apa bedanya dengan apa yang dilakukan mayoritas umat Islam selama ini
dalam menghidupkan malam nisfu sya’ban dengan berkumpul selepas shalat
maghrib hingga isya ?? Dan sejak kapankah syiar Islam kembali “tanpa terang-terangan ?” Itulah mereka para anti madzhab dalam memelintirkan pendapat para Ulama.
- 3. Pertama, tidak ada satu dalil pun yang shahih yang menjelaskan keutamaan malam Nishfu Sya’ban. Bahkan Ibnu Rajab sendiri mengatakan, “Tidak ada satu dalil pun yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat. Dan dalil yang ada hanyalah dari beberapa tabi’in yang merupakan fuqoha’ negeri Syam.” (Lathoif Al Ma’arif, 248).
Jawab :
- Lihat cara mereka mendoktrin, mereka katakan “Pertama, tidak ada satu dalil pun yang shahih yang menjelaskan keutamaan malam Nishfu Sya’ban”. Rupanya
mereka terlalu nafsu dalam mengambil suatu hukum mengenai keutamaan
malam nisfu sya’ban. Dan lihat bagaimana mereka meremehkan pendapat para
tabi’in, seolah-olah mereka lebih memahami dari pada pemahaman tabi’in,
disini jelas justru mereka lebih fanatik dengan
ulama-ulama mereka sendiri yang sama-sama suka memvonis amalan Umat
Islam di Dunia yang tidak sefaham dengan faham mereka dengan vonisBID’AH MUNKAR SESAT NERAKA dan
lain-lain. Apakah ulama-ulama mereka para pengingkar ini lebih mulia
akan keluhuran dan bahkan lebih hebat dari para tabi’in ??
Baginda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
عن
ابن عساكر عن أبي أمامة رضي الله عنه : ((خمس ليال لا ترد فيهن الدعوة :
أول ليلة من رجب ، وليلة النصف من الشعبان ، وليلة الجمعة ، وليلة الفطر ،
وليلة النحر ))
Yang artinya: “Ada Lima malam
dimana do’a-do’a di situ tidak ditolak, malam pertama di bulan Rajab,
malam Nisfu Sya’ban, malam Jum’at, malam Idul Fitri, malam Idhul Adha“.
Al
Imam Al Baihaqi meriwayatkan dari Imam Syafi’i, berbunyi : “Telah
sampai kepada kami bahwa Asy-Syafi’i mengatakan : ‘Sesungguhnya do’a
itu mustajab pada lima malam : malam Jum’at, malam Idul Adha, malam Idul Fitri, malam pertama bulan Rajab dan malam nisfu Sya’ban’ “.
(Al-Baihaqi, Sunan Al-Kubra, 1994, Maktabah Dar Al-Baz : Makkah Al-Mukarramah, juz 3 hlm 319).
Hadist
diatas menjelaskan bahwa malam nisfu sya’ban adalah salah satu malam
yang apabila kita berdo’a maka tidak ditolak, bukankah hadist ini telah
jelas bahwa malam Nisfu Sya’ban berbedadengan malam-malam yang lain ??
Sementara itu Khalid bin Ma’dan dan Luqman bin ‘Amir serta Ishaq bin Rohawaih menganjurkan untuk menghidupkan malam itu (nisfu sya’ban) dengan berjama’ah.
Apakah
mereka bermaksud membuang Hadist Hasan dan Dhaif ?? atau mereka tidak
mengerti tentang Hadist Hasan dan Dhaif ?? sepertinya tidak mungkin,
karena mereka juga mempelajari Ilmu tentang Hadist, lalu apa tujuan
mereka sehingga seperti membuang bahkan menganggap hadist-hadist hasan
maupun dhaif seolah-olah tidak bermanfaat ?? bahkan mereka begitu
meremehkan hadist dhaif itu seperti hadist palsu.
Na’udzubillan min dzalik.
Mereka
tidak sadar seandainya Hadist-hadist Shahih Rasulullah Shallallahu
alaihi wa sallam tersebut teriwayatkan atas nama mereka seperti keadaan
mereka (para anti madzhab) saat ini, maka sekiranya masih adakah yang mau mengambil sanad hadist dari mereka (para anti madzhab) ??
Hadits
dhaif banyak pembagiannya, sebagian ulama mengklasifikasikannya menjadi
81 bagian, ada pula yang menjadikannya 49 bagian dan ada pula yang
memecahnya dalam 42 bagian. Namun para Imam telah menjelaskan kebolehan
beramal dengan hadits dhaif bila untuk amal shalih, penyemangat, atau
manaqib. Inilah pendapat yang mu’tamad, namun tentunya bukanlah hadits
dhoif yang telah digolongkan kepada hadits palsu.
Sebagian besar
hadits dhaif adalah hadits yang lemah sanad perawinya atau pada
matannya, tetapi bukan berarti secara keseluruhan adalah palsu, karena
hadits palsu dinamai hadits munkar, atau mardud, batil, maka tidak
sepantasnya kita menggolongkan semua hadits dhaif adalah hadits palsu,
dan menafikan (menghilangkan) hadits dhaif karena sebagian
hadits dhaif masih diakui sebagai ucapan Rasulullah Shallallahu alaihi
wa sallam, dan tak satu muhaddits pun yang berani menafikan
keseluruhannya, karena menuduh seluruh hadist dhaif sebagai hadits yang
palsu berarti mendustakan ucapan Rasulullah Shallallahu alaihi wa
sallam.
Maka berhati-hatilah dalam mencari Guru karena
sekarang ini, banyak sekali golongan-golongan yang mengklaim bahwa ulama
mereka adalah ahli hadist pada abad ini, namun ternyata setelah dikaji
dan diteliti dan ditanyakan kepadanya tidak ada satu hadist-pun yang
mereka hafal dengan sanad-sanad hingga sampai kepada Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam, dan lebih parahnya lagi mereka mengambil
hadist-hadist tersebut tanpa sanad.
Berkata Imam Syafi’I
Rahimahullah : “Orang yang belajar ilmu tanpa sanad guru bagaikan orang
yang mengumpulkan kayu bakar digelapnya malam, ia membawa pengikat kayu
bakar yang terdapat padanya ular berbisa dan ia tak tahu”
(Faidhul Qadir juz 1 hal 433).
Berkata
pula Imam Atsauri Rahimahullah : “Sanad adalah senjata orang mukmin,
maka bila kamu tidak mempunyai senjata maka dengan apa kamu akan
berperang ?”, berkata pula Imam Ibnul Mubarak Rahimahullah : “Pelajar
ilmu yang tak punya sanad bagaikan penaik atap namun tak punya
tangganya, sungguh telah Allah muliakan ummat ini dengan sanad”
(Faidhul Qadir juz 1 hal 433).
Semakin
dangkal ilmu seseorang, maka tentunya dia akan semakin mudah berfatwa
dan menghukumi, semakin ahli dan tingginya ilmu seseorang, maka semakin
dia berhati - hati dalam berfatwa dan tidak ceroboh dalam menghukumi.
Maka
cukuplah untuk kita para Habaib kita, Masyaikh kita, Kyai kita,
Asaatidz kita yang telah jelas sanad keilmuannya, dari Gurunya kepada
Gurunya sampai kepada Sayyidina Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam.
DAN
MASIH BANYAK LAGI ARTIKEL-ARTIKEL SEMACAM INI YANG MEREKA BUAT UNTUK
MERESAHKAN UMAT ISLAM DENGAN MEMAKSAKAN PEMAHAMAN MEREKA, SEHINGGA
TERJADI PERPECAHAN DIKALANGAN SESAMA UMAT ISLAM.
Ibnu Taimiyyah menghidupkan Nisfu Sya’ban dengan amalan yang khusus
Ibnu Taimiyyah mengkhususkan amalan sholat pada nishfu Sya’ban dan memujinya : Berkata Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Majmu’ Fatawa pada jilid 24 halaman 131 mengenai amalan Nisfu Sya’ban sebagai berikut:
إذا صلَّى الإنسان ليلة النصف وحده أو في جماعة خاصة كما كان يفعل طوائف من المسلمين فهو: حَسَنْ
Artinya : “Apabila seorang itu menunaikan sholat pada malam Nisfu Sya’ban secara individu atauberjamaah secara khusus sebagaimana yang dilakukan oleh sebilangan masyarakat Islam maka hal itu adalah BAIK“.
Lihat
bagaimana Ibnu Taimiyyah sendiri memuji siapa yang menghidupkan amalan
khusus pada malam Nisfu Sya’ban yaitu dengan menunaikan sholat sunnah
pada waktu itu baik secara perseorangan mau pun secara berjama’ah, Ibnu Taimiyyah mensifatkan amalan khusus itu sebagai Hasan/ Baik.
Pada
halaman 132 didalam kitab yang sama, Ibnu Taimiyyah mengakui adanya
hadits yang mengkhususkan untuk ibadah sholat malam Nisfu Sya’ban:
وأما
ليلة النصف – من شعبان – فقد رُوي في فضلها أحاديث وآثار ، ونُقل عن طائفة
من السلف أنهم كانوا يصلون فيها، فصلاة الرجل فيها وحده قد تقدمه فيه سلف
وله فيه حجة (( فلا ينكر مثل هذا )) ، أما الصلاة جماعة فهذا مبني على
قاعدة عامة في الاجتماع على الطاعات والعبادات
Yang artinya : “(Berkenaan malam Nishfu Sya’ban) maka
telah diriwayatkan mengenai kemuliaan dan kelebihan Nishfu Sya’ban
dengan hadits-hadits dan atsar, dinukilkan dari golongan Salaf (orang-orang dahulu) bahwa
mereka menunaikan shalat khusus pada malam Nisfu Sya’ban, shalatnya
seseorang pada malam itu secara perseorangan sebenarnya telah dilakukan oleh ulama Salaf dan dalam perkara tersebut terdapat hujjah/dalil maka jangan di-ingkari, manakala shalat secara jama’ah(pada malam nishfu sya’ban) adalah dibina atas hujah/dalil kaidah pada berkumpulnya manusia dalam melakukan amalan ketaatan dan ibadat”. Dalam kitabnya Iqtido’ As-sirot Al-Mustaqim pada halaman 266 beliau mengatakan yang artinya :
ليلة
النصف مِن شعبان. فقد روي في فضلها من الأحاديث المرفوعة والآثار ما
يقتضي: أنها ليلة مُفضَّلة. وأنَّ مِن السَّلف مَن كان يَخُصّها بالصَّلاة
فيها، وصوم شهر شعبان قد جاءت فيه أحاديث صحيحة. ومِن العلماء من السلف، من
أهل المدينة وغيرهم من الخلف: مَن أنكر فضلها ، وطعن في الأحاديث الواردة
فيها، كحديث:[إن الله يغفر فيها لأكثر من عدد شعر غنم بني كلب] وقال: لا
فرق بينها وبين غيرها. لكن الذي عليه كثيرٌ مِن أهل العلم ؛ أو أكثرهم من
أصحابنا وغيرهم: على تفضيلها ، وعليه يدل نص أحمد – ابن حنبل من أئمة السلف
– ، لتعدد الأحاديث الواردة فيها، وما يصدق ذلك من الآثار السلفيَّة، وقد
روي بعض فضائلها في المسانيد والسنن
Yang artinya : “(Malam Nishfu Sya’ban) telah
diriwayatkan mengenai kemuliaannya dari hadits-hadits Nabi dan pada
kenyataan para sahabat telah menjelaskan bahwa itu adalah malam yang
mulia dan dikalangan ulama As Salaf yang mengkhususkan malam Nisfu Sya’ban dengan melakukan shalat khusus padanya dan berpuasa bulan Sya’ban, ada pula hadits yang shohih. Ada dikalangan Salaf (orang yang terdahulu), sebagian dari ahli Madinah dan selain mereka sebagian dikalangan Khalaf(orang belakangan) yang mengingkari kemuliannya
dan menyanggah hadits-hadits yang diriwayatkan padanya seperti hadits :
‘Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampuni padanya lebih banyak
dari bilangan bulu kambing bani kalb’. Akan tetapi disisi kebanyakan ulama ahli Ilmu ataukebanyakan ulama Madzhab kami dan ulama lain adalah memuliakan malam Nisfu Sya’ban, dan yang demikian adalah kenyataan Imam Ahmad bin Hanbal dari
ulama Salaf, karena cukup banyak hadits yang menyatakan mengenai
kemuliaan Nisfu Sya’ban, begitu juga hal ini benar dari kenyataan dan
kesan-kesan ulama As-Salaf, dan telah dinyatakan kemuliaan Nisfu Sya’ban
dalam banyak kitab hadits Musnad dan Sunan”. Demikianlah pendapat Ibnu Taimiyyah mengenai bulan dan malam Nishfu Sya’ban.
Jelas
sebagai bukti bahwa Ibnu Taimiyah sendiri mengakui dan tidak
mengingkari kebaikan amalan khusus pada nisfu Sya’ban termasuk di
dalamnya shalat sunnah. Beliau juga mengatakan bahwa amalan ibadah pada
malam nishfu Sya’ban dikerjakan oleh para Salaf !!!
Tidak
ada satupun dari perkataan Ulama-ulama kita yang memegang teguh Al
Qur’an dan Hadist dan berazaskan Akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang
mengatakan “bagi mereka yang tidak menghidupkan malam nisfu sya’ban dengan membaca Yasin bersama-sama di masjid, mushallah atau tempat-tempat lainnya maka hukumnya adalah BID’AH”,
maka tidak pernah kami jumpai kata-kata semacam ini didalam kitab-kitab
yang telah masyhur. Ini menunjukkan Ulama-ulama kita para Salaf Shaleh
lebih luhur dalam menyikapi perbedaan yang ada, bagi mereka yang
mengingkari menghidupkan malam nisfu sya’ban dengan alasan ada
dalil-dalilnya, maka bagi kami yang tidak mengingkari-pun mempunyai
dalil-dalil untuk menghidupkan malam nisfu sya’ban.
Tetapi
sayangnya golongan pengingkar yang mengaku sebagai penerus akidah Salaf,
Salafy, Ibnu Taimiyyah, Ansharut Tauhid dan lain-lain nama ini lebih
ringan lidahnya membid’ahkan mungkar amalan Umat Islam dalam bulan dan
nisfu Sya’ban ini ? Mereka hanya menyebutkan kata-kata Salaf, Ibnu
Taimiyyah yang sepaham dengan mereka tetapi
kata-kata Salaf, Ibnu Taimiyyah yang tidak sepaham dengan mereka
dikesampingkannya !!! apakah pantas jika mereka disebut sebagai Ansharut
Tauhid dengan sikap fatwa yang radikal ??
Apakah mereka para pengingkar ini juga berani membid’ahkan mungkar ulamanya sendiri ? Apakah mereka ini akan merubah atau mengartikan kata-kata Ibnu Taimiyyah yang sudah jelas tersebut sebagaimana kebiasaan mereka sampai sesuai dengan paham mereka ?Ataukah mereka akan mengingkari ini semua dan memutar balikkan ??
Dari
dalil-dalil di atas jelaslah bahwa amalan-amalan di bulan sya’ban dan
malam nisfu sya’ban semuanya bersumber dari Al Qur’an dan Sunnah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bukan seperti yang mereka (anti madzhab, anti maulid, anti tahlil dan mengaku-ngaku salafy) tuduhkan kepada Mayoritas Umat Islam yang menghidupkan malam Nisfu Sya’ban.
Demikianlah
para Guru-guru kami dari kalangan Habaib, Masyaikh, Kyai, Asaatidz
dalam menjelaskan akan kemuliaan malam nisfu sya’ban dan
amalan-amalannya.
Marilah kita kembali kepada Al Qur’an dan Hadist Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dengan demikian, kita sebagai umat Islam semestinya TIDAK menghujat amalan nisfu sya’ban yang telah lama diamalkan oleh para musliminin di dunia dengan kata-kata BID’AH SESAT NERAKA.Ketahuilah
amalan tersebut adalah amalan yang di ajarkan Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam, dan janganlah kita melupakan begitu saja akan
kemulian bulan sya’ban yang telah disabdakan Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam, bahwa bulan sya’ban adalah bulannya Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bulan yang penuh dengan kemuliaan dan
keagungan, bulan yang di berikan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.
Sesungguhnya
bulan Sya'ban merupakan bulan persiapan untuk memasuki bulan suci
Ramadhan, dari sini, umat Islam dapat mempersiapkan diri sebaik-baiknya
dengan memperkokoh pondasi keimanan, keikhlasan dan memanjatkan do’a
dengan penuh kekhusyukan demi meraih kesuksesan maghfirah(ampunan) di bulan berikutnya yaitu bulan Ramadhan Al Mubarak.
Sesama
muslim itu bersaudara, dan mereka para pengingkar juga saudara muslim
kita, namun mereka telah tenggelam dalam hawa nafsu pemahaman dan
arogansi fatwa bahwa hanya mereka yangBENAR dan yang
lain salah, mereka tidak menyadari jika Islam itu Indah dan penuh dengan
kemulian dan nilai keluhuran yang penuh kelemah lembutan dalam
berdakwah, dan Islam itu penuh dengan keluasan pemahaman akan ilmu yang
terkandung didalamnya, sehingga kita tidak bisa gegabah dalam memvonis
amalan seseorang dengan vonis BID’AH SESAT NERAKA.
Semoga
kita semua selalu mendapatkan pancaran Taufik dan Hidayah dari Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan selalu berjalan pada jalan yang telah ditetapkan
Sayyidina Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam.
Semoga bermanfaat dan tidak menjadi fitnah, Amiin.
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
رواه النسائي والترمذي
Yang artinya : “Maha suci Engkau Ya Allah dan dengan memuji Mu, Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Engkau (yang berhak disembah), Aku mohon ampunan Mu dan aku bertaubat pada Mu”. (HR. An Nasa’i & At-Turmudzy) Lihat Kitab Al-Adzkaar An-Nawawy halaman 265.
والله تعالى أعلـــــــــــم
Komentar
Posting Komentar