Hidup Cerdas Dengan Musibah

Jangan tanya cinta dua sejoli Ummu Salamah dan Abu Salamah. Cinta Ummu Salamah dengan Abu Salamah adalah cinta sejati. Mereka selalu mendamba sehidup semati dalam pelaminan cinta. Tak terbayang jika harus terpisahkan. Hingga suatu hari Ummu Salamah nyatakan sumpah setianya, bahwa jika siapapun yang lebih dulu ditingal mati, maka ia tidak boleh menikah dengan pasangan lain. Tapi Abu Salamah meminta istrinya mentaatinya dengan dalih cinta dan hikmah Ilahi, untuk menikah lagi kelak bila ia lebih dulu tiada. 

Garis takdir telah ditetapkan-Nya, Abu Salamah meninggal dunia. Ummu Salamah merasa inilah ujian berat, musibah nafas hidup. Dalam kegalauan yang sangat, ia kembangkan sayap keimanan hingga ia kuasa terbang melewati ujian berat itu, ia ingat dengan pesan Rasul tercinta, bahwa ujian adalah pasangan hidup seorang mukmin. Dalam kesedihan dan keteguhannya ia dengan tekun melafalkan doa yang diajarkan Rasulullah SAW

Allahummajurnii fii mushiibatii, wakhlufnii khairan minha
Artinya : Ya Allah, berilah pahala atas musibah yang aku alami ini, dan gantilah dengan yang lebih baik.


Dengan kesabaran, keteguhan, dan keyakinan, serta bait-bait doa yang dipanjatkan, ia pun dinikahi dengan sosok yang lebih baik dari suaminya, dialah Rasulullah SAW, manusia terbaik sepanjang masa.

Saudaraku, secara sederhana musibah dapat dimaknai sebagai segala yang terjadi dan tidak kita sukai. Setiap kita, dan dalam perjalanan karir hidup dan iman kita adalah sebuah keniscayaan bertemu dengan musibah. Musibah yang dewasa ini banyak terjadi pada kita pribadi, maupun secara umum pada Bangsa tercinta. Dalam menyikapinya ada yang gagal dan ada yang tidak cerdas hadapi. 

Oleh karena itu, sejatinya belajar dari kisah Ummu Salamah, tersemai pelajaran cerdas dalam menghadapi musibah atau ujian dalam hidup ini, di antaranya sebagai berikut : 

Semakin meyakini Maha Dahsyat Kuasa Allah SWT
Harus diakui, secanggih apapun, sehebat apapun, dan sekuat apapun kuasa ilmu pengetahuan, tapi sangat jauh berada di bawah kuasa Ilahi. Hal ini yang menyadarkan kita untuk tidak sombong, angkuh atas secuil kemampuan dan ilmu kita. Silahkan kita berasumsi musibah yang terjadi dengan hitungan ilmu pengetahuan, tapi wajib bersandar pada keimanan akan kuasa-Nya (lihat QS. al-Hadid [57]:22).

Mengembalikan kepada Ilahi
Layaknya Ummu Salamah terhadap suami tercintanya, Abu Salamah, indah bila kita yang merasa memiliki tapi menyakini ia hanya titipan, maka dengan mudah kita mengembalikan pada-Nya. Demikian sugesti pertama saat kita ditimpa ujian atau musibah, untuk segera istirja’, mengembalikan kepada-Nya. “Orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un” (al-Baqarah [2]: 156)
:
Musibah hadir sesuai dengan batas kapasitas kita
Kecerdasan terhadap musibah yang hadir menjadi kokoh dengan kita menyakini bahwa ia hadir sejajar dengan kemampuan kita, sesuai dengan kelas kita. kalau kita masih kelas SD niscaya hanya ujian SD yang terpampang, demikian bila kita SMP, SMA, maka ia akan hadir sesuai dengan kapasitas kita. Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya, “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (al-Baqarah [2]: 286)

Selau ada hikmah di baliknya
Orang sukses dalam mengarungi gelombang ujian atau musibah adalah bukan orang yang paling cepat bertemu dengan solusi, orang yang paling merasa sukses hempaskan himpitan, tapi ia malah makin jauh dari pancaran cahaya Ilahi. Karenanya, sejatinya yang sukses adalah siapa yang dengan adanya musibah ia temukan hikmah. Hikmah itu yang selanjutnya membuatnya makin cinta, makin taat kepada-Nya (lihat QS. al-Baqarah [2] : 269).

Momentum raih pahala dan cinta-Nya
Langkah selanjutnya, agar cerdas atas musibah, yaitu dengan semangat mencari pahala dan raih cinta-Nya. Sebagaimana Ummu Salamah yang aktif menderes doa agar mendapat pahala dari musibah yang menimpanya. Hadirnya musibah sejatinya karuniakan pahala dan menghapus dosa, bahkan sampai sekecil apapun musibah itu, 

Tiada seorang muslim (meskipun hanya) tertusuk duri atau yang lebih dari itu, kecuali Allah mencatat baginya kebaikan dan menghapus darinya dosa.” (HR. Bukhari). 

Lebih dari itu, nikmatilah musibah, karena di antara makna agungnya ia sebagai tanda cinta Ilahi, “Apabila Allah mencitai hamba maka ia diuji.” (HR. al-Baihaqi) 

Semoga Allah SWT senantiasa mengkaruniakan taufik dan hidayah dalam kita menghadapi segala ujian, musibah dalam hidup ini.

Oleh : Al Ustadz Alhabib Ahmad Al Habsyi

Komentar