Sunnah Memegang Tongkat Saat Menjadi Khatib Jum'at

Jumhur (mayoritas) ulama mengatakan bahwa sunnah hukumnya bagi seorang khatib memegang tongkat dengan tangan kirinya pada saat membaca khutbah. Dijelaskan oleh Imam Syafi’i dalam kitab al-Umm:

(Imam Syafi'i RA berkata)  mudah-mudahan Allah SWT memberikan rahmat kepada beliau, dan telah sampai kepada kami (berita) bahwa ketika Rasulullah SAW berkhutbah, beliau berpegang pada tongkat. Ada yang mengatakan, beliau berkhutbah dengan memegang tongkat pendek dan panah. Semua benda-benda itu dijadikan tempat bertumpu tangan).  Al-Rabi mengabarkan dari Imam Syafi'i dari lbrahim, dari Laits, dari 'Atha’ jika Rasululldh SAW berkhutbah beliau memegang tongkat pendeknya untuk dijadikan tumpuan "(Al-Umm, juz I, ha1272)

Hal ini didasarkan pada Hadits Nabi SAW, Diriwayatkan dari Sa'id bin 'A'idz, "Sesungguhnya Rasulullah SAW ketika berkhutbah dalam kondisi perang, beliau memegang busur panah. Dan manakala berkhutbah untuk shalat jum'at, beliau memegang tongkat"(Sunan Ibn Majah, [1096])


Hadits ini secara tegas menjelaskan bahwa Nabi SAW memegang tongkat ketika membaca khutbah. Dalam Hadits yang lain Nabi Muhammad SAW bersabda:

"Dari Syu'aib bin Zurayq al-Tha'ifi ia berkata "Kami menghadiri shalat jum'at pada suatu tempat bersama Rasulullah SAW. Maka beliau berdiri berpegangan pada sebuah tongkat atau busur panah." (Sunan Abi Dawud [824])

Lalu, apakah fungsi memegang tongkat tersebut?

Dalam kitab Ihya"Ulum al-Din, al-Ghazali menjelaskan, "Apabila muadzdzin telah selesai (adzan), maka khatib berdiri menghadap jama'ah dengan wajahnya. Tidak boleh menoleh ke kanan dan ke kiri. Dan kedua tangannya memegang pedang yang ditegakkan atau tongkat pendek serta (tangan yang satunya memegang) mimbar. Supaya dia tidak mempermainkan kedua tangannya. (Kalau tidak begitu) atau dia menyatukan tangan yang satu dengan yang lain.” (Ihya’ Ulum Al Din, juz 1, hal 180).

Jadi, berdasarkan dalil-dalil tersebut, seorang khatib dsunnahkan memegang tongkat saat berkhutbah. Tujuanny selain mengikuti jejak Rasulullah SAW, juga dimaksudkan aga seorang khatib lebih khusyu dan berkonsentrasi pada khutbah yang disampaikannya.

عَنْ شُعَيْبِ بْنِ زُرَيْقٍ الطَائِفِيِّ قَالَ شَهِدْناَ فِيْهَا الجُمْعَةَ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَامَ مُتَوَكِّئًا عَلَى عَصَا أَوْقَوْسٍ 
Dari Syu'aib bin Zuraidj at-Tha'ifi ia berkata ''Kami menghadiri shalat jum'at pada suatu tempat bersama Rasulullah SAW. Maka  Beliau berdiri berpegangan pada sebuah tongkat atau busur". (Sunan Abi Dawud hal. 824). 

Shan’ani mengomentari hadits terserbut bahwa hadits itu menjelaskan tentang “sunnahnya khatib memegang pedang atan semacamnya pada waktu menyampaikan khutbahnya”. (Subululus Salam, juz II, hal 59)

Hikmah dianjurkannya memegang tongkat adalah untuk mengikat hati (agar lebih konsentrasi) dan agar tidak mempermainkan tangannya. Demikian dalam kitab Subulus Salam, juz II, hal 59).

Jadi, seorang khatib disunnahkan memegang tongkat saat berkhutbah. Tujuannya, selain mengikuti jejak Rasulullah SAW juga agar khatib lebih konsentrasi (khusyu’) dalam membaca khuthbah. 

Wallahua’lam bishshawab

dinukil dari “Fiqh Tradisionalis” karya : KH. Muhyiddin Abdusshomad (Ketua Tanfidziyah PCNU Jember)

Komentar