Fenomena membidahkan orang lain sering sekali kita dengar, baik
secara langsung maupun di media sosial. Fenomena tersebut terjadi karena
pelakunya mempersempit definisi bidah pada sesuatu yang tidak pernah
dilakukan Rasulullah Saw. dan para sahabatnya.
Tentu, kehati-hatian berlebihan ini mempersulit kita dalam
mengamalkan ajaran agama. Selain itu, sikap tersebut dapat menjerumuskan
pada fanatisme dan menganggap bidah, sesat, syirik orang lain yang
tidak sepaham.
Padahal, bila agama mengakomodir budaya-budaya masyarakat setempat
yang tidak bertentangan dengan syariah, tentu akan memperkaya khazanah
keislaman.
Acara keagamaan seperti maulid nabi, istigasah, tawasul, ziarah
kubur, dan lain sebagainya menjadi sasaran empuk mereka. Padahal,
beberapa sahabat Nabi pernah melakukan apa yang mereka anggap bidah
tersebut. Jangan-jangan, apa yang dikatakan Imam Besar Masjid Istiqlal
Prof. Dr. Ali Mustafa Yaqub, benar. Bidah menurut mereka adalah ma lam ta’rifhu huwa (setiap ibadah yang mereka tidak ketahui dalilnya). Jadi, ibadah yang tidak mereka ketahui dalilnya itulah bidah.
Pemahaman terhadap Alquran dan hadis harus dilakukan secara
komprehenshif. Artinya, kita tidak dibolehkan menghalalkan atau
mengharamkan permasalahan tertentu dengan satu atau dua ayat. Belum
lagi, kita harus mengetahui konsep ijmak ulama dan qiyas. Oleh karena
itu, perlu mengikuti ulama-ulama kita yang biasa mentradisikan maulid,
ziarah kubur, dan lain sebagainya. Bisa jadi, perilaku membidahkan ini
karena pemahaman terhadap agama yang tidak menyeluruh.
Berikut 5 hal yang dianggap bidah, tapi sahabat pernah melakukannya. Penjelasan ini dikutip dari Silsilah Mafahim Yajib an Tushahhah, kumpulan ceramah Sayid Alawi al-Maliki, yang ditulis Dr. Umar Abdullah Kamil:
Aisyah Diajari Doa Ketika Hendak Ziarah Kubur
Nabi pernah mengajarkan pada Aisyah etika ziarah kubur. Di antaranya
menyapa mereka dengan kalimat tertentu. Ketika ziarah ke makam Baqi’,
Nabi mengajarkan doa ini, assalamu ‘ala ahlid diyar minal mu’minin
wal muslimin, wa yarhamullahul mustaqdimin minna wal musta’khirin. Wa in
sya’ Allah bikum lahiqun (H.R. Muslim dan Ahmad). Seandainya ziarah kubur terlarang secara mutlak, untuk apa Nabi ajarkan ini pada Aisyah??
Sahabat Minta Hujan pada Nabi
Pada masa kepemimpinan sahabat Umar, terjadi paceklik luar biasa.
Salah satu sahabat datang ke makam Nabi. “Nabi, kami butuh bantuanmu.
Mintkanlah pada Allah agar hujan turun untuk umatmu,” pinta sahabat
tersebut. Setelah permohonan itu, dia mimpi bertemu Nabi. “Datanglah ke
Umar. Sampaikan salamku untuknya. Dalam waktu dekat, hujan akan turun,”
sapa Nabi dalam mimpi sahabat ini. Umar pun menangis ketika disampaikan
salam dari Nabi (H.R. Baihaqi dan Ibnu Syaibah).
Cerita ini merupakan bagian dari tawasul yang pernah dilakukan salah
satu sahabat Nabi. Nama sahabat dalam matan hadis ini memang tidak
disebutkan secara jelas. Namun, hal tersebut tidak berpengaruh terhadap
kesahihan hadis. Artinya, hadis ini tetap sahih.
Fatimah Tabaruk di Kubur Hamzah Setiap Jumat
Tabaruk dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring berarti
keberkatan, keselamatan, kesentosaan. Namun, istilah tabaruk dalam hal
ini lebih spesifik menyatakan suatu perbuatan mengharapkan keberkahan
melalui ziarah, silaturahmi, dan mohon doa dari orang saleh, baik masih
hidup maupun sudah wafat.
Perbuatan demikian pernah dilakukan oleh Fatimah, putri Nabi. Wanita
yang mendapat julukan Az-Zahra (wanita suci) ini membiasakan diri ziarah
ke makam Hamzah, paman nabi, setiap hari Jumat. Selain ziarah, dia juga
salat dan menangis dekat makam kakeknya itu. Menurut Imam Hakim, hadis
ini sahih.
Bilal Melakukan Salat Sunah Setiap Usai Bersuci
Bilal mencoba membiasakan salat setelah usai melakukan wudu. Fenomena
ini terjadi memang pada saat Nabi masih hidup. Namun, secara pribadi
Nabi tidak pernah menganjurkan salat tersebut. Akan tetapi, Nabi
menghargai dan membenarkan kreatifitas sahabat yang terkenal dengan
suara merdunya itu. Bahkan, gara-gara kreatifitasnya tersebut, Bilal
dijanjikan masuk surga. Penjelasan ini dijelaskan dalam Shahih Bukhari (Bab Fadhl Thuhur bil Lail wan Nahar) dan Shahih Muslim (Bab Min Fadhail Bilal).
Abu Thalhah ‘Mengeramatkan’ Rambut Nabi
Cinta terhadap seseorang dapat diekspresikan dengan berbagai macam
cara. Termasuk cinta para sahabat terhadap nabi. Sampai-sampai rambutnya
pun menjadi pujaan dan idola.
Inilah yang dilakukan Abu Thalhah. Nabi
memerintahkan tukang cukur memotong rambut beliau. Setelah dipotong
rambut bagian kanan, Nabi berikan untuk Abu Thalhah dan rambut bagian
kiri dibagi-bagikan ke orang lain. Mengeramatkan sesuatu bukan berarti
menduakan Allah. Selagi tidak meyakinkan bahwa benda yang dikeramatkan
memiliki kekuatan, itu masih dibenarkan dalam agama.
Komentar
Posting Komentar