Tabaruk di Zaman Nabi, Ini 5 Cara Uniknya

Tabaruk atau ngalap berkah adalah berbagai cara untuk mendapatkan keberkahan/tambahan kebaikan dari Allah Swt. melalui berbagai media (mutabarrak bih). Semua itu dengan tetap berkeyakinan bahwa yang memberi kebaikan hanyalah Allah semata.

Meskipun ada saja sebagian kelompok yang mensyirik-syirikkan tabaruk dan mengangkat dalil-dalil yang rasanya tak bisa dibantah hanya dengan asumsi bahwa semua bentuk pengagungan kepada makhluk adalah syirik.

Padahal, ada beberapa cara unik ngalap berkah yang telah dilakukan sejak jaman Nabi Muhammad Saw. bahkan dicontohkan oleh beliau, dilakukan oleh para sahabat setelah beliau wafat dan dilestarikan oleh para ulama. Semoga bisa membuka mata kita, tidak ada yang salah dengan tabaruk. Ini 5 tabaruk di zaman Nabi Muhammad Saw.:


Dahak nabi
Dalam sebuah hadis panjang al-Bukhari meriwayatkan bahwa Mughirah mengamati tingkah laku para sahabat Nabi Saw. Dia lalu berkata, “Demi Allah, tidaklah Rasulullah – shollallahu ‘alaihi wasallam – mengeluarkan dahak kecuali dahak itu jatuh ke telapak seorang dari mereka, lalu orang itu menggosokkan dahak tersebut ke wajah dan kulitnya,” (HR. Bukhari, Juz II, h. 974).

Darah Nabi
Dari Abdullah bin az-Zubair – radhiyallahu ‘anhu –, ia datang kepada Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wasallam – saat beliau sedang berbekam. Ketika telah selesai beliau berkata, ”Wahai ‘Abdullah bin Zubair, ambillah darah ini dan buanglah di tempat yang sekiranya tidak diketahui oleh seorang pun.”

Abdullah pergi dari hadapan Rasulullah lalu meminum darah itu sedikit demi sedikit. Ketika ia kembali kepada Rasulullah, beliau bertanya, ”Wahai Abdullah, apa yang engkau perbuat dengan darah tadi?” Abdullah menjawab, “Aku simpan di tempat yang paling aman dan aku kira tidak seorang pun yang mengetahuinya.”

Beliau berkata, ”Jangan-jangan engkau meminumnya?” Abdullah menjawab, ”Ya.” Nabi berkata, ”Kenapa engkau meminum darah? Celakalah orang yang berbuat jelek kepadamu,” (HR. at-Tirmidzi dalam Nawadir al-Ushul, juz I, h. 186).

Hadits di atas juga diriwayatkan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar dalam al-Mathalib-nya dengan tambahan: Abu Salamah berkata, “‘Kuceritakan hadits itu kepada Abu ‘Ashim, maka ia berkata, ‘Para sahabat berpendapat bahwa kekuatan yang dimiliki Abdullah bin az-Zubair adalah karena berkah darah tersebut.'”

Air Seni Nabi
Ath-Thabrani meriwayatkan dalam al-Mu’jam al-Kabir bahwa Nabi – shallallahu ‘alaihi wasallam – memiliki wadah kayu yang dipakai untuk menampung air seni beliau ketika malam hari. Satu ketika beliau mencari-cari wadah itu dan tidak menemukannya.
Setelah ditanyakan ternyata air seni dalam wadah tersebut telah diminum oleh pelayan Ummu Salamah yang bernama Barkah. Nabi berkata, “Sungguh ia telah berlindung dari Neraka dengan suatu pelindung.” Hadis ini juga diriwayatkan oleh Abu Daud, an-Nasa`i, Ibnu Hibban, dan al-Hakim.

Menyikapi hadis di atas, para ulama berbeda pendapat tentang kotoran badan Nabi Muhammad Saw. Ada yang berpendapat najis dan sebagian mengatakan tidak najis. Namun dari kedua pihak tak ada yang mengingkari kebolehan bertabaruk dengan media kotoran badan Nabi.  Demikian penjelasan imam an-Nawawi dalam al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab-nya juz I h. 233-234.

Tetapi perlu digarisbawahi di sini, saya tak hendak mengatakan bahwa kita boleh bertabaruk dengan media kotoran orang saleh karena memang belum saya temukan dasarnya. Mungkin saja untuk hal yang kotor-kotor dalam ngalap berkah seperti ini diperuntukkan hanya kepada Nabi Muhammad Saw.

Mencium Tangan dan Kaki Ulama
Hadis tentang mencium tangan dan kaki Nabi Muhammad Saw. mungkin sudah biasa. Namun, para sahabat juga melakukan itu kepada selain Nabi Saw. seperti mencium tangan bahkan kaki ulama salaf dan orang yang diangapnya lebih mulia.

Dalam al-Adab al-Mufrad, hadis ke 976 diriwayatkan bahwa Shuhaib melihat Imam Ali – karramallu wajhah– sedang mencium tangan dan kedua kaki ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu.

Sebuah kisah lain disampaikan oleh Abu Bakr Muhammad bin Abdul Ghani (629 H) dalam at-Taqyid, Juz I h. 12 bahwa suatu ketika Imam Muslim datang kepada Imam al-Bukhari lalu ia mencium antara kedua mata Imam al-Bukhari dan berkata, “Biarkan saya mencium kedua kakimu wahai gurunya para guru, sayyidnya para muhadditsin dan tabibnya hadits di saat sakitnya.”

Rendaman Baju Ulama
Yusuf Khattar dalam al-Mausu’ah al-Yusufiyah fi Bayani Adillah ash-Shufiyah, juz VI h. 18, menceritakan bahwa ar-Rabi’ murid Imam Syafi’i pulang dari Baghdad setelah mengantarkan surat Imam syafi’I kepada Imam Ahmad bin Hanbal.

Ia membawa surat balasan dan sebuah baju gamis yang sedang dipakai Imam Ahmad ketika menerima surat. Setelah tahu bahwa ar-Rabi’ membawa baju gamis itu, maka Imam Syafi’i memintanya agar merendam dengan air karena ia hendak bertabaruk dengan air rendaman gamis itu.

Ar-rabi’ meletakkan air rendaman gamis tersebut dalam tempat air dan ia melihat Imam Syafi’i setiap hari mengusap wajahnya dengan air itu. Sebaliknya diriwayatkan pula bahwa Imam Ahmad pun juga membasuh baju Imam Syafi’i dan meminum air basuhannya.

Komentar