Orang Tua Rasulullah SAW Bukan Kafir

Di zaman yang penuh kemungkaran ini, di tengah-tengah manusia yang penuh lumuran dosa dan maksyiat, masih saja ada sekelompok orang yang berani berkata dengan kedangkalan ilmunya bahwa kedua orang tua Rasul Saw masuk neraka. Seolah dia bersih dari dosa, seolah dia telah dijamin masuk surga, seolah dia telah duduk tenang dalam surga. Bahkan dengan semangat yang menggebu mereka membuat lembaran-lembarannya dan menyebarkannya ke khalayak umum melalui masjid-masjid atau perkumpulan-perkumpulan. Dengan busung dada merasa telah membela kebenaran dengan bersih kukuh menyatakan kedua orangtua Rasul Saw di neraka. Seolah dengan berbuat demikian mereka membahagiakan hati sang Nabi Saw, seolah hanya dengan berbuat itulah mereka akan masuk surga.

Sekelompok minoritas yang tidak mau memahami ajaran agama ini melalui para ulama madzhab, mereka hanya mau berusaha memahami ajaran agama dengan mengandalkan cara berpikir mereka sendiri, mengaku berlandaskan al-Quran dan Hadits, seolah mereka lebih hebat pemahamannya daripada ulama madzhab. Sungguh jauh, sungguh jauh dari kelayakan berfatwa terlebih menandingi ulama madzhab dalam ijtihad dan istinbathnya. Mengaku pengikut salaf, padahal sungguh jauh manhaj mereka dengan manhaj salaf.


Wahai saudaraku, jika ada orang mengatakan padamu bahwa kedua orangtuamu masuk neraka, bagaimana perasaan hatimu ?? sudah tentu sakit, pedih dan marah. Demikian juga orang lain, akan marah dan sakit hatinya jika dikatakan orangtuanya masuk neraka.

Lalu, orang tua siapakah yang kau katakan masuk neraka? bahkan kau putuskan / vonis masuk neraka seolah kau telah duduk tenang di dalam surga dan menoleh kanan kiri sehingga mengetahui siapa-siapa yang masuk surga dan neraka ??

Ya, kedua orang tua Rasulullah Saw yang kau vonis masuk neraka,kedua orangtua kekasih Allah Swt, makhluk termulia, seolah kaulah pemilik neraka, seolah kaulah sang pemukul palu hakim atas masuknya seseorang ke dalam neraka. Padahal Rasul Saw sendiri pun tak mengatakannya secara shorih / jelas. Tapi kau sudah berani mendahului beliau Saw bahkan mendahului Allah Swt. Sungguh hal ini benar-benar menyakiti hati Rasul Saw…

Berikut ini aku akan jelaskan padamu secara ilmiyyah dengan sejelas-jelasnya tentang permasalahan ini, dan hadits yang kau gunakan hujjah untuk memvonis kedua orang tua Nabi Saw masuk neraka. Serta ucapan mayoritas ulama Ahlus sunnah akan selamatnya kedua orang tua Nabi Saw dari neraka.

Pertama :
Kau mengatakan kedua orang tua Rasul Saw di neraka dengan berhujjah hadits Muslim berikut :

عن أَنَسٍ أَنَّ رَجُلًا قال يا رَسُولَ اللَّهِ أَيْنَ أبي قال في النَّارِ فلما قفي دَعَاهُ فقال إِنَّ أبي وَأَبَاكَ في النَّارِ
Dari Anas bahwasanya seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah “Ya, Rasulullah, dimanakah ayahku ?, Rasulullah menjawab : “ Dia di neraka” . Ketika orang tersebut hendak beranjak, Rasulullah memanggilnya seraya berkata “ sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka “.(HR Muslim)

Jawaban :
Memahami hadits atau kitab tanpa merujuk pada pendapat ulama dan mencukupkan dengan pendapat sendiri, maka akan menjerumuskanmu pada kehancuran dan pertentangan mayoritas ulama.
Hadits tersebut walaupun disebutkan dalam shohih Muslim, bukan berarti boleh dibuat hujjah terlebih dalam hal I’tiqad / aqidah. Kita harus meneliti terlebih dahulu hadits-hadits lain yang terkait dengannya demikian pula ayat Qurannya.

Banyak sekali hadits-hadits riwayat imam Muslim, namun ditolak dan tidak dijadikan hujjah oleh imam-imam madzhab, karena mereka melihat ada ‘illat di sana yang menyebabkan tidak shahih di samping banyak pula hadits-hadits beliau yang digunakan imam-imam madzhab sebgai hujjah.

Para ulama Ahlus sunnah mengatakan bahwa hadits Muslim tersebut merupakan hadits Aahad yang matruk ad-Dhahir. Hadits Aahad jika bertentangan dengan nash Al-Quran, atau hadits mutawatir, atau kaidah-kaidah syare’at yang telah disepakati atau ijma’ yang kuat, maka dhahir hadits tersebut ditinggalkan dan tidak boleh dibuat hujjah dalam hal aqidah.

Imam Nawawi berkata :

ومتى خالف خبر الاحاد نص القران او اجماعا وجب ترك ظاهره
“ Kapan saja hadits Ahad bertentangan dengan nash ayat Quran atau ijma’, maka wajib ditinggalkan dhahirnya “ (Syarh Al-Muhadzdzab, juz :4 hal : 342)

Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Atsqalani berkata :

قال الكرماني : ليعلم انما هو اي – خبر الاحاد – في العمليات لا في الاعتقاد
“ Imam Al-Karamani berkata “ Ketahuilah sesungguhnya hadits Aahad hanya boleh dibuat hujjah dalam hal amaliah bukan dalam hal aqidah “. (Fath Al-Bari juz : 13 hal : 231)

Imam Malik sangat terkenal menolak hadits Aahad jika bertentangan dengan amal penduduk Madinah demikian juga imam Ibnu Mahdi sebagaimana disebutkan oleh Al-Qadhi Iyadh dalam kitab Tartibul Madarik.

Ibnu Taimiyyah berkata :

ان هذا من خبر الاحاد فكيف يثبت به اصل الدين اللذي لا يصح لايمان الا به
“ sesungguhnya ini termasuk hadits aahad, bagaimana pondasi agama yang merupakan standar keabasahan iman, bisa menjadi tsubut / tetap dengannya“. (Minhaj As-Sunnah juz 2 hal : 133)

Pertentangan-pertentangan hadits tersebut
Bertentangan dengan Al-Quran.
Hadits Aahad riwayat imam Muslim tersebut bertentangan dengan ayat :

..وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولًا
“dan Kami tidak akan mengadzab sebelum Kami mengutus seorang rasul.”(Q.S Al Isra`: 15)

Dan ayat :

وما ارسلنا اليهم قبلك من نذير
“ Kami tidak mengutus seorang pembawa peringatan sebelummu pada mereka “

Keterangan :
Orang tua Nabi wafat sebelum Beliau diutusnya sebagai rasul, berarti mereka termasuk ahli fatrah yang selamat dari adzab.

Hal sperti ini banyak sekali contoh kasusnya, di antaranya kasus status kematian anak-anak kaum kafir yang belum baligh. Dalam banyak hadits disebutkan kepastian anak-anak orang kafir yang meninggal dunia statusnya di akherat akan masuk neraka. Namun ada juga beberapa hadits yang menyebutkan bahwa mereka masuk surga.

Dan bahkan jumhur ulama menshohihkannya, di antaranya imam Nawawi, beliau berkata “ Sesungguhnya hadits anak-anak kafir kelak masuk surga adalah pendapat yang shahih dan terpilih dan dipegang oleh kalangan ulama yang muhaqqiq, karena firman Allah Swt “ “dan Kami tidak akan mengadzab sebelum Kami mengutus seorang rasul.”(Q.S Al Isra`: 15). Jika orang yang baligh tidak akan disiksa sebab tidak sampainya dakwah, maka anak yang belum baligh lebih utama“ (At-Ta’dzhim wa al-Minnah, imam Suyuthi hal : 160)

Demikianlah wahai saudaraku, setiap hadits yang dhahirnya bertentangan dengan al-Quran, ijma’ atau hadits yang lebih kuat darinya, maka mengharuskan takwil atau ditinggalkan dhahirnya. Dan kaidah ini merupakan kaidah yang telah disepakati oleh seluruh ulama.

Bertentangan dengan hadits.
Hadits Muslim tersebut bertentangan dengan hadits berikut :
Dari Abi Sa’id Al-Khudri Ra beliau berkata “ Rasulullah Saw bersabda :

الهالك في الفترة يقول : ربي لم يأتني كتاب ولا رسول. ثم قرأ هذه الاية ” ربنا لولا ارسلت الينا رسولا فنتبع اياتك ونكون من المؤمنين “
“ Yang celaka dari ahli fatrah berkata “ Wahai Tuhanku, sesungguhnya belum sampai padaku kitab dan seorang utusanmu “ kemudian beliau Saw membaca ayat “ Wahai Tuhan kami, tidak kah Engkau mengutus pada kami seorang Rasul sehingga kami mengikutinya dan menjadi orang yang beriman ?”. (Isnadnya jayyid)

Hadits ini dikuatkan dengan ayat-ayat al-Quran yang telah berlalu keterangannya. Juga hadits berikut :

لم ازل انقل من اصلاب الطاهرين الى ارحام الطاهرات
“Aku selalu berpindah dari sulbi-sulbi laki-laki yang suci menuju rahim-rahim perempuan yang suci pula”

Keterangan :
Dalam hadits ini Rasulullah menyatakan bahwa kakek dan nenek moyang Beliau adalah orang-orang yang suci, ini menunjukkan bahwa mereka bukanlah orang-orang musyrik karena jelas orang-orag musyrik telah dinyatakan najis dalam firman Allah Swt :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis” (At-Taubah : 28)

Maka wajib bagi kita untuk mngimani bahwa tak ada seorang pun dari nenek moyang Rasul Saw yang musyrik. Bahkan ayat :

الَّذِي يَرَاكَ حِينَ تَقُومُ * وَتَقَلُّبَكَ فِي السَّاجِدِينَ
“ Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk sembahyang), dan (melihat pula) perubahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud “. (Q.S. As-Syu’ara’ : 218-219)

Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa yang dimaksud dengan تَقَلُّبَكَ فِي السَّاجِدِين (perubahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud ) adalah perpindahan cahaya Nabi dari sulbi seorang ahli sujud (muslim) ke ahli sujud lainnya, sampai dilahirkan sebagai seorang nabi.

Imam Alusi dalam tafsir Ruhul Ma`ani ketika berbicara mengenai ayat tersebut berkata :

واستدل بالآية على إيمان أبويه صلى الله تعالى عليه وسلم كما ذهب اليه كثير من أجلة أهل السنة وأنا أخشى الكفر على من يقول فيهما رضي الله تعالى عنهما
“ Aku menjadikan ayat ini sebagai dalil atas keimanan kedua orang tua Nabi sebagaimana yang dinyatakan oleh banyak daripada tokoh-tokoh ahlus sunnah. Dan aku khawatir kufurnya orang yang mengatakan kekafiran keduanya, semoga Allah meridhai kedua orang tua Nabi…” (Ruh Al-Ma’ani : 19/138)

Renungkan pula hadits berikut :
Imam Ath-Thobari menyebutkan hadits berikut yang telah ditakhrij oleh Abu Ali bin Syadzan dan juga terdapat dalam Musnad Al-Bazzar dari Ibu Abbas Ra, beliau berkata :

دخل ناس من قريش على صفية بنت عبد المطلب فجعلوا يتفاخرون ويذكرون الجاهلية فقالت صفية منا رسول الله صلى الله عليه وسلم فقالوا تنبت النخلة أو الشجرة في الأرض الكبا فذكرت ذلك صفية لرسول الله صلى الله عليه وسلم فغضب وأمر بلالا فنادى في الناس فقام على المنبر فقال أيها الناس من أنا قالوا أنت رسول الله قال أنسبوني قالوا محمد بن عبد الله بن عبد المطلب قال فما بال أقوام ينزلون أصلي فو الله إني لأفضلهم أصلا وخيرهم موضعا.
“ Beberapa orang dari Quraisy datang kepada Shofiyyah binti Abdil Muththalib, lalu merekasaling membangga-banggakan diri dan menyebutkan perihal jahiliyyah. Maka Shofiyyah berkata “ Dari kalangan kami lahir Rasulullah Saw “, lalu mereka menjawab “ Kurma atau pohon tumbuh di tempat kotor “. Kemudian Shofiyyah mengadukan hal itu kepada Rasulullah Saw, maka Rasulullah Saw marah dan memerintahkan Bilal berseru pada orang-orang untuk berkumpul, lalu Rasulullah Saw berdiri di atas mimbar dan bersabda “ Wahai manusia, siapakah aku ? mereka menjawab “ Engkau adalah utusan Allah. Kemudian Rasulullah bersabda lagi “ Sebutkanlah nasabku ! Mereka menjawab “ Muhammad bin Abdullah bin Abdil Muththalib “, maka Rasulullah Saw bersabda “ Ada apa satu kaum merendahkan nenek moyangku, maka demi Allah sesungguhnya nenek moyangku seutama-utamanya nenenk moyang dan sebaik-baik tempat (kelahiran) “.

Keterangan :
Perhatikanlah wahai saudaraku hadits tsb, sungguh beliau marah saat ada orang merendahkan ayah dan datuk-datuk beliau. Hingga beliau mengumpulkan orang-orang dan menegaskan mereka sampai bersumpah atas nama Allah bahwa datuk-datuk beliau adalah sebaik-baik datuk dan sebaik-baik tempat dilahirkan. Lalu bagaimana jika beliau mendengar dari umatnya yang mengatakan bahkan memvonis bahwa kedua orangtua Rasulullah Saw masuk neraka ??

Dan masih banyak hadits-hadits semisal yang tidak saya sebutkan di sini, cukup hadits-hadits di atas menunjukkan kemuliaan dan keselamatan kedua orang tua Rasul Saw dari neraka.

Hadits riwayat imam Muslim tersebut masuk kategoeri ihtimal / memungkinkan makna lain.
Jika ada hadits yang memungkinkan banyak makna lainnya, maka tidak bisa dijadikan hujjah terlebih dalam masalah aqidah.

Hadits Muslim tersebut mengandung ihtimal yakni bahwa lafadz Ab (ayah) di situ bermakna ‘Amm (paman) dengan qarinah-qarinah yang ada. Karena sudah maklum dan terkenal dalam bahasa Arab penamaan paman dengan ayah. Yaitu ayah yang mengasuhnya.

Maka ayah yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah ayah asuh Rasulullah Saw yang tidak lain adalah pamannya yaitu Abu Thalib. Sebab Abu Thalib juga hidup saat Rasul Saw diangkat menjadi Rasul Saw dan beliau menolak permintaan Rasul Saw untuk bersyahadat.

Bahkan hal ini sudah masyhur di zaman Nabi Saw bahwa paman beliau Abu Thalib dipanggil Ab (ayah) Nabi Saw oleh orang-orang. Disebutkan dalam beberapa sirah Nabawiyyah :

كانوا يقولون له قل لابنك يرجع عن شتم آلهتنا وقال لهم أبو طالب مرة لما قالوا له أعطنا ابنك نقتله وخذ هذا الولد مكانه أعطيكم ابني تقتلونه وآخذ ابنكم أكفله لكم
“ Orang-orang kafir berkata kepada Abu Thalib “ Katakan pada anakmu agar tidak lagi mencaci tuhan-tuhan kami “, dan suatu hari Abu Thalib berkata pada mereka pada apa yang mereka katakan padanya“Berikan anakmu pada kami agar kami membunuhnya dan ambillah anak ini sebagai gantinya maka aku akan berikan anakku untuk kalian bunuh dan aku mengambil anak kalian untuk aku pelihara “.

Sudah maklum di kalangan mereka atas penamaan Abu Thalib disebut ayah Nabi Saw, karena ia telah mengasuh dan memelihara Nabi Saw.

Bahkan sebagian mufassirin berkata dalam ayat :

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لِأَبِيهِ آزَرَ أَتَتَّخِذُ أَصْنَامًا آلِهَةً إِنِّي أَرَاكَ وَقَوْمَكَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
Dan (Ingatlah) di waktu Ibrahim Berkata kepada bapaknya, Aazar, “Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya Aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata.” (Q.S Al An`am : 74)

Bahwa yang dmaksud abihi (ayahnya) Nabi Ibrahim yang bernama Aazar adalah pamannya bukan ayahnya.

Mari kita buktikan kebenarannya :
Imam Mujahid berkata :

ليس آزر أبا إبراهيم
“ Azar bukanlah ayah Nabi Ibrahim As “, atsar ini telah ditakhrij oleh Ibnu Abi Syaibah, Ibnu Al-Mundzir dan Ibnu Abi Hathim dengan sebagian jalan yang shahih.

Ibnu Al-Mundzir telah mentakhrij dengan sanad yang shahih dari Ibnu Juraij tentang firman Allah Swt :

(وإذ قال إبراهيم لأبيه آزر)
Maka beliau berkomentar :

ليس آزر بابيه إنما هو إبراهيم بن تيرح أو تارح بن شاروخ بن ناحور بن فالخ
“ Azar bukanlah ayah Nabi Ibrahim, sesungguhnya dia adalah Ibrahim bin Tirah atau Tarih bin Syarukh bin Nakhur bin Falikh “.

Ibnu Abi Hatim mentakhrij dengan sanad yang shahih dari As-Sadi bahwa beliau ditanya “ Ayah Nabi Ibrahim itu Azar, maka beliau menjawab “ bukan tapi Tarih “.

Dari Muhammad bin Ka’ab Al-Quradzhi bahwasanya beliau berkata “Terkadang paman dari jalur ayah atau jalur ibu disebut ayah“.

Imam Fakhru Ar-Razi berkata :

إن آزر لم يكن والد إبراهيم بل كان عمه واحتجوا عليه بوجوه: منها أن آباء الأنبياء ما كانوا كفارا ويدل عليه وجوه: منها قوله تعالى ( الذي يراك حين تقوم وتقلبك في الساجدين قيل معناه أنه كان ينقل نوره من ساجد إلى ساجد وبهذا التقدير فالآية دالة على أن جميع آباء محمد صلى الله عليه وسلم كانوا مسلمين وحينئذ يجب القطع بأن والد إبراهيم ما كان من الكافرين إنما ذاك عمه
Sesungguhnya Aazar bukanlah ayah nabi Ibrahim As akan tetapi pamannya. Para ulama berhujjah atas hal ini dengan beberapa arahan, di antaranya; Bahwa datuk-datuk para Nabi bukanlah orang kafir, dengan dalil di antaranta ayat ;( الذي يراك حين تقوم وتقلبك في الساجدين ), dikatakan maknanya adalah bahwasanya cahaya Nabi berpindah-pindah dari sulbi seorang ahli sujud (muslim) ke ahli sujud lainnya. Dengan makna ini, maka ayat tersebut menunjukkan bahwasanya semua datuk nabi Muhammad Saw adalah orang-orang muslim. Maka ketika itu wajib memastikan bahwa ayah nabi Ibrahim bukanlah dari orang kafir melainkan itu adalah pamannya

Nabi Ibrahim As dilarang oleh Allah beristighfar (memintakan ampun) untuk ayahnya. Namun kenapa dalam ayat yang lain justru nabi Ibrahim memintakan ampun untuk kedua orangtuanya setelah wafatnya Aazar ? padahal Allah sudah melarangnya ?

Ibnu Abi Hatim mentakhrij hadits dengan sanad yang shahih dari Ibnu Abbas Ra beliau berkata:

قال ما زال إبراهيم يستغفر لأبيه حتى مات فلما مات تبين له أنه عدو لله فلم يستغفر له
“ Nabi Ibrahim senantiasa beristighfar, memohon ampun untuk ayahnya hingga wafat, maka ketika ayahnya wafat, nyatalah baginya bahwa ayahnya adalah musuh Allah, sejak itu nabi Ibrahim tidak beristighfar untuknya lagi “.

Ibnu Al-Mundzir dalam kitab tafsirnya membawakan sebuah hadits dengan sanad yang shahih bahwa “ Ketika orang-orang kafir mengumpulkan kayu bakar dan melemparkan nabi Ibrahim ke dalamnya dengan api yang membara, maka berucaplah nabi Ibrahim “ Cukuplah Allah sebagai penolongku. Dan Allah berfirman “ Wahai api jadilah sejuk dan keselamatan bagi Ibrahim “. Maka berkatalah paman nabi Ibrahim “ Karenaku Ibrahim tidak terbakar “. Maka ketika itu Allah mengirim secercik api yang jatuh ke telapak kakinya dan membakarnya hingga tewas “.

Keterangan :
Nabi Ibrahim dilarang Allah mengistighfari ayahnya. Kemudian beliau diuji Allah dengan peristiwa pembakarannya. Dan saat itu pula pamannya ikut terbakar.

Setelah itu nabi Ibrahim berhijrah ke beberapa daerah hingga beliau meninggalkan istri dan anaknya di Makkah. Namun saat itu beliau berdoa sebagaimana diabadikan dalam al-Quran :

ربنا أني أسكنت من ذريتي بواد غير ذي زرع
“ Wahai Tuhan kami, sesungguhnya aku menempatkan keturunanku ini di lembah yang tidak ada tanaman “. Sampai ayat :

ربنا اغفر لي ولوالدي وللمؤمنين يوم يقوم الحساب
“ Wahai Tuhan kami, ampunilah aku dan kedua orangtuaku dan bagi orang-orang mukmin di hari berdirinya hisab “.

Di atas cukup jelas, bahwa beliau selalu mengistighfari ayahnya hingga beliau tahu ayahnya tersebut adalah musuh Allah dengan terbakarnya di hari ujian Nabi Ibrahim tersebut dengan pembakaran. Dan beliau pun berhenti mengistighfarinya lagi.

Namun setelah itu kenapa beliau masih tetap mengistighfarinya lagi sebagaimana ayat di atas ?
Jawabannya tidak ada lain bahwa yang dimaksud ayah dalam hadits di atas adalah paman nabi Ibrahim As dan telah dikuatkan dengan hadits shahih yang telah dibawakan imam Ibnu Al-Mundziri dalam tafsirnya di atas.

Dan terbukti beliau masih mengistighfari ayah kandungnya Tarih setelah kejadian pembakaran tersebut.

Apakah kau akan mengatakan al-Qurannya yang salah ? Maka dengan qarinah-qarinah ini semakin jelas bahwa yang dimaksud ayaku dalam hadits Muslim tersebut adalah ayah asuh Nabi Muhammad Saw yaitu paman beliau Saw Abu Thalib bukan ayah kandunganya Abdullah.

Hadits Syadz
Hadits riwayat imam Muslim tersebut statusnya syadz, sebab perawi hadits tersebut yang bernama Hammad diragukan hafalannya oleh para ulama ahli hadits. Dalam hadits-hadits riwayatnya banyak kemungkaran, bahkan diketahui bahwa rabibnya telah membuat kerancuan dalam kitab-kitabnya dan Hammad tidak menghafal hadits-haditsnya sehingga membuat kesamaran dalam haditsnya. Oleh karenanya imam Bukhari tidak mentakhrij hadits darinya. Dan masih banyak hadits riwayat lainnya yang lebih kuat, seperti riwayat Ma’mar dari Anas, al-Baihaqi dari Sa’ad bin Abi Waqqosh :

“اِنَّ اَعْرَابِيًّا قَالَ لِرَسُوْلِ الله اَيْنَ اَبِي قَالَ فِي النَّارِ قَالَ فَأَيْنَ اَبُوْكَ قَالَ حَيْثُمَا مَرَرْتَ بِقَبْرِ كَافِرٍ فَبَشِّرْهُ بِالنَّارِ”
“ Sesungguhnya A’robi berkata kepada Rasulullah “ dimana ayahku ?, Rasulullah menjawab : “ dia di neraka”, si A’robi pun bertanya kembali “ dimana AyahMu ?, Rasulullah pun menawab “ sekiranya kamu melewati kuburan orang kafir, maka berilah kabar gembira dengan neraka “

Riwayat di atas datang tanpa menyebutkan ayah Nabi di neraka.

Dan hadits syadz jika dari orang yang ghairu tsiqah (tidak terpercaya), maka hadits itu matruk dan tidak diterima. Sedangkan jika dariorang yang terpercaya, maka hukumnya tawaqquf (no coment/diam) dan tidak boleh dibuat hujjah terlebih jika bertentangan dengan al-Quran dan hadits lainnya.

Kedua : Kau memvonis orangtua Nabi Saw di neraka dengan berhujjah hadits berikut :

عن أبي هُرَيْرَةَ قال زَارَ النبي صلى الله عليه وسلم قَبْرَ أُمِّهِ فَبَكَى وَأَبْكَى من حَوْلَهُ فقال اسْتَأْذَنْتُ رَبِّي في أَنْ أَسْتَغْفِرَ لها فلم يُؤْذَنْ لي وَاسْتَأْذَنْتُهُ في أَنْ أَزُورَ قَبْرَهَا فَأُذِنَ لي فَزُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْمَوْتَ
“Dari Abi Hurairah, berkata : Nabi berziarah ke kubur ibunda Beliau, kemudian Beliau menangis, dan membuat mereka yang ada di sekelilingnya menangis, maka Nabi bersabda “ Aku meminta izin pada tuhanku untuk memohonkan ampun bagi Ibuku akan tetapi tidak dikabulkan, dan aku meminta idzin untuk menziarahinya kemudian aku diidzinkan, maka berziarahlah kalian karena dapat mengingatkan kalian akan kematian” (HR Muslim)

Jawaban :
Hadits tersebut bukan menunjukkan ibunda Nabi Saw ahli neraka sama sekali. Karena hadits tersebut juga bertentangan dengan ayat-ayat fatrah di atas.

Dan tangisan beliau bukan menunjukkan ibundanya ahli neraka atau sebab Allah tidak mengidzinkannya untuk mengistighfarinya. Tapi beliau menangis sebab ibunda beliau termasuk ahli fatrah yang tidak dibebankan kewajiban iman. Sedangkan orang yang tidak dibebankan kewajiban iman tidaklah berdosa sehingga tidak berhak diistighfari. Sama halnya kita tidak mengistighfari benda-benda mati, binatang atau malaikat, sebab semuanya bukanlah mukallaf. Dan istighfar bukan pada tempat yang disyare’atkan adalah ‘abatsun (maen-maen), sedangkan maen-maen dalam hal ibadah dilarang.

Bukti bahwa ibunda nabi Saw bukanlah orang musyrik dan ahli neraka adalah Allah mengidzinkan Nabi Saw untuk menziarahinya. Sedangkan kita tahu bahwa Allah melarang kita berdiri di sisi kuburan orang-orang kafir. Allah Swt berfirman :

ولاتصل على احد منهم مات ابدا ولا تقم على قبره انهم كفروا بالله ورسوله وماتوا وهم فاسقون
“ Dan janganlah kamu mensholati seorang dari mereka yang wafat selama-lamanya, dan janganlah kamu berdiri di sisi kuburnya. Sesungguhnya mereka mengkufuri Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam kedaan fasiq “.

Jika kau bertanya : Lalu bagaimana dengan hadits-hadits berikut ini :

ليت شعري ما فعل أبواي فنزلت (ولا تسال عن أصحاب الجحيم)
“ Aduhai, apa yang dilakukan kedua orangtuaku ? lalu turunlah ayat “ Dan janganlah kamu menanyakan perihal dari penduduk neraka “.

Jawaban : Hadits itu dha’if bahkan tidak disebutkan sama sekali dalam kitab-kitab yang mu’tamad.

Hadits tersebut hanya disebutkan dalam sebagian ktab tafsir dengan sanad yang terputus yang tidak bisa dibuat hujjah. Jika seandainya hadits-hadits wahiyah semisal itu boleh dibuat hujjah, maka aku akan tampilkan hadits semisal itu juga yang menentangnya :

هبط جبريل علي فقال إن الله يقرئك السلام ويقول إني حرمت النار على صلب أنزلك وبطن حملك وحجر كفلك
“ Sesungguhnya Jibril turun kepadaku dan berkata “ Sesungguhnya Allah mengirim salam untukmu dan berfirman “ Aku mengharamkan neraka atas orang yang menurunkanmu dari sulbinya, orang yang mengandungmu dan pangkuan orang yang merawatmu “.

Hadits itu berkenaan dengan kaum kafir bani Israil bukan dengan kedua orang tua Rassul Saw.

Jika kau bertanya : Lalu bagaimana dengan hadits :

أنه استغفر لأمه فضرب جبريل في صدره وقال لا تستغفر لمن مات مشركا، وحديث أنه نزل فيها (ما كان للنبي والذين آمنواأن يستغفروا للمشركين)
“ Bahwasanya Rasul Saw beristighfar untuk ibundanya, lalu jibril memukul dadanya dan berkata “ Janganlah kamu beristighfar untuk orang yang mati musyrik dan turun ayat : “ Tidaklah Nabi dan orang-orang yang beriman untuk mengistighfari orang-orang musyrik “.

Jawaban : Hadits tersebut juga dhai’if. Tidak bisa dibuat hujjah. Bahkan hadits yang shahihnya adalah ayat itu turun berkenaan Abu Thalib dan berkenaan hadits :

لاستغفرن لك مالم أنه عنك
“ Aku akan beristighfar untukmu (wahai Abu Thalib) Selama aku tidak dilarang “.

Jika kau bertanya : Dan bagaimana dengan hadits :

أنه قال لابني مليكة أمكما في النار فشق عليهما فدعاهما فقال إن أمي مع أمكما
“ Bahwasanya Rasul Saw berkata kepada kedua anak Malikah “ Ibu kalian berdua ada di dalam neraka. Lalu kedua anak itu merasa berat hatinya, maka Rasul Saw mendoakan keduanya kemudian bersabda “ Sesungguhnya ibuku bersam ibu kalian “.

Jawaban : Hadits tersebut juga dha’if karena diriwayatkan Utsman bin Umair dan tidak bisa dibuat hujjah. Imam Adz-Dzhabi berkata dalam kitab Mukhtashar Al-Mustadraknya :

قلت لا والله فعثمان بن عمير ضعفه الدار قطني
“ Aku katakan ; “ Demi Allah, imam Daru Quthni mendhaifkan Utsman bin Umair “

Imam Adz-Dzahabi sampai bersumpah mengatakan hadits tersebut dha’if.

Jika sudah jelas hadits-hadits tersebut dha’if, maka runtuhlah hujjah-hujjah mereka menggunakan hadits-hadits tersebut.

Dalil-dalil Isyarah
Pertama : Allah Swt berfirman :

وإذ قال إبراهيم لأبيه وقومه إنني براء مما تعبدون إلا الذي فطرني فإنه سيهدين وجعلها كلمة باقية في عقبه
“ Dan ketika Ibrahim berkata kepada ayah dan kaumnya “ Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kalian sembah, kecuali pada Dzat yang menciptakanku sesungguhnya Dia akan member petunjuk padaku “, dan Allah menjadikan kalimat itu terus ada pada aqibnya “.

Tafsirnya :
Abd bin Humaid mentakhrij hadits dengan sanad yang shahih dari Ibnu Abbas tentang tafsir :

وجعلها كلمة باقية في عقبه
قال لا إله إلا الله باقية في عقب إبراهيم
Ibnu Abbas berkata “ Kalimat Laa Ilaaha Illallah terus berlanjut pada keturunan nabi Ibrahim “.

Abd bin Humaid, Ibnu Jarir dan Ibnu Al-Mundzir juga mentakhrij hadits dari Mujahid tentang tafsir “ Kalimatan Baqiyatan “, bahwa beliau mengatakan “ Yang dimaksud adalah kalimat Laa ilaaha illallah “.

Abd bin Humaid juga berkata :

حدثنا يونس عن شيبان عن قتادة في قوله وجعلها كلمة باقية في عقبه قال شهادة أن لا اله إلا الله والتوحيد لا يزال في ذريته من يقولها من بعده.
“ Telah mneceritakan pada kami Yunus dari Syaiban dari Qotadah tentang firman Allah ; waja’alaha kalimatan baqiyan fi a’qibihi, bahwa beliau mengatakan “ Yaitu kesaksian Laa ilaaha illallah, dan tauhid akan selalu ada orang yang mengucapkannya setelah wafatnya nabi Ibrahim pada semua keturunannya “.

Abdur Razzaq juga meriwayatkan hadits yang sama tentang penafsiran ayat tersebut dari Mu’ammar dari Qotadah. Demikian pula Ibnu Juraij menafsirkan hal yang sama.

Dari penjelasan di atas, mengisyaratkan bahwasanya semua keturunan Nabi Ibrahim As orang-orang yang mentauhidkan Allah Swt dan bukan orang musyrik termasuk kedua orangtua Rasul Saw. Karena nabi Muhammad berasal dari keturunan Nabi Ismail As.


Kedua :
Ketika imam Sufyan bin Uyainah (salah seorang imam Mujtahid dan termasuk guru imam Syafi’i) ditanya “ Apakah ada seorang pun dari keturunan nabi Ismail yang menyembah berhala ? Maka beliau menjawab:

لا ألم تسمع قوله (واجنبني وبني أن نعبد الأصنام)
“ Tidak ada. Apakah kamu tidak mendengar firman Allah Swt “ Dan jauhkanlah aku dan keturunanku dari menyembah berhala “.

Ketiga :Allah Swt berfirman mengkisahkan doa nabi Ibrahim As:

رب اجعلني مقيم الصلاة ومن ذريتي
“ Ya Allah, jadikanlah aku dan dari keturunanku orang yang mendirikan sholat “.

Ibnu Juraij menafsirkan :

فلن يزال من ذرية إبراهيم ناس على الفطرة يعبدون الله
“Maka akan selalu ada dari keturunan nabi Ibrahim As, manusia pada masa fatrah yang menyembah Allah Swt “.

Keempat :Pada saat perang Hunain, Nabi Saw pernah berseru dengan bangga kepada kaum kafir :

أنا النبي لا كذب * أنا ابن عبد المطلب
“ Aku seorang nabi yang tidak pernah berdusta, Akulah keturunan Ibnu Abdil Muththallib “.

Lihat, bagaimana beliau berbangga dengan nasab pada kakeknya Abdil Muththalib. Seandainya Abdul Muththalib kafir, maka Rasululullah Saw tidak akan berbangga seperti itu, apalagi intisab (mengakui nasab dengan bangga) pada orang kafir itu dilarang dan diancam neraka oleh Allah Swt.

Kelima : Imam At-Thabrani mentakhrij hadits dari Ummi Salamah bahwasanya Nabi Saw bersabda :

وقد وجدت عمي أبا طالب في طمطم من النار فأخرجه الله لمكانه مني وإحسانه إليّ فجعله في ضحضاح من النار
“Sunngguh aku mendapatkan pamanku Abu Thalib di bagian dasar api neraka, lalu Allah mengeluarkannya sebab kedudukan dan kebaikannya di sisiku, maka Allah memindahkannya di bagian dangkal api neraka “.

Hadits ini mengisyaratkan bahwa kedua orangtua Nabi Saw tidak di neraka, sebab jika kedua orangtua beliau di neraka, maka niscaya keduanya paling ringan siksaannya daripada Abu Thalib, sebab kedua orantua Rasul Saw lah yang paling dekat kedudukannya di sisi Rasul Saw dan paling besar udzurnya di sisi Allah Swt.

Keenam : Imam Al-Baghawi, Asy-Syarbini dan para ulama hanafiyyah juga malikiyyah dan yang lainnya dari para ulama Ahlus sunnah berpendapat bahwa kelebihan dari perut Nabi Saw hukumnya suci.

Diriwayatkan oleh imam Daru Quthni dan beliau menshahihkannya, bahwasanya Ummu Aiman pernah meminum air seni Rasulullah Saw kemudian beliau bersabda :

لَنْ يَلِجَ النَّارَ بَطْنُكِ
“Perutmu tidak akan disentuh api neraka “.

Imam Tirmidzi berkata :”Darah Nabi Saw hukumnya suci karena Abu Taibah pernah meminum darah nabi Saw, demikian juga Ibnu Zubair saat itu masih kecil ketika Nabi Saw memberikan darah bekas cantuk untuk dibuangnya, tapi Ibnu Zubair malah meminumnya. Maka nabi Saw berabda :

من خالط دمه دمي لم تمسسه النار
“Barangsiapa yang darahnya bercampur dengan darahku, maka ia tidak akan disentuh api neraka “.

Keterangan :
Nabi Saw tidak memerintahkan mereka untuk mensucikan mulut mereka dengan air, yang berarti hukumnya suci.

Dari hadits-hadits itu menunjukkan bahwasanya kelebihan dari perut nabi seperti air seni atau darah beliau Saw bisa menyelamatkan orang dari neraka. Lantas bagiaman dengan kdeua orangtua Rasul Saw yang darah daging beliau Saw berasal darinya ??

Oleh sebab itulah imam Al-Allamah Al-Khuffaji berkata dalam sebuah nadzamnya :

لوالدي طه مقام على # في جنة الخلد ودار الثواب
وقطرة من فضلات له # في الجوف تنجي من اليم العقاب
فكيف ارحام قد غدت # حاملة تصلى بنار العذاب
Kedua orangtua Rasul Saw memiliki kedudukan yang tinggi #
Di surga khuld yang abadi dan penuh limpahan anugerah.
Setetes dari kelebihan perut Nabi
Yang masuk ke dalam perut seseorang dapat menyelamatkannya dari pedihnya siksa.
Maka bagaimana akan masuk neraka # rahim yang telah mengandung jasadnya ??

Catatan :
Tampaklah dari semua penjelasan di atas bahwa kedua orangtua Nabi Muhammad Saw termasuk ahli fatrah dan tidak masuk neraka.

Dan tampaklah semua dalil yang kau buat hujjah untuk memvonis kedua orangtua Nabi Saw di neraka sangatlah lemah dan bertentangan dengan ayat-ayat al-Quran dan Hadits-hadits yang lebih kuat.

Tak sepantasnya kau bersih keras mengatakan kedua orang tua Rasul Saw di neraka apalagi memvonisnya. Para ulama ada yang tawaqquf dalam masalah ini, mereka tak berani mengatakan kedua orangtua Rasul Saw di neraka. Inilah sikap yang ahsan wa awra’ (baik dan lebih hati-hati). Bukankah kita dilarang mebicarakan kejelekan orang yang sudah wafat? Bukankah kita diperintahkan untuk mencegah lisan kita dari membicarakan perihal yang terjadi di antara sahabat-sahabat nabi Saw ?

Demikian pula kedua orangtua Nabi Saw lebih berhak lisan kita untuk tidak membicaraannya. Ini lebih baik dan lebih selamat untukmu.

Wallahu a’lam
Ibnu Abdillah Al-Katibiy


Komentar