Membaca Surat Al Fatihah Untuk Yang Meninggal Dunia

Sudah sering kali ketika tradisi yang sudah menjalar di masyarakat dan itu warisan para ulama yang berdasarkan ijtihad mereka dengan tetap berpegang pada sumber hukum Islam masih ada golongan yang senang sekali mengkritisi dan menganggap sebagai ajaran yang menyimpang atau bid’ah. Salah satunya tradisi mengirim hadiah fatihah kepada mayit dan penggunaan lafal “ila ruhi….”.

Al-‘Allamah Sayyid ‘Abdur Rahman bin Muhammad bin Husain bin ‘Umar Ba ‘Alawi al-Hadhrami (1250- 1320) seorang ulama Hadhramaut Yaman mengungkapkan tentang keutamaan hal itu dalam kitabnya:

(مَسْأَلَةُ ب) اْلأَوْلَى بِمَنْ يَقْرَأُ الْفَاتِحَةَ لِشَخْصٍ أَنْ يَقُوْلَ إِلَى رُوْحِ فُلاَنِ بْنِ فُلاَنٍ كَمَا عَلَيْهِ الْعَمَلُ وَلَعَلَّ اخْتِيَارَهُمْ ذَلِكَ لِمَا أَنَّ فِي ذِكْرِ الْعَلَمِ مِنَ اْلاِشْتِرَاكِ بَيْنَ اْلاِسْمِ وَالْمُسَمَّى وَالْمَقْصُوْدُ هُنَا الْمُسَمَّى فَقَطْ لِبَقَاءِ اْلأَرْوَاحِ وَفَنَاءِ اْلأَجْسَامِ (بغية المسترشدين لعبد الرحمن باعلوي الحضرمي 1 / 201)
(Fatwa Syaikh Bafaqih) “Yang paling utama bagi seseorang yang membaca al-Fatihah untuk orang lain adalah mengucapkan: Untuk Ruh Fulan bin Fulan, sebagaimana yang telah diamalkan. Para ulama menggunakan hal tersebut karena dalam menyebutkan nama akan ada kesamaan antara nama dan orangnya, dan yang dimaksud disini adalah orangnya, sebab yang kekal adalah arwahnya, sementara jasadnya akan hancur” (Bughyat al-Mustarsyidin I/201)

Hal ini menunjukkan bahwa kirim pahala Fatihah juga sudah diamalkan oleh para ulama Aswaja di Negeri Yaman.


Hadis membaca surat Al Fatihah untuk yang meninggal dunia

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ إِذَا مَاتَ أَحَدُكُمْ فَلاَ تَحْبِسُوْهُ وَأَسْرِعُوْا بِهِ إِلَى قَبْرِهِ وَلْيُقْرَأْ عِنْدَ رَأْسِهِ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَعِنْدَ رِجْلَيْهِ بِخَاتِمَةِ سُوْرَةِ الْبَقَرَةِ فِي قَبْرِهِ (رواه الطبراني في الكبير رقم 13613 والبيهقي في الشعب رقم 9294 وتاريخ يحي بن معين 4 / 449)
“Diriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah Saw bersabda: Jika diantara kalian ada yang meninggal, maka janganlah diakhirkan, segeralah dimakamkan. Dan hendaklah di dekat kepalanya dibacakan pembukaan al-Quran (Surat al-Fatihah) dan dekat kakinya dengan penutup surat al-Baqarah di kuburnya” (HR al-Thabrani dalam al-Kabir No 13613, al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman No 9294, dan Tarikh Yahya bin Main 4/449)

Al-Hafidz Ibnu Hajar memberi penilaian pada hadis tersebut:

فَلاَ تَحْبِسُوْهُ وَأَسْرِعُوْا بِهِ إِلَى قَبْرِهِ أَخْرَجَهُ الطَّبْرَانِي بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ (فتح الباري لابن حجر 3 / 184)
“HR al-Thabrani dengan sanad yang hasan” (Fath al-Bari III/184)

Surat Fatihah Adalah Doa
Imam al-Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan bahwa beberapa sahabat Nabi pernah singgah di sebuah kabilah, yang kepala sukunya terkena gigitan hewan berbisa. Lalu sahabat melakukan doa ruqyah dengan bacaan Fatihah (tanpa ada contoh dan perintah dari Nabi). Kepala suku pun mendapat kesembuhan dan sahabat mendapat upah kambing. Ketika disampaikan kepada Nabi, beliau tersenyum dan berkata:

وَمَا يُدْرِيكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ أَصَبْتُمُ اقْسِمُوا وَاضْرِبُوا لِى مَعَكُمْ بِسَهْمٍ
“Dari mana kalian tahu bahwa surat Fatihah adalah doa? Kalian benar. Bagikan dan beri saya bagian dari kambing itu” (HR al-Bukhari dan Muslim, redaksi diatas adalah hadis al-Bukhari)

Di hadis ini sahabat membaca al-Fatihah untuk doa ruqyah adalah dengan ijtihad, bukan dari perintah Nabi. Mengapa para sahabat melakukannya, sebab hal ini tidak dilarang oleh Rasulullah. Sebagaimana dijelaskan oleh Allah dalam al-Hasyr: 7

“… Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah…”

Yang harus ditinggalkan adalah sesuatu yang dilarang oleh Rasulullah, bukan sesuatu yang tidak dilakukan oleh Rasulullah! Dalam masalah al-Fatihah ini tidak ada satupun hadis yang melarang membaca al-Fatihah dihadiahkan untuk mayit!

Bahkan membaca al-Fatihah untuk orang yang telah wafat juga telah diamalkan oleh para ulama, diantara ulama ahli Tafsir berikut:

وَأَنَا أُوْصِي مَنْ طَالَعَ كِتَابِي وَاسْتَفَادَ مَا فِيْهِ مِنَ الْفَوَائِدِ النَّفِيْسَةِ الْعَالِيَةِ أَنْ يَخُصَّ وَلَدِي وَيَخُصَّنِي بِقِرَاءَةِ اْلفَاتِحَةِ وَيَدْعُوَ لِمَنْ قَدْ مَاتَ فِي غُرْبَةٍ بَعِيْداً عَنِ اْلإِخْوَانِ وَاْلأَبِ وَاْلأُمِّ بِالرَّحْمَةِ وَالْمَغْفِرَةِ فَإِنِّي كُنْتُ أَيْضاً كَثِيْرَ الدُّعَاءِ لِمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فِي حَقِّي وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كَثِيْراً آمِيْنَ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ (تفسير الرازي : مفاتيح الغيب 18 / 183)
“(al-Razi berkata) Saya berwasiat kepada pembaca kitab saya dan yang mempelajarinya agar secara khusus membacakan al-Fatihah untuk anak saya dan diri saya, serta mendoakan orang-orang yang meninggal nan jauh dari teman dan keluarga dengan doa rahmat dan ampunan. Dan saya sendiri melakukan hal tersebut” (Tafsir al-Razi 18/233-234).

Bahkan ulama Salafi yang bernama Syaikh Abdullah al-Faqih berfatwa berpendapat bahwa al-Fatihah bisa sampai kepada orang yang telah wafat,:

قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ، سَوَاءٌ الْفَاتِحَةُ أَوْ غَيْرُهَا وَإِهْدَاءُ ثَوَابِ قِرَاءَتِهَا إِلَى الْمَيِّتِ جَائِزٌ وَثَوَابُهَا يَصِلُ إِلَى الْمَيِّتِ –إِنْ شَاءَ اللهُ- مَا لَمْ يَقُمْ بِالْمَيِّتِ مَانِعٌ مِنَ اْلاِنْتِفَاعِ بِالثَّوَابِ وَلاَ يَمْنَعُ مِنْهُ إِلاَّ الْكُفْرُ (فتاوى الشبكة الإسلامية معدلة رقم الفتوى 18949 حكم قراءة الفاتحة بعد صلاة الجنازة 3 / 5370)
“…. Membaca al-Quran baik al-Fatihah atau lainnya, dan menghadiahkan bacaannya kepada mayit, maka akan sampai kepadanya –Insya Allah- selama tidak ada yang menghalanginya, yaitu kekufuran (beda agama).” (Fatawa al-Islamiyah 3/5370)


Oleh: Ustadz Ma’ruf Khozin
Editor: Nasyit Manaf



Komentar