Di beberapa daerah di Indonesia suara keras
kata-kata tersebut hingga kini masih terdengar beberapa saat sebelum azan subuh
dari masjid-masjid dan mushala-mushala sebagai pengingat telah datang waktunya
imsak, waktu menahan diri dari berbagai hal yang bisa membatalkan puasa,
khususnya makan dan minum. Dan masyarakat maklum, bila telah terdengar kata
“imsak” dikumandangkan mereka serta merta menghentikan aktivitas makan dan
minum yang terangkai dalam kegiatan sahur.
Memang demikian adanya. Sebagian masyarakat
Muslim memahami bahwa datangnya waktu imsak adalah awal dimulainya ibadah
puasa. Pada saat itu segala kegiatan makan minum dan lainnya yang membatalkan
puasa harus disudahi hingga datangnya waktu maghrib di sore hari. Namun
demikian sebagian masyarakat Muslim juga bertanya-tanya, benarkah waktu imsak
sebagai tanda dimulainya puasa?
Lalu bagaimana sesungguhnya fiqih mengatur awal
dimulainya ibadah yang termasuk salah satu rukun Islam ini? Benarkah imsak
menjadi waktu awal dimulainya seseorang menahan lapar dan dahaga?
Bila mencermati beberapa penjelasan para ulama
dalam berbagai kitabnya akan bisa dengan mudah diambil satu kesimpulan kapan
sesungguhnya ibadah puasa itu dimulai dan apa sebenarnya yang dimaksudkan
dengan waktu imsak.
Imam Al-Mawardi di dalam kitab Iqna’-nya
menuturkan:
وزمان
الصّيام من طُلُوع الْفجْر الثَّانِي إِلَى غرُوب الشَّمْس لَكِن عَلَيْهِ
تَقْدِيم الامساك يَسِيرا قبل طُلُوع الْفجْر وَتَأْخِير (الْفطر) يَسِيرا بعد
غرُوب الشَّمْس ليصير مُسْتَوْفيا لامساكمَا بَينهمَا
“Waktu berpuasa adalah dari terbitnya fajar
kedua sampai tenggelamnya matahari. Akan tetapi (akan lebih baik bila) orang
yang berpuasa melakukan imsak (menghentikan makan dan minum) sedikit lebih awal
sebelum terbitnya fajar dan menunda berbuka sejenak setelah tenggelamnya
matahari agar ia menyempurnakan imsak (menahan diri dari yang membatalkan
puasa) di antara keduanya.” (lihat Ali bin Muhammad Al-Mawardi, Al-Iqnaa’ [Teheran: Dar Ihsan, 1420 H] hal. 74)
Dr. Musthafa al-Khin dalam kitab Al-Fiqh Al-Manhaji menyebutkan:
والصيام
شرعاً: إمساك عن المفطرات، من طلوع الفجر إلى غروب الشمس مع النية.
“Puasa menurut syara’ adalah menahan diri dari
apa-apa yang membatalkan dari terbitnya fajar sampai dengan tenggelamnya
matahari disertai dengan niat.” Musthafa al-Khin dkk, Al-Fiqh Al-Manhaji fil Fiqh As-Syafi’i [Damaskus: Darul Qalam, 1992], juz 2, hal. 73)
Sedangkan Sirojudin Al-Bulqini menyampaikan:
السابعُ:
استغراق الإمساكِ عما ذُكرَ لجميع اليومِ مِن طُلوعِ الفجرِ إلى غُروبِ الشمسِ.
“Yang ketujuh (dari hal-hal yang perlu
diperhatikan) adalah menahan diri secara menyeluruh dari apa-apa (yang
membatalkan puasa) yang telah disebut sepanjang hari dari tebitnya fajar sampai
tenggelamnya matahari..” (Sirojudin al-Bulqini, Al-Tadrib [Riyad: Darul Qiblatain, 2012], juz 1, hal. 343)
Dari keterangan-keterangan di atas secara jelas
dapat diambil kesimpulan bahwa awal dimulainya puasa adalah ketika terbit fajar
yang merupakan tanda masuknya waktu shalat subuh, bukan pada waktu imsak.
Adapun berimsak (mulai menahan diri) lebih awal sebelum terbitnya fajar
sebagaimana disebutkan oleh Imam Mawardi hanyalah sebagai anjuran agar lebih
sempurna masa puasanya.
Lalu bagaimana dengan waktu imsak yang ada?
Waktu imsak yang sering kita lihat di
jadwal-jadwal imsakiyah adalah waktu yang dibuat oleh para ulama untuk
kehatian-hatian. Dengan adanya waktu imsak yang biasanya ditetapkan sepuluh
menit sebelum subuh maka orang yang akan berpuasa akan lebih berhati-hati
ketika mendekati waktu subuh. Di waktu sepuluh menit itu ia akan segera
menghentikan aktivitas sahurnya, menggosok gigi untuk membersihkan sisa-sisa
makanan yang bisa jadi membatalkan puasa, dan juga mandi serta persiapan
lainnya untuk melaksanakan shalat subuh.
Dapat dibayangkan bila para ulama kita tidak
menetapkan waktu imsak. Seorang yang sedang menikmati makan sahurnya, karena
tidak tahu jam berapa waktu subuh tiba, dia akan kebingungan saat tiba-tiba
terdengar kumandng azan subuh sementara di mulutnya masih ada makanan yang siap
ditelan.
Satu hal yang perlu diketahui bahwa waktu imsak
hanya ada di Indonesia. Fenomena masjid-masjid dan musholla-musholla
menyuarakan waktu imsak tak ditemui di negara manapun sebagaimana bisa ditemui
di beberapa daerah di Indonesia.
Inilah kreatifitas ulama kita, ulama Nusantara.
Adanya waktu imsak adalah bagian dari sikap khas para ulama yang “memperhatikan
umat dengan perhatian kasih sayang” atau dalam bahasa Arab sering disebut
yandhuruunal ummah bi ‘ainir rahmah. Karena sayangnya ulama negeri ini kepada
umat mereka menetapkan waktu imsak demi lebih sempurnanya puasa Ramadhan yang
dilakukan umat Islam bangsa ini.
Wallahu a’lam.
Komentar
Posting Komentar