Suatu hari untuk suatu tujuan Rasulullah keluar rumah dengan
menunggangi untanya. Abdullah bin Ja’far ikut membonceng di belakang.
Ketika mereka sampai di pagar salah salah seorang kalangan Anshar,
tiba-tiba terdengar lenguhan seekor unta. Unta itu menjulurkan lehernya ke arah Rasulullah saw. Ia merintih.
Air matanya jatuh berderai. Rasulullah saw. mendatanginya. Beliau
mengusap belakang telinga unta itu. Unta itu pun tenang. Diam.
Kemudian dengan wajah penuh kemarahan, Rasulullah saw. bertanya, “Siapakah pemilik unta ini, siapakah pemilik unta ini?”. Pemiliknya pun bergegas datang. Ternyata, ia seorang pemuda Anshar.
“Itu adalah milikku, ya Rasulullah,” katanya.
Rasulullah saw. berkata, “Tidakkah engkau takut kepada Allah karena
unta yang Allah peruntukkan kepadamu ini? Ketahuilah, ia telah
mengadukan nasibnya kepadaku, bahwa engkau membuatnya kelaparan dan
kelelahan.”
Subhanallah! Unta itu ternyata mengadu kepada Rasulullah saw. bahwa
tuannya tidak memberinya makan yang cukup sementara tenaganya diperas
habis dengan pekerjaan yang sangat berat. Kisah ini bersumber dari
hadits nomor 2186 yang diriwayatkan Abu Dawud dalam Kitab Jihad.
Bagaimana jika yang mengadu adalah seorang pekerja yang gajinya tidak
dibayar sehingga tidak bisa membeli makanan untuk keluarganya,
sementara tenaganya sudah habis dipakai oleh orang yang
mempekerjakannya? Pasti Rasulullah saw. lebih murka lagi.
Di kali yang lain, Abdullah bin Umar menceritakan bahwa Rasulullah
saw. pernah bersabda, “Seorang wanita disiksa karena menahan seekor
kucing sehingga membuatnya mati kelaparan, wanita itupun masuk neraka.”
Kemudian Allah berfirman –Allah Mahatahu—kepadanya, “Kamu tidak
memberinya makan, tidak juga memberinya minum saat ia kamu pelihara;
juga engkau tidak membiarkannya pergi agar ia dapat mencari makanan
sendiri dari bumi ini.” (HR. Bukhari, kitab Masafah, hadits nomor 2192).
Yang ini cerita Amir Ar-Raam. Ia dan beberapa sahabat sedang bersama
Rasulullah saw. “Tiba-tiba seorang lelaki mendatangi kami,” kata Amir
Ar-Raam. Lelaki itu dengan kain di atas kepadanya dan di tangannya
terdapat sesuatu yang ia genggam. Lelaki itu berkata, “Ya Rasulullah, saya segera mendatangimu saat
melihatmu. Ketika berjalan di bawah pepohonan yang rimbun, saya
mendengar kicauan anak burung, saya segera mengambilnya dan
meletakkannya di dalam pakaianku. Tiba-tiba induknya datang dan segera
terbang berputar di atas kepalaku. Saya lalu menyingkap kain yang
menutupi anak-anak burung itu, induknya segera mendatangi anak-anaknya
di dalam pakaianku, sehingga mereka sekarang ada bersamaku.”
Rasulullah saw. berkata kepada lekaki itu, “Letakkan mereka.”
Kemudian anak-anak burung itu diletakan. Namun, induknya enggan meninggalkan anak-anaknya dan tetap menemani mereka.
“Apakah kalian heran menyaksikan kasih sayang induk burung itu
terhadap anak-anaknya?” tanya Rasulullah saw. kepada para sahabat yang
ada waktu itu.
“Benar, ya Rasulullah,” jawab para sahabat.
“Ketahuilah,” kata Rasulullah saw. “Demi Dzat yang mengutusku dengan
kebenaran, sesungguhnya Allah lebih penyayang terhadap hamba-hamba-Nya
melebihi induk burung itu kepada anak-anaknya.”
“Kembalikanlah burung-burung itu ke tempat di mana engkau
menemukannya, bersama dengan induknya,” perintah Rasulullah. Lelaki yang
menemukan burung itupun segera mengembalikan burung-burung itu ke
tempat semula.
Begitulah Akhlak terhadap hewan yang diajarkan Rasulullah saw.
Bahkan, membunuh hewan tanpa alasan yang hak, Rasulullah menggolongkan
suatu kezhaliman. Kabar ini datang dari Abdullah bin Amr bin Ash, bahwa
Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang membunuh seekor burung tanpa
hak, niscaya Allah akan menanyakannya pada hari Kiamat.” Seseorang bertanya, “Ya Rasulullah, apakah hak burung tersebut?”. Beliau menjawab, “Menyembelihnya, dan tidak mengambil lehernya lalu mematahkannya.” (HR. Ahmad, hadits nomor 6264)
Jika kepada hewan saja kita memenuhi hak-haknya, apalagi kepada manusia. Adakah hak-hak orang lain yang belum kita tunaikan?
Komentar
Posting Komentar