Tabaruk atau ngalap berkah adalah berbagai cara untuk mendapatkan keberkahan/tambahan kebaikan dari Allah Swt. melalui berbagai media (mutabarrak bih). Semua itu dengan tetap berkeyakinan bahwa yang memberi kebaikan hanyalah Allah semata.
Meskipun ada saja sebagian kelompok yang mensyirik-syirikkan tabaruk
dan mengangkat dalil-dalil yang rasanya tak bisa dibantah hanya dengan
asumsi bahwa semua bentuk pengagungan kepada makhluk adalah syirik.
Padahal, ada beberapa cara unik ngalap berkah yang telah
dilakukan sejak jaman Nabi Muhammad Saw. bahkan dicontohkan oleh beliau,
dilakukan oleh para sahabat setelah beliau wafat dan dilestarikan oleh
para ulama. Semoga bisa membuka mata kita, tidak ada yang salah dengan
tabaruk. Ini 5 tabaruk di zaman Nabi Muhammad Saw.:
Dahak nabi
Dalam sebuah hadis panjang al-Bukhari meriwayatkan bahwa Mughirah
mengamati tingkah laku para sahabat Nabi Saw. Dia lalu berkata, “Demi
Allah, tidaklah Rasulullah – shollallahu ‘alaihi wasallam – mengeluarkan
dahak kecuali dahak itu jatuh ke telapak seorang dari mereka, lalu
orang itu menggosokkan dahak tersebut ke wajah dan kulitnya,” (HR. Bukhari, Juz II, h. 974).
Darah Nabi
Dari Abdullah bin az-Zubair – radhiyallahu ‘anhu –, ia datang kepada Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wasallam – saat
beliau sedang berbekam. Ketika telah selesai beliau berkata, ”Wahai
‘Abdullah bin Zubair, ambillah darah ini dan buanglah di tempat yang
sekiranya tidak diketahui oleh seorang pun.”
Abdullah pergi dari hadapan Rasulullah lalu meminum darah itu sedikit
demi sedikit. Ketika ia kembali kepada Rasulullah, beliau bertanya,
”Wahai Abdullah, apa yang engkau perbuat dengan darah tadi?” Abdullah
menjawab, “Aku simpan di tempat yang paling aman dan aku kira tidak
seorang pun yang mengetahuinya.”
Beliau berkata, ”Jangan-jangan engkau meminumnya?” Abdullah menjawab,
”Ya.” Nabi berkata, ”Kenapa engkau meminum darah? Celakalah orang yang
berbuat jelek kepadamu,” (HR. at-Tirmidzi dalam Nawadir al-Ushul, juz I,
h. 186).
Hadits di atas juga diriwayatkan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar dalam al-Mathalib-nya
dengan tambahan: Abu Salamah berkata, “‘Kuceritakan hadits itu kepada
Abu ‘Ashim, maka ia berkata, ‘Para sahabat berpendapat bahwa kekuatan
yang dimiliki Abdullah bin az-Zubair adalah karena berkah darah
tersebut.'”
Air Seni Nabi
Ath-Thabrani meriwayatkan dalam al-Mu’jam al-Kabir bahwa Nabi – shallallahu ‘alaihi wasallam – memiliki
wadah kayu yang dipakai untuk menampung air seni beliau ketika malam
hari. Satu ketika beliau mencari-cari wadah itu dan tidak menemukannya.
Setelah ditanyakan ternyata air seni dalam wadah tersebut telah
diminum oleh pelayan Ummu Salamah yang bernama Barkah. Nabi berkata,
“Sungguh ia telah berlindung dari Neraka dengan suatu pelindung.” Hadis
ini juga diriwayatkan oleh Abu Daud, an-Nasa`i, Ibnu Hibban, dan
al-Hakim.
Menyikapi hadis di atas, para ulama berbeda pendapat tentang kotoran
badan Nabi Muhammad Saw. Ada yang berpendapat najis dan sebagian
mengatakan tidak najis. Namun dari kedua pihak tak ada yang mengingkari
kebolehan bertabaruk dengan media kotoran badan Nabi. Demikian
penjelasan imam an-Nawawi dalam al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab-nya juz I h. 233-234.
Tetapi perlu digarisbawahi di sini, saya tak hendak mengatakan bahwa
kita boleh bertabaruk dengan media kotoran orang saleh karena memang
belum saya temukan dasarnya. Mungkin saja untuk hal yang kotor-kotor
dalam ngalap berkah seperti ini diperuntukkan hanya kepada Nabi Muhammad Saw.
Mencium Tangan dan Kaki Ulama
Hadis tentang mencium tangan dan kaki Nabi Muhammad Saw. mungkin
sudah biasa. Namun, para sahabat juga melakukan itu kepada selain Nabi
Saw. seperti mencium tangan bahkan kaki ulama salaf dan orang yang
diangapnya lebih mulia.
Dalam al-Adab al-Mufrad, hadis ke 976 diriwayatkan bahwa Shuhaib melihat Imam Ali – karramallu wajhah– sedang mencium tangan dan kedua kaki ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu.
Sebuah kisah lain disampaikan oleh Abu Bakr Muhammad bin Abdul Ghani (629 H) dalam at-Taqyid, Juz
I h. 12 bahwa suatu ketika Imam Muslim datang kepada Imam al-Bukhari
lalu ia mencium antara kedua mata Imam al-Bukhari dan berkata, “Biarkan
saya mencium kedua kakimu wahai gurunya para guru, sayyidnya para
muhadditsin dan tabibnya hadits di saat sakitnya.”
Rendaman Baju Ulama
Yusuf Khattar dalam al-Mausu’ah al-Yusufiyah fi Bayani Adillah ash-Shufiyah, juz
VI h. 18, menceritakan bahwa ar-Rabi’ murid Imam Syafi’i pulang dari
Baghdad setelah mengantarkan surat Imam syafi’I kepada Imam Ahmad bin
Hanbal.
Ia membawa surat balasan dan sebuah baju gamis yang sedang dipakai
Imam Ahmad ketika menerima surat. Setelah tahu bahwa ar-Rabi’ membawa
baju gamis itu, maka Imam Syafi’i memintanya agar merendam dengan air
karena ia hendak bertabaruk dengan air rendaman gamis itu.
Ar-rabi’ meletakkan air rendaman gamis tersebut dalam tempat air dan
ia melihat Imam Syafi’i setiap hari mengusap wajahnya dengan air itu.
Sebaliknya diriwayatkan pula bahwa Imam Ahmad pun juga membasuh baju
Imam Syafi’i dan meminum air basuhannya.
Komentar
Posting Komentar