Sebagaimana tradisi suku Quraisy dan kabilah Arab pada umumnya, pada
hari kedelapan selepas dilahirkan oleh Siti Aminah, Muhammad kecil harus
diungsikan ke pedalaman dan baru akan dikembalikan ke ibunya ketika
kelak berusia delapan atau sepuluh tahun. Tentu hal ini membuat Siti Aminah gundah. Tapi, tradisi tetaplah tradisi, mau nggak mau harus tetap dilaksanakan.
Aminah pun sadar, ini penting untuk ia lakukan. Ia pun mengikhlaskan
putranya untuk dikirim ke pedalaman. Lagipula ia tahu bahwa tujuan
dikirimkannya supaya kemampuan berbahasa sang anak bagus—di pedalaman
bahasa yang digunakan adalah bahasa Arab asli, belum campuran dan bukan
bahasa pasar (fush-ha)—dan bisa mencecap udara pedalaman yang bersih, tidak seperti di kota yang dianggap telah tercemar.
Di pedalaman itu, Muhammad kecil diasuh oleh Halimah bint Abi Dzuaib
(Halimatus Sa’diyah) selama tiga tahun. Muhammad pun tumbuh menjadi anak
yang cepat tanggap, telaten dan jujur. Ia juga kerap membantu temannya
yang kesusahan dan selalu bersikap bersahaja walaupun ia terkenal
memiliki kecerdasan yang luar biasa dibandingkan anak seumurannya,
apalagi ia adalah keturunan salah satu suku terpandang di kabilah Arab.
Hal itu membuatnya disukai banyak orang. Tak terkecuali teman sebayanya.
Suatu ketika, saat ia bermain bersama anak-anak lain, ia didatangi
oleh dua orang berbaju putih. Ia pun sempat bertanya, tapi tidak
dijawab. Dua orang itu berkata dengan bahasa yang tidak dimengerti oleh
Muhammad kecil.
Sontak, hal ini pun membuatnya ketakutan. Tak terkecuali
teman-temannya. Mereka pun berlari mendatangi rumah Halimatus Sa’diyah
dan melaporkan peristiwa yang terjadi.
“Saudaraku yang dari Quraisy itu telah diambil oleh dua orang laki-laki,” ujar salah seorang dari mereka, agak berteriak.
Halimah pun agak terkaget. Tapi, ia berusaha tetap tenang.
“Apa benar yang kau katakan?”
“Benar. Dan ia telah dibaringkan di sebuah batu, perutnya dibedah sambil dibolak-balikkan.”
Seketika itu pula wajah Halimah pucat. Ia pun berlari menuju tempat
yang diceritakan itu. Tak butuh waktu lama, ia pun sampai di tempat yang
diceritakan itu.
Di sana, ia melihat Muhammad yang terdiam, Halimah pun berusaha menenangkannya.
“Apa yang telah terjadi, Anakku.”
Muhammad melihat wajah Halimah. Kemudian merangkulnya. Lalu, dengan
agak terbata-bata ia menjawab, ”Dua orang itu berbaju putih. Ia berusaha
mengambil sesuatu dari tubuhku.”
“Apakah itu?”
“Aku tidak tahu, Ibu.”
Halimah pun merangkulnya sekali lagi. Ia pun sebenarnya ketakutan dan
takut jika anak ini sedang kesurupan atau ada keanehan lain yang tidak
mengerti. Untuk itu, ia bersepakat dengan keluarganya untuk
mengembalikan Muhammad kecil ke Makkah.
Kelak, selepas Muhammad kecil tumbuh dewasa dan diangkat menjadi
Rasul, baru ia mengerti bahwa dua orang berbaju putih itu adalah
malaikat yang diutus oleh Allah subhanahu wata'ala untuk mencari dan mengangkat keburukan dalam dirinya.
Komentar
Posting Komentar