Sejarah
Islam dipenuhi dengan para perempuan teladan dan mulia yang
masing-masing telah menunjukkan perjuangan besar di masa mereka dalam
mencapai kesempurnaan jiwa dan akhlak. Nama-nama mereka untuk selamanya
menjadi teladan bagi yang ingin meniti jalan menuju kesempurnaan dengan
meneladani sirah mereka. Salah satu di antara para wanita teladan
tersebut adalah Sayyidah Khadijah al-Kubra as, istri Rasulullah Saw.
Sayyidah
Khadijah selama 24 tahun menjadi pendamping dan istri yang setia dan
jujur bagi Rasulullah Saw. Wanita mulia ini, baik di tahun-tahun sebelum
bi’tsah maupun tahun-tahun penuh derita setelah bi’tsah, tidak pernah
lalai dari Rasulullah. Dengan menghadapi seluruh kesulitan dan
kontradiksi sosial yang ada di masanya, Sayyidah Khadijah as menjadi
pendamping terbaik bagi Rasulullah Saw.
Pada
hari pertama setelah Nabi Muhammad SAW diutus sebagai Rasulullah dan sedang turun
dari goa Hira, Sayyidah Khadijah langsung menyambutnya dan menjadi
wanita pertama yang memenuhi seruan risalah Nabi Muhammad Saw dan
memeluk agama Islam. Ketika Rasulullah Saw menyampaikan Islam kepada
istri tercinta beliau, Sayyidah Khadijah berkata: “Aku beriman, aku
meyakini kenabianmu, aku menerima agama Islam dan aku berserah diri.”
(Bihar al-Anwar jilid 18). Sejak awal, Sayyidah Khadijah mampu mengenali
kebenaran, menerimanya dengan sepenuh hati serta mengucapkannya dengan
lantang.
Sayyidah
Khadijah as, adalah wanita bijaksana yang lahir di kota Mekkah, 68
tahun sebelum Hijrah. Dari sisi nasab, kehormatan, status sosial dan
keluarga, beliau memiliki posisi yang istimewa di antara kaum perempuan
Jazirah Arab dan Quraish. Dari sisi kesempurnaan, kepribadian dan
kebijaksanaan, Sayyidah Khadijah as adalah yang paling utama di antara
semua wanita di masa itu. Sejak usia belia, beliau adalah salah satu
wanita tersohor di Hijaz dan Arab. Karena beliau adalah wanita pedagang
pertama dan merupakan salah satu saudagar terkemuka di Hijaz.
Di
samping berdagang, beliau juga sangat meningkatkan kepribadian dan
nilai-nilai kemanusiaan dalam dirinya. Sayyidah Khadijah as, tidak
mengejar keuntungan membabi-buta. Oleh karena itu, dalam berdagang
beliau berusaha menjauhkan diri dari keuntungan tidak benar yang marak
di masa itu seperti riba dan lain sebagainya.
Hal ini
menjadi faktor pemikat kepercayaan dari banyak kelompok dan lapisan
masyarakat serta meningkatkan keberhasilan dan keuntungan yang diperoleh
Sayyidah Khadijah as, melalui perdagangan yang halal. Dalam sejarah
disebutkan, “Ribuan onta berada di tangan pembantu dan pekerja Khadijah
yang melintasi berbagai negeri seperti Mesir, Sham dan Habasyah untuk
berdagang dan mengangkut barang dagangan.”
Selain
dikenal sebagai seorang pengusaha besar dan sukses, Sayyidah Khadijah as
juga dikenal sebagai sosok spiritual, lembut, suci, dermawan, serta
memiliki pemikiran tinggi dan pandangan jauh ke depan. Bahkan di era
Jahiliyah, di mana kesucian tidak berarti sama sekali, Sayyidah
Khadijah juga dikenal dengan nama Thahirah, karena kesuciannya.
Berbagai
keutamaan tersebut disandingkan dengan status keluarga dan kekayaannya
yang melimpah, membuat banyak pembesar Mekkah yang melamar beliau. Akan
tetapi, Sayyidah Khadijah as adalah wanita dengan pandangan dan
kesadaran yang tinggi, hanya mencari keutamaan akhlak dan spiritual.
Oleh karena itu, beliau menolak semua lamaran.
Akan
tetapi ketika beliau mengenal seorang sosok terkenal menjaga amanat dan
berhati bersih seperti Nabi Muhammad SAW, Sayyidah Khadijah sendiri yang
melangkah maju dan mengajukan permintaan pernikahan. Dalam pertemuannya
dengan Nabi Muhammad Saw, Sayyidah Khadijah berkata, “Wahai Muhammad!
Aku mendapati dirimu sebagai sosok mulia, penjaga amanat dan seorang
manusia di puncak kemurnian, kejujuran, kesucian dan kebenaran, di mana
kau menjaga dirimu tetap suci dan tidak ada sedikit pun noda di
pangkuanmu. Kau berakhlak baik, terpercaya dan jujur, kau tidak takut
untuk berkata jujur dan kau tidak melepaskan nilai-nilai kemanusiaanmu
di hadapan apapun. Karakter dan kepribadian muliamu ini telah
sedemikian mempesonaku sehingga sekarang aku ingin mengemukakan
permintaan pernikahan dan juga perkenalan denganmu. Jika kau menyetujui
permintaanku, aku siap untuk melaksanakan acara pernikahan kapan pun
waktu yang tepat.” (Tadzkirah al-Khawas jilid dua).
Selama
25 tahun hidup bersama Nabi Muhammad Saw, Sayidah Khadijah telah
memberikan pengorbanan besar kepada beliau dan Islam. Dukungan
finansial, mental dan emosional kepada Rasulullah Saw, keyakinan dan
pembenaran atas kenabian beliau di saat orang-orang mendustakannya,
serta pertolongan beliau kepada Nabi Saw dalam menghadapi orang-orang
musrik adalah bagian dari pengorbanan besar beliau kepada Rasulullah Saw
dan Islam.
Ketika
Nabi Muhammad Saw menjalankan tugas beliau sebagai utusan Allah Saw
untuk memberikan hidayah kepada umat manusia, orang-orang musyrik
mengganggu dan memusuhi beliau. Di saat-saat seperti itu, istri yang
mengerti dan penuh kasih sayang seperti Khadijah adalah penenang hati
terbaik yang meredakan kesusahan tersebut.
Ibnu
Ishaq, seorang sejarawan terkenal menulis, "Nabi tidak mendengar
perkataan kaum yang menolak dan mendustakan, di mana menyebabkan
kesedihan dan mengganggu pemikirannya, kecuali Allah Swt telah
menghilangkan kesedihan itu melalui Khadijah. Khadijah telah meringankan
dampak berat dari ucapan-ucapan kasar yang dilontarkan kepada
Rasulullah Saw dan membenarkan beliau. Beliau juga menganggap tidak
bernilai terhadap perilaku dan kelancangan orang-orang kepada Rasulullah
Saw.
Hari
kesepuluh dari bulan Ramadhan adalah hari terakhir bagi seorang
perempuan yang selama 25 tahun senantiasa mengiringi langkah utusan
terakhir Allah Swtitu. Nabi Muhammad Saw di hari semacam ini harus
merelakan istri tercintanya untuk kembali kepada Yang Maha Kuasa. Sebuah
peristiwa yang menyayat jiwa beliau setelah beberapa waktu sebelumnya
harus kehilangan pamannya Abu Thalib as.
Wafatnya
Sayidah Khadijah begitu mempengaruhi beliau, sehingga tahun itu disebut
sebagai "tahun kesedihan" (Am al-Huzn). Ketika Sayidah Khadijah as
wafat, Nabi Muhammad Saw menangis. Nabi mengusap air matanya yang
bercucuran dengan kedua tangannya ketika memakamkan isteri tercintanya
itu. Pada waktu itu beliau berkata, "Tidak ada yang dapat menyamai
Khadijah. Ketika semua mendustakanku, ia membenarkanku. Ia menjadi
penolongku dalam mendakwahkan agama Allah Swt dan dengan hartanya, ia
membantuku".
Komentar
Posting Komentar