Hukumnya Sunnah dan pahala bacaan
itu sampai kepada mayit menurut sebagian besar ulama, dan haditsnya Shohih.
Simak Hadits dan Qaul ulama
berikut:
Keterangan Dari Kitab Wahabiyah
وَأَخْرَجَ أَبُوْ الْقَاسِمِ
سَعْدُ بْنُ عَلِيٍّ الزَّنْجَانِيُّ فِي فَوَائِدِهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ دَخَلَ الْمَقَابِرَ
ثُمَّ قَرَأَ فَاتِحَةَ الْكِتَابِ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ وَأَلْهَاكُمْ
التَّكَاثُرُ ثُمَّ قَالَ إِنِّي جَعَلْتُ ثَوَابَ مَا قَرَأْتُ مِنْ كَلاَمِكَ
ِلأَهْلِ الْمَقَابِرِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ كَانُوْا شُفَعَاءَ
لَهُ إِلَى اللهِ تَعَالَى وَأَخْرَجَ صَاحِبُ الْخَلاَّلِ بِسَنَدِهِ عَنْ أَنَسٍ
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ دَخَلَ
الْمَقَابِرَ فَقَرَأَ سُوْرَةَ يس خَفَّفَ اللهُ عَنْهُمْ وَكَانَ لَهُ بِعَدَدِ
مَنْ فِيْهَا حَسَنَاتٌ (عمدة القاري شرح صحيح البخاري لبدر الدين العيني 4 / 497
وشرح الصدور بشرح حال الموتى والقبور للحافظ جلال الدين السيوطي 1 / 303 وفي احكام
تمني الموت لمحمد بن عبد الوهاب - مؤسس الفرقة الوهابية - 75)
"Abu Qasim Saad bin Ali
al-Zanjani dalam kitab Fawaidnya meriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa
Rasulullah Saw bersabda: 'Barangsiapa masuk ke kuburan kemudian membaca
al-Fatihah, al-Ikhlas, al-Takatsur, lalu berdoa: Sesungguhnya saya jadikan
bacaan saya dari firman-Mu untuk para ahli kubur, baik mukminin dan mukminat,
maka mereka akan menjadi pemberi syafaat baginya di sisi Allah'. Al-Khallal
juga meriwayatkan sebuah hadis dari Anas bin Malik: 'Barangsiapa masuk ke
kuburan, kemudian membaca Yasin, maka Allah akan meringankan kepada mereka pada
hari itu dan dia mendapatkan kebaikan-kebaikan sesuai bilangan yang ada di
kuburan tersebut" (Badruddin al-Aini dalam kitab Umdat al-Qari Syarah
Sahih al-Bukhari IV/497, al-Hafidz al-Suyuthi dalam Syarh al-ShudurI/303 dan
Muhammad bin Abdul Wahhab (Pendiri aliran Wahhabi) dalam Ahkam Tamanni al-Maut
75)
Dan hadis dari Ali secara marfu':
وَحَدِيْثُ عَلِيٍّ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ مَرْفُوْعًا مَنْ مَرَّ عَلَى الْمَقَابِرِ وَقَرَأَ قُلْ هُوَ اللهُ
أَحَدٌ أَحَدَ عَشَرَ مَرَّةً وَوَهَبَ اَجْرَهُ لِلاَمْوَاتِ اُعْطِىَ مِنَ
اْلاَجْرِ بِعَدَدِ اْلأَمْوَاتِ رَوَاهُ أَبُوْ مُحَمَّدٍ السَّمَرْقَنْدِي
(التفسير المظهرى 1 / 3733 وشرح الصدور بشرح حال الموتى والقبور للحافظ جلال الدين
السيوطي 1 / 303)
"Barangsiapa melewati
kuburan kemudian membaca surat al-Ikhlas 11 kali dan menghadiahkan pahalanya
kepada orang yang telah meninggal, maka ia mendapatkan pahala sesuai bilangan
orang yang meninggal. Diriwayatkan oleh Abu Muhammad al-Samarqandi"
(Tafsir al-Mudzhiri I/3733 dan al-Hafidz al-Suyuthi dalam Syarh al-Shudur
I/303)
Hal ini diperkuat oleh madzhab
Imam Ahmad:
(وَتُسْتَحَبُّ قِرَاءَةٌ بِمَقْبَرَةٍ)
قَالَ الْمَرُّوْذِيُّ سَمِعْتُ أَحْمَدَ يَقُوْلُ إذَا دَخَلْتُمُ الْمَقَابِرَ
فَاقْرَءُوْا بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَالْمُعَوِّذَتَيْنِ وَقُلْ هُوَ اللهُ
أَحَدٌ وَاجْعَلُوْا ثَوَابَ ذَلِكَ إلَى أَهْلِ الْمَقَابِرِ فَإِنَّهُ يَصِلُ
إلَيْهِمْ وَكَانَتْ هَكَذَا عَادَةُ اْلأَنْصَارِ فِي التَّرَدُّدِ إلَى
مَوْتَاهُمْ يَقْرَءُوْنَ الْقُرْآنَ (مطالب أولي النهى للرحيباني الحنبلي 5 / 9)
"(Dianjurkan membaca
al-Quran di kuburan) Al-Marrudzi berkata: Saya mendengar Imam Ahmad berkata:
Jika kalian masuk ke kuburan maka bacalah surat al-Fatihah, al-Falaq, al-Nas
dan al-Ikhlash. Jadikan pahalanya untuk ahli kubur, maka akan sampai pada
mereka. Seperti inilah tradisi sahabat Anshar dalam berlalu-lalang ke kuburan
untuk membaca al-Quran" (Mathalib Uli al-Nuha 5/9)
Ibnu Taimiyah pun, yang menjadi
panutan kelompok anti tahlil, juga memperbolehkan sedekah untuk mayat, khataman
al-Quran dan mengumpulkan orang lain untuk mendoakannya:
الصَّحِيْحُ أَنَّهُ يَنْتَفِعُ
الْمَيِّتُ بِجَمِيْعِ الْعِبَادَاتِ الْبَدَنِيَّةِ مِنْ الصَّلاَةِ وَالصَّوْمِ
وَالْقِرَاءَةِ كَمَا يَنْتَفِعُ بِالْعِبَادَاتِ الْمَالِيَّةِ مِنْ الصَّدَقَةِ
وَالْعِتْقِ وَنَحْوِهِمَا بِاتِّفَاقِ اْلأَئِمَّةِ وَكَمَا لَوْ دَعَا لَهُ
وَاسْتَغْفَرَ لَهُ وَالصَّدَقَةُ عَلَى الْمَيِّتِ أَفْضَلُ مِنْ عَمَلِ خَتْمَةٍ
وَجَمْعِ النَّاسِ وَلَوْ أَوْصَى الْمَيِّتُ أَنْ يُصْرَفَ مَالٌ فِي هَذِهِ
الْخَتْمَةِ وَقَصْدُهُ التَّقَرُّبُ إلَى اللهِ صُرِفَ إلَى مَحَاوِيْجَ
يَقْرَءُوْنَ الْقُرْآنَ وَخَتْمَةٌ أَوْ أَكْثَرُ وَهُوَ أَفْضَلُ مِنْ جَمْعِ
النَّاسِ (الفتاوى الكبرى لابن تيمية 5 / 363)
“Pendapat yang benar bahwa
mayit mendapatkan manfaat dengan semua ibadah fisik, seperti salat, puasa dan
bacaan al-Quran, sebagaimana ibadah harta seperti sedekah, memerdekakan budak
dan sebagainya berdasarkan kesepakatan para Imam, dan sebagaimana ia
mendoakannya atau meminta ampunan untuknya. Sedekah untuk mayat lebih utama
daripada mengkhatamkan al-Quran dan mengumpulkan orang. Jika mayit berwasiat
agar hartanya digunakan untuk khataman dan tujuannya adalah untuk mendekatkan
diri kepada Allah, maka harta tersebut digunakan untuk kebutuhan membaca
al-Quran dengan sekali khatam atau lebih dari satu kali. Dan mengkhatamkan
al-Quran ini lebuh utama daripada mengumpulkan orang lain" (al-Fatawa
al-Kubra V/363)
Begitu pula Ibnu al-Qayyim, murid
Ibnu Taimiyah, berkata:
وَبِالْجُمْلَةِ فَأَفْضَلُ مَا
يُهْدَى إِلَى الْمَيِّتِ الْعِتْقُ وَالصَّدَقَةُ وَاْلاِسْتِغْفَارُ لَهُ
وَالدُّعَاءُ لَهُ وَالْحَجُّ عَنْهُ وَأَمَّا قِرَاءَةُ اْلقُرْآنِ
وَإِهْدَاؤُهَا لَهُ تَطَوُّعًا بِغَيْرِ أُجْرَةٍ فَهَذَا يَصِلُ إِلَيْهِ كَمَا
يَصِلُ ثَوَابُ الصَّوْمِ وَالْحَجِّ (الروح لابن القيم 1 / 142)
"Secara global, sesuatu
yang paling utama dihadiahkan kepada mayyit adalah sedeqah, istighfar, berdoa
untuk orang yang meninggal dan berhaji atas nama dia. Adapun membaca Al Qur’an
dan menghadiahkan pahalanya kepada si mayyit dengan suka rela tanpa imbalan,
maka akan sampai kepadanya sebagaimana pahala puasa dan haji juga sampai
kepadanya" (al-Ruh I/142)
Begitu pula fatwa mengirimkan
pahala bacaan al-Quran:
وَرُوِيَ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْ
السَّلَفِ عِنْدَ كُلِّ خَتْمَةٍ دَعْوَةٌ مُجَابَةٌ فَإِذَا دَعَا الرَّجُلُ
عَقِيْبَ الْخَتْمِ لِنَفْسِهِ وَلِوَالِدَيْهِ وَلِمَشَايِخِهِ وَغَيْرِهِمْ مِنْ
الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ كَانَ هَذَا مِنْ الْجِنْسِ الْمَشْرُوْعِ
وَكَذَلِكَ دُعَاؤُهُ لَهُمْ فِي قِيَامِ اللَّيْلِ وَغَيْرِ ذَلِكَ مِنْ
مَوَاطِنِ اْلإِجَابَةِ وَقَدْ صَحَّ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَنَّهُ أَمَرَ بِالصَّدَقَةِ عَلَى الْمَيِّتِ وَأَمَرَ أَنْ يُصَامَ
عَنْهُ الصَّوْمَ فَالصَّدَقَةُ عَنِ الْمَوْتَى مِنْ اْلأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ
وَكَذَلِكَ مَا جَاءَتْ بِهِ السُّنَّةُ فِي الصَّوْمِ عَنْهُمْ وَبِهَذَا
وَغَيْرِهِ اِحْتَجَّ مَنْ قَالَ مِنَ الْعُلَمَاءِ إنَّهُ يَجُوْزُ إهْدَاءُ
ثَوَابِ الْعِبَادَاتِ الْمَالِيَّةِ وَالْبَدَنِيَّةِ إلَى مَوْتَى
الْمُسْلِمِيْنَ كَمَا هُوَ مَذْهَبُ أَحْمَد وَأَبِي حَنِيْفَةَ وَطَائِفَةٍ مِنْ
أَصْحَابِ مَالِكٍ وَالشَّافِعِيِّ فَإِذَا أَهْدَى لِمَيِّتٍ ثَوَابَ صِيَامٍ
أَوْ صَلاَةٍ أَوْ قِرَاءَةٍ جَازَ ذَلِكَ (مجموع الفتاوى لابن تيمية 24 / 322)
"Dan diriwayatkan daru
ulama salaf bahwa 'Setiap khatam al-Quran terdapat doa yang terkabul'. Jika
seseorang berdoa setelah khatam al-Quran, baik untuk dirinya sendiri, kedua
orang tuanya, para gurunya, dan yang lain dari kalangan mukminin dan mukminat,
maka doa ini tergolong bagian dari doa yang disyariatkan. Begitu pula doa bagi
mereka saat tengah malam, dan tempat-tempat istijabah lainnya. Dan sungguh
telah sahih dari Nabi Muhammad Saw bahwa beliau memerintahkan sedekah untuk
mayit dan puasa untuknya. Bersedekah atas nama orang yang telah mati adalah
bagian dari amal shaleh, begitu pula puasa. Dengan dalil ini, para ulama
berhujjah bahwa boleh menghadiahkan pahala ibadah yang bersifat harta atau
fisik kepada umat Islam yang telah wafat, sebagaimana pendapat Ahmad, Abu
Hanifah, segolongan dari Madzhab Malik dan Syafi'i. maka jika menghadiahkan
pahala puasa, salat dan bacaan al-Quran kepada orang yang telah wafat, maka
hukumnya boleh" (Majmu' al-Fatawa XXIV/322)
Bahkan menurut Imam Ahmad hal
diatas adalah konsensus para ulama:
قَالَ أَحْمَدُ الْمَيِّتُ يَصِلُ
إلَيْهِ كُلُّ شَيْءٍ مِنْ الْخَيْرِ لِلنُّصُوْصِ الْوَارِدَةِ فِيْهِ وَلأَنَّ
الْمُسْلِمِيْنَ يَجْتَمِعُوْنَ فِي كُلِّ مِصْرٍ وَيَقْرَءُوْنَ وَيَهْدُوْنَ
لِمَوْتَاهُمْ مِنْ غَيْرِ نَكِيْرٍ فَكَانَ إجْمَاعًا (كشاف القناع عن متن
الإقناع للبهوتي الحنبلي 4 / 431 ومطالب اولي النهى للرحيباني الحنبلي 5 / 10)
"Imam Ahmad berkata:
Setiap kebaikan bisa sampai kepada mayit berdasarkan dalil al-Quran dan hadis,
dan dikarenakan umat Islam berkumpul di setiap kota, mereka membaca al-Quran
dan menghadiahkan untuk orang yang telah meninggal diantara mereka, tanpa ada
pengingkaran. Maka hal ini adalah ijma' ulama (Kisyaf al-Qunna' IV/ 431 dan
Mathalib Uli al-Nuha V/10)
Kesimpulannya, bacaan dzikir yang
dihadiahkan kepada ahli kubur dapat sampai kepada mereka, sebagaimana dikatakan
oleh al-Thabari:
وَقَالَ الْمُحِبُّ الطَّبَرِي
يَصِلُ لِلْمَيِّتِ كُلُّ عِبَادَةٍ تُفْعَلُ وَاجِبَةٍ أَوْ مَنْدُوْبَةٍ وَفِي
شَرْحِ الْمُخْتَارِ لِمُؤَلِّفِهِ مَذْهَبُ أَهْلِ السُّنَّةِ أَنَّ لِلاِنْسَانِ
أَنْ يَجْعَلَ ثَوَابَ عَمَلِهِ وَصَلاَتِهِ لِغَيْرِهِ وَيَصِلُهُ اهـ (حاشية
إعانة الطالبين 1 / 33)
"Semua ibadah yang
dilakukan, baik ibadah wajib atau sunah, dapat sampai kepada orang yang telah
wafat. Dan disebutkan dalam kitab Syarah al-Mukhtar bahwa dalam ajaran Aswaja
hendaknya seseorang menjadikan pahala amalnya dan salatnya dihadiahkan kepada
orang lain (yang telah wafat), dan hal itu akan sampai kepadanya"
(I'anat al-Thalibin I/33)
Kelompok anti tahlil yang kerap
berdalil dengan Surat al-Najm: 38, untuk menolak menghadiahkan pahala kepada
ahli kubur, dibantah dengan sangat keras oleh pimpinan mereka sendiri, Ibnu
Taimiyah. Ia berkata:
وَمَنِ احْتَجَّ عَلَى ذَلِكَ
بِقَوْلِهِ تَعَالَى وَأَنْ لَيْسَ لِلإِنْسَانِ إِلاَّ مَا سَعَى فَحُجَّتُهُ
دَاحِضَةٌ (اَيْ بَاطِلَةٌ) فَإِنَّهُ قَدْ ثَبَتَ بِالنَّصِّ وَاْلإِجْمَاعِ أَنَّهُ
يَنْتَفِعُ بِالدُّعَاءِ لَهُ وَاْلاِسْتِغْفَارِ وَالصَّدَقَةِ وَالْعِتْقِ
وَغَيْرِ ذَلِكَ (المسائل والأجوبة لابن تيمية 1 / 132)
"Orang yang berhujjah
tidak sampainya pahala kepada orang yang telah wafat dengan firman Allah
"Dan bahwasannya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah
diusahakannya" (al-Najm 39), maka hujjahnya salah fatal. Sebab telah
dijelaskan dalam nash al-Quran-Hadis dan Ijma Ulama bahwa mayit menerima
manfaat dengan doa kepadanya, memintakan ampunan, sedekah, memerdekakan budak
dan sebagainya" (al-Masail wa al-Ajwibah I/132)
Kemudian tentang sampainya pahala
kepada mayit, terjadi perbedaan pendapat,
Al-Hafidz Jalaluddin al-Suyuthi
mengawali bab tentang masalah ini dengan redaksi sebagai berikut:
اُخْتُلِفَ فِي وُصُوْلِ ثَوَابِ
الْقِرَاءَةِ لِلْمَيِّتِ فَجُمْهُوْرُ السَّلَفِ وَاْلأَئِمَّةِ الثَّلاَثَةِ
عَلَى الْوُصُوْلِ (شرح الصدور بشرح حال الموتى والقبور للحافظ جلال الدين السيوطي
1 / 302)
"Telah terjadi perbedaan
diantara para Ulama mengenai sampainya pahala bacaan al-Quran kepada orang yang
telah meninggal. Menurut mayoritas ulama Salaf dan ulama tiga Madzhab (Hanafi,
Maliki dan Hanbali) menyatakan bisa sampai kepada orang yang telah wafat"
(Syarh al-Shudur I/203)
Pendapat mayoritas ulama ini
didukung oleh Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Iqtidla' al-Shirat al-Mustaqim
II/261:
اِنَّ ثَوَابَ الْعِبَادَاتِ
الْبَدَنِيَّةِ مِنَ الصَّلاَةِ وَالْقِرَاءَةِ وَغَيْرِهِمَا يَصِلُ إِلَى
الْمَيِّتِ كَمَا يَصِلُ إِلَيْهِ ثَوَابُ الْعِبَادَاتِ الْمَالِيَّةِ
بِاْلإِجْمَاعِ وَهَذَا مَذْهَبُ أَبِي حَنِيْفَةَ وَأَحْمَدَ وَغَيْرِهِمَا
وَقَوْلُ طَائِفَةٍ مِنْ أَصْحَابِ الشَّافِعِي وَمَالِكٍ وَهُوَ الصَّوَابُ
ِلأَدِلَّةٍ كَثِيْرَةٍ ذَكَرْنَاهَا فِي غَيْرِ هَذَا الْمَوْضِعِ (اقتضاء الصراط
المستقيم لابن تيمية 2 / 261)
"Sesungguhnya pahala ibadah
secara fisik seperti salat, membaca al-Quran dan lainnya, bisa sampai kepada
mayit sebagaimana ibadah yang bersifat harta secara Ijma'. Ini adalah pendapat
Abu Hanifah, Ahmad, kelompok ulama Syafi'iyah dan Malikiyah. Ini adalah yang
benar berdasarkan dalil-dalil yang banyak, yang kami jelaskan di lain kitab ini
(dijelaskan oleh Ibnu Taimiyah dalam kitab Majmu' al-Fatawa 24/306-313)."
Dalil membaca al-Quran di kuburan
adalah:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُمَا قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُوْلُ إِذَا مَاتَ أَحَدُكُمْ فَلاَ تَحْبِسُوْهُ وَأَسْرِعُوْا بِهِ إِلَى
قَبْرِهِ وَلْيُقْرَأْ عِنْدَ رَأْسِهِ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَعِنْدَ رِجْلَيْهِ
بِخَاتِمَةِ سُوْرَةِ الْبَقَرَةِ فِي قَبْرِهِ (رواه الطبراني في الكبير رقم
13613 والبيهقي في الشعب رقم 9294 وتاريخ يحي بن معين 4 / 449)
"Diriwayatkan dari Ibnu
Umar, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah Saw bersabda: Jika diantara kalian
ada yang meninggal, maka janganlah diakhirkan, segeralah dimakamkan. Dan
hendaklah di dekat kepalanya dibacakan pembukaan al-Quran (Surat al-Fatihah)
dan dekat kakinya dengan penutup surat al-Baqarah di kuburnya" (HR
al-Thabrani dalam al-Kabir No 13613, al-Baihaqi dalam Syu'ab al-Iman No 9294,
dan Tarikh Yahya bin Main 4/449)[2]
Al-Hafidz Ibnu Hajar memberi
penilaian pada hadis tersebut:
فَلاَ تَحْبِسُوْهُ وَأَسْرِعُوْا
بِهِ إِلَى قَبْرِهِ أَخْرَجَهُ الطَّبْرَانِي بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ (فتح الباري
لابن حجر 3 / 184)
"HR al-Thabrani dengan
sanad yang hasan" (Fath al-Bari III/184)
Imam al-Nawawi mengutip
kesepakatan ulama Syafi'iyah tentang membaca al-Quran di kuburan:
وَيُسْتَحَبُّ (لِلزَّائِرِ) اَنْ
يَقْرَأَ مِنَ الْقُرْآنِ مَا تَيَسَّرَ وَيَدْعُوَ لَهُمْ عَقِبَهَا نَصَّ
عَلَيْهِ الشَّافِعِيُّ وَاتَّفَقَ عَلَيْهِ اْلاَصْحَابُ (المجموع شرح المهذب
للشيخ النووي 5 / 311)
"Dan dianjurkan bagi
peziarah untuk membaca al-Quran sesuai kemampuannya dan mendoakan ahli kubur
setelah membaca al-Quran. Hal ini dijelaskan oleh al-Syafi'i dan disepakati
oleh ulama Syafi'iyah" (al-Nawawi, al-Majmu' Syarh al-Muhadzdzab
V/311)
Di bagian lain Imam Nawawi juga
berkata:
قَالَ الشَّافِعِي وَاْلأَصْحَابُ
يُسْتَحَبُّ أَنْ يَقْرَؤُوْا عِنْدَهُ شَيْئًا مِنَ اْلقُرْآنِ قَالُوْا فَإِنْ
خَتَمُوْا الْقُرْآنَ كُلَّهُ كَانَ حَسَنًا (الأذكار النووية 1 / 162 والمجموع
للشيخ النووي 5 / 294)
"Imam Syafi'i dan ulama
Syafi'iyah berkata: Disunahkan membaca sebagian dari al-Quran di dekat
kuburnya. Mereka berkata: Jika mereka mengkhatamkan al-Quran keseluruhan, maka
hal itu dinilai bagus" (al-Adzkar I/162 dan al-Majmu' V/294)
Murid Imam Syafi'i yang juga
kodifikator Qaul Qadim, al-Za'farani, berkata:
وَقَالَ الْحَسَنُ بْنُ
الصَّبَّاحُ الزَّعْفَرَانِي سَأَلْتُ الشَّافِعِيَّ عَنِ اْلقِرَاءَةِ عِنْدَ
الْقَبْرِ فَقَالَ لاَ بَأْسَ بِهَا (الروح لابن القيم 1 / 11)
"Al-Za'farani (perawi
Imam Syafii dalam Qaul Qadim) bertanya kepada Imam Syafii tentang membaca
al-Quran di kuburan. Beliau menjawab: Tidak apa-apa" (al-Ruh, Ibnu
Qoyyim, I/11)
Al-Hafidz Ibnu Hajar mengomentari
riwayat al-Za'farani dari Imam Syafi'i ini:
وَهَذَا نَصٌّ غَرِيْبٌ عَنِ
الشَّافِعِي وَالزَّعْفَرَانِي مِنْ رُوَاةِ الْقَدِيْمِ وَهُوَ ثِقَةٌ وَإِذَا
لَمْ يَرِدْ فِي الْجَدِيْدِ مَا يُخَالِفُ مَنْصُوْصَ الْقَدِيْمِ فَهُوَ
مَعْمُوْلٌ بِهِ (الإمتاع بالأربعين المتباينة السماع للحافظ أحمد بن علي بن محمد
بن علي بن حجر العسقلاني 1 / 85)
"Ini penjelasan yang
asing dari al-Syafi'i. Al-Za'farani adalah perawi Qaul Qadim, ia orang
terpercaya. Dan jika dalam Qaul Jadid tidak ada yang bertentangan dengan
penjelasan Qaul Qadim, maka Qaul Qadim inilah yang diamalkan (yaitu boleh
membaca al-Quran di kuburan)" (al-Imta', al-Hafidz Ibnu Hajar, I/11)
Ibnu Hajar mengulas lebih
kongkrit:
ِلأَنَّ الْقُرْآنَ أَشْرَفُ
الذِّكْرِ وَالذِّكْرُ يَحْتَمِلُ بِهِ بَرَكَةٌ لِلْمَكَانِ الَّذِي يَقَعُ
فِيْهِ وَتَعُمُّ تِلْكَ الْبَرَكَةُ سُكَّانَ الْمَكَانِ وَأَصْلُ ذَلِكَ وَضْعُ
الْجَرِيْدَتَيْنِ فِي الْقَبْرِ بِنَاءً عَلَى أَنَّ فَائِدَتَهُمَا أَنَّهُمَا
مَا دَامَتَا رَطْبَتَيْنِ تُسَبِّحَانِ فَتَحْصُلُ الْبَرَكَةُ بِتَسْبِيْحِهِمَا
لِصَاحِبِ الْقَبْرِ ... وَإِذَا حَصَلَتِ الْبَرَكَةُ بِتَسْبِيْحِ الْجَمَادَاتِ
فَبِالْقُرْآنِ الَّذِي هُوَ أَشْرَفُ الذِّكْرِ مِنَ اْلآدَمِيِّ الَّذِي هُوَ
أَشْرَفُ الْحَيَوَانِ أَوْلَى بِحُصُوْلِ الْبَرَكَةِ بِقِرَاءَتِهِ وَلاَ
سِيَّمَا إِنْ كَانَ الْقَارِئُ رَجُلاً صَالِحًا وَاللهُ أَعْلَمُ (الإمتاع
بالأربعين المتباينة السماع للحافظ ابن حجر 1 / 86)
"Sebab al-Quran adalah
dzikir yang paling mulia, dan dzikir mengandung berkah di tempat dibacakannya
dzikir tersebut, yang kemudian berkahnya merata kepada para penghuninya
(kuburan). Dasar utamanya adalah penanaman dua tangkai pohon oleh Rasulullah
Saw di atas kubur, dimana kedua pohon itu akan bertasbih selama masih basah dan
tasbihnya terdapat berkah bagi penghuni kubur. Jika benda mati saja ada
berkahnya, maka dengan al-Quran yang menjadi dzikir paling utama yang dibaca
oleh makhluk yang paling mulia sudah pasti lebih utama, apalagi jika yang
membaca adalah orang shaleh" (al-Hafidz Ibnu Hajar, al-Imta' I/86)
Kalaupun ada pernyataan dari Imam
Syafi'i terkait tidak sampainya pahala bacaan al-Quran yang dihadiahkan pada
orang yang meninggal, maksudnya adalah jika dibaca dan tidak dihadiahkan kepada
orang yang meninggal atau tidak dibaca di hadapan mayatnya. Maka jika dibaca
lalu diniatkan agar pahalanya diperuntukkan bagi orang yang meninggal atau
dihadapan mayat, maka bacaan itu bisa sampai kepadanya (Ibnu
Hajar al-Haitami dalam al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra II/27 dan al-Dimyathi
Syatha dalam I'anat al-Thalibin III/259)
Terakhir kami tampilkan
keterangan yang disampaikan Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin Tokoh
Wahabiyah Saudi arabia yang mana pengikutnya di indonesia mayoritas menentang
keras adanya pembacaan fatihah untuk mayit
الراجح أن الميِّت ينتفع بذلك
وأنَّه يجوز للإنسان أن يقرأ بنيَّة أنَّه لفلان أو فلانة من المسلمين سواء كان
قريباً أم غير قريب لأنَّه ورد في جنس العبادات جواز صرفها للميِّت انتهى .
(المجموع الثمين من فتاوى ابن عثيمين ج2ص115 ).
Pendapat yang unggul,
sesungguhnya orang yang mati dapat mengambil manfaat dengan kiriman pahala
tersebut. Seseorang boleh membaca al-Qur’an atau Surat al-Fatihah dengan niat
untuk si Fulan atau Fulanah dari kaum Muslimin, baik dia kerabatnya atau pun
bukan kerabatnya. Karena telah datang dalil bolehnya menghadiahkan pahala dalam
jenis ibadah tersebut kepada orang yang meninggal dunia. (Syaikh
Ibnu ‘Utsaimin, al-Majmu’ al-Tsamin min Fatawa Ibn ‘Utsaimin, juz 2 halaman
115).
Wallahu a'lam.
Komentar
Posting Komentar